Sastra merupakan segala hal yang tertulis yang berisi suatu ungkapan, pikiran maupun ide yang mempunyai keindahan di dalamnya (Eliesye, Meliasanti, & Sutri, 2021). Selanjutnya, menurut Enre (1994 dalam Sukirman, 2021) sastra tidak hanya karangan yang bahasanya indah saja, tetapi juga mengandung nilai estetika, etika, dan nilai konseptual yang terdapat di dalam suatu karya sastra.
Karya sastra sendiri dibagi menjadi tiga genre, yakni puisi, prosa, dan drama. Puisi merupakan salah satu bentuk karya sastra yang tercipta dari hasil ungkapan perasaan seorang penyair yang dibuat dengan bahasa yang terikat dengan irama, rima penyusunan lirik dan bait, serta memiliki makna yang mendalam (Sutriana, Seli, & Sanulita, 2016). Puisi biasanya ditulis berdasarkan apa yang dirasakan oleh seorang penulis yang kemudian diungkapkan dalam bentuk kata-kata yang indah. Dalam hal ini, puisi tidak ditulis dengan kata-kata dan bahasa yang secara eksplisit dapat langsung dipahami, melainkan ditulis dengan menggunakan kata kias.
Penggunaan kata kias di dalam puisi yang biasanya digunakan oleh penyair ini disebut dengan bahasa figuratif. Bahasa figuratif merupakan suatu bentuk ungkapan pengekspresian gagasan serta pikiran dengan bahasa yang menarik sehingga menciptakan keunikan dari suatu karya sastra (Sutriana, Seli, & Sanulita, 2016). Bahasa figuratif ini sangat berbeda atau menyimpang dari bahasa yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari.
Bahasa figuratif biasa digunakan oleh penyair karena bahasa figuratif mampu memancarkan kekayaan makna sehingga puisi yang tercipta dapat memberikan kesan sebagai sesuatu yang tidak biasa karena tidak secara langsung dapat mengungkapkan makna kias atau mengungkapkan makna dengan lambang (Halim, Zaidin, & Halimah, 2021). Selain itu, menurut Waluyo (1991 dalam Halim, Zaidin, & Halimah, 2021), mengungkapkan bahwa bahasa figuratif ini efektif digunakan dalam penulisan suatu karya puisi karena mampu menghasilkan daya imaji pembaca yang awalnya abstrak menjadi konkret dan menjadikan puisi lebih indah dibaca serta mampu mengungkapkan makna yang luas dengan bahasa yang singkat.
Salah satu puisi yang diciptakan menggunakan bahasa figuratif dalam menyampaikan makna yang terkandung di dalamnya, yakni puisi berjudul "Kesabaran" karya Chairil Anwar. Puisi "Kesabaran" memiliki makna yang sangat luas dan kompleks, tetapi Chairil Anwar mampu mengemas makna tersebut ke dalam bahasa singkat yang menarik dan indah. Hal tersebut akan dibahas lebih lanjut pada analisis puisi berikut:
Kesabaran
Karya: Chairil Anwar
Aku tak bisa tidur
Orang ngomong, anjing nggonggong
Dunia jauh mengabur
Kelam mendinding batu
Dihantam suara bertalu-talu
Di sebelahnya api dan abu
Â
Aku hendak berbicaraÂ
Suaraku hilang, tenaga terbang
Sudah! Tidak jadi apa-apa!
Ini dunia enggan disapa, ambil perduli
Â
Keras membeku air kali
Dan hidup bukan hidup lagi
Kuulangi yang dulu kembali
Sambil bertutup telinga, berpicing makna
Menunggu hujan reda yang mesti tiba
Â
      Maret 1943
Puisi "Kesabaran" karya Chairil Anwar di atas terdapat beberapa bahasa figuratif yang digunakan untuk menyampaikan makna secara lebih indah. Keindahan puisi tersebut disebabkan karena adanya suatu simbol atau simbolik. Simbol yang digunakan pada puisi di atas salah satunya, yakni metafora. Dalam hal ini, metafora pada puisi "Kesabaran" tersebut bertujuan agar pembaca merasa lebih nikmat saat membaca puisi dengan makna lebih dalam dengan berbagai perbandingan analogis dan dengan cara lebih imajinatif. Â
Beberapa penggunaan bahasa figuratif dalam puisi "Kesabaran" karya Chairil Anwar ini, yakni adanya penggunaan majas hiperbola dan majas personifikasi. Penggunaan majas hiperbola atau majas yang diungkapkan dengan kata-kata yang berlebihan atau terkesan dilebih-lebihkan, terdapat pada penggalan puisi Dunia jauh mengabur, Kelam mendinding batu, Suaraku hilang, Tenagaku terbang, Keras membeku air kali, serta Dan hidup bukan hidup lagi.
Selanjutnya, penggunaan bahasa figuratif berupa majas personifikasi pada puisi "Kesabaran" karya Chairil Anwar, di antaranya terdapat pada Ini dunia enggan disapa, ambil perduli dan Dihantam suara bertalu-talu. Pemaknaan yang terdapat pada majas personifikasi tersebut ialah tidak ada yang mau mendengarkannya sehingga ia berusaha untuk tidak peduli, tetapi dalam puisi ini disajikan dengan majas personifikasi yang seolah-olah tidak mau disapa adalah dunia. Kemudian, pemaknaan selanjutnya, yakni pada larik Dihantam suara bertalu-talu memiliki makna bahwa ia selalu mendengarkan suara-suara yang tidak baik secara terus-menerus yang digambarkan dengan dihantam suara yang berarti menerima hantaman berupa suara-suara keburukan secara berulang kali.
Puisi "Kesabaran" karya Chairil Anwar ini hampir sebagian lariknya menggunakan diksi yang mengandung bahasa figuratif untuk menyampaikan maknanya. Dalam hal ini pembaca perlu memaknai isi dan makna puisi tersebut secara lebih keras lagi dalam menginterpretasikannya. Puisi yang dalam keseluruhannya bermakna kesabaran seorang penulis yang terus-menerus menerima perlakuan serta suara-suara tidak baik semasa hidupnya hingga ia sampai pada titik di mana tidak lagi memedulikan dunia dan orang-orang di sekitarnya yang jahat kepadanya.
Berdasarkan hasil analisis di atas, penggunaan bahasa figuratif di dalam suatu karya puisi sangatlah penting karena dapat memberikan kesan yang lebih menarik dan dapat memberikan kesan unik atau ciri khas puisi tersebut. Bahasa figuratif ini sangat perlu untuk meningkatkan ketertarikan pembaca pada karya puisi. Namun, penggunaan bahasa figuratif ini dapat memberikan interpretasi yang berbeda akan makna yang terkandung di dalam puisi karena perbedaan cara menafsirkan makna oleh masing-masing pembaca. Sehingga perlu adanya penggunaan bahasa figuratif yang sebisa mungkin tidak terlalu berlebihan dan jauh dari makna yang sebenarnya agar tidak terlalu bias makna.
Daftar Pustaka:
Eliesye D., Meliasanti, F., & Sutri. (2021). Analisis Nilai Moral dalam Novel Mimpi Kecil Tita Karya Desi Puspitasari. Jurnal Pendidikan Bahasa, 10(2), 151-16
Halim, P., Zaidin, M. A., & Halimah, A. (2021). Sintaksis dan Bahasa Figuratif Puisi "Ibu di Atas Debu" WS Rendra. Jurnal Studi Guru dan Pembelajaran, 4(2), 446-454.
Ntelu, A., Hinta, E., Yasin, Y., & Supriyadi, S. (2020). Bahasa figuratif dalam puisi-puisi karya Chairil Anwar. AKSARA: Jurnal Bahasa dan Sastra, 21(1), 41-56.
Sukirman, S. (2021). Karya Sastra Media Pendidikan Karakter bagi Peserta Didik. Jurnal Konsepsi, 10(1), 17-27.
Sutriana, E., Seli, S., & Sanulita, H. (2016). Penggunaan Bahasa Figuratif dalam Kumpulan Puisi Deru Campur Debu Karya Chairil Anwar. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Khatulistiwa (JPPK), 5(10).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H