Mohon tunggu...
Nila Nur Jihan majid
Nila Nur Jihan majid Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Memiliki ketertarikan yang cukup besar pada bidang ekonomi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Keseimbangan Supply dan Demand: Pelajaran dari Keynes dan Perspektif Ekonomi Islam

17 Desember 2024   14:47 Diperbarui: 17 Desember 2024   14:47 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

           Apakah mekanisme pasar kompeten dalam menjaga stabilitas antara penawaran (supply) dan permintaan (demand)? Pertanyaan inilah yang membentuk dasar teori ekonomi klasik yang berpendapat bahwa pasar memiliki kemampuan alami umtuk menyesuaikan diri. Namun, dalam teorinya, John Maynard Keynes memiliki pendapat bahwa pasar seringkali gagal dalam mencapai keseimbangan dalam situasi dan kondisi tertentu, seperti resesi atau krisis ekonomi.  

            Dalam teorinya, Keynes memiliki pandangan bahwa pendapatan nasional, pertumbuhan ekonomi, dan kesempatan kerja semuanya dipengaruhi oleh permintaan agregat (aggregate demand). Perspektif ini sangat penting jika digunakan unruk memahami ekonomi kontemporer (modern), termasuk pada kasus pandemi COVID-19 yang pernah terjadi secara global. Selain itu, dalam mengelola supply dan demand, ekonomi islam turut membantu dengan menambahkan dimensi keadilan sosial dan keinginan ekonomi.

            Oleh karena itu, artikel ini akan membahas tentang pandangan Keynes tentang supply dan demand, serta bagaimana metode ini dapat bekerja sama dengan prinsip ekonomi islam kontemporer dalam menciptakan kebijakan ekonomi yang adil dan inklusif.

PANDANGAN KEYNES TENTANG SUPPLY DAN DEMAND

            Dalam teorinya, Keynes menekankan bahwa permintaan agregat yang terdiri dari investasi (I), pengeluaran pemerintah (G), konsumsi rumah tangga (C), dan ekspor neto (NX) sangat penting. Menurut Keynes, jika permintaan agregat tidak mencukupi, barang maupun jasa yan telah diproduksi tidak akan terserap oleh pasar yang dapat menyebabkan lambannya perekonomian dan peningkatan penurunan yang menyebabkan angka pengangguran semakin tinggi. Hal ini tentu saja bertentangan dengan teori ekonomi klasik yang menyatakan bahwa pasar kompeten dalam menentukan titik keseimbangan.

            Selain itu, dalam teorinya, Keynes juga menawarkan ide tentang permintaaan efektif (effective demand), yang merujuk pada permintaan yang benar-benar mendorong produksi ke tingkat optimal. Dalam hal ini, pemerintah juga harus ikut berperan aktif melalui kebijakan fiskal yang ada, seperti meningkatkan belanja publik atau memberikan subsidi kepada masyarakat agar permintaan agregat dapat kembali pulih selama resesi. Karena selama resesi, belanja pemerintah untuk infrastruktur dapat menciptakan lapangan pekerjaan dan mendorong konsumsi pada masyarakat.

            Namun, teori Keynes tidak lepas dari kritik. Misalnya kebijakan fiskal ekspansif yang berlebih dapat memicu terjadinya inflasi, terutama jika tidak diimbangi dengan peningkatan produktivitasnya. Oleh karena itu, teori milik Keynes sering kali dipadukan dengan kebijakan lain untuk mencapai stabilitas jangka panjang.

PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM TENTANG SUPPLY DAN DEMAND

            Dalam ekonomi islam, fokusnya adalah pada keadilan sosial dan kesejahteraan bersama. Prinsip utamanya yaitu mendorong pembagian kekayaan yang adil dan transparan melalui zakat, infak, dan sedekah. Uang dalam ekonomi islam dipandang sebagai alat tukar untuk mendukung aktivitas riil, bukan sebagai komoditas untuk spekulasi.

            Sedangkan dalam teori Keynes, salah satu alasan orang menyimpan uang adalah sebagai spekulasi. Spekulasi dalam islam tentu saja tidak sejalan dengan teori Keynes, di mana hal tersebut dianggap tidak produktif dan dilarang karena tidak dapat mewujudkan nilai tambah bagi masyarakat. Sebaliknya, ekonomi islam memberi tekanan pada aktivitas produktif yang menguntungkan semua pihaknya.

            Misalnya, pembiayaan berbasis bagi hasil (mudharabah atau musyarakah) yang memastikan bahwa risiko dan keuntungan dibagi secara adil antara investor dan pengusaha. Dengan demikian, ekonomi islam menawarkan metode yang lebih stabil dan berkelanjutan dibandingkan dengan sistem berbasis riba yang memiliki risiko cukup tinggi.

CONTOH KASUS

Kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) di Indonesia

           Pandemi COVID-19 telah menunjukkan bahwa tidak seimbangnya antara supply dan demand dapat menyebabkan krisis. Di Indonesia, pembatasan sosial menyebabkan penurunan konsumsi rumah tangga dan investasi, yang berdampak pada kontraksi ekonomi sebesar -5,32% pada kuartal II 2020. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah meluncurkan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN).

            Langkah-langkah dalam program PEN mencerminkan teori milik Keynes, antara lain:

1. Bantuan Sosial Tunai (BST) untuk menjaga daya beli masyarakat, trutama kelompok rentan

2. Insentif untuk UMKM guna mendorong kelangsungan usaha kecil yang terdampak pandemi

3. Belanja Infrastruktur yang menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan konsumsi rumah tangga.

            Dari perspektif Islam, kebijakan ini sejalan dengan prinsip keadilan ekonomi, terutama karena bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang terdampak pandemi. Namun, penting untuk memastikan distribusi yang tepat dan transparansi dalam pelaksanaannya.

MENGINTEGRASIKAN TEORI MILIK KEYNES DENGAN EKONOMI ISLAM DALAM KEBIJAKAN MODERN

            Di tengah tantangan ekonomi global saat ini, teori Keynes dan ekonomi islam menawarkan solusi yang relevan dan komperehensif. Keduanya memang memiliki metodenya masing-masing, namun perbedaan itulah yang akan saling melengkapi dalam mengatasi perekonomian. Berikut adalah beberapa aspek utama di mana kedua metode ini berperan penting di masa kini:

1. Mengatasi ketimpangan ekonomi

Teori yang dikemukakan Keynes maupun ekonomi islam telah menekankan pentingnya pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Di mana ekonomi islam yang berfokus pada peningkatan distribusi yang adil dengan pembagian kekayaan melalui zakat dan infak, sedangkan Keynes dalam teorinya memfokuskan pada pentingnya merangsang pertumbuhan ekonomi dengan mendorong kebijakan fiskal yang lebih besar, seperti belanja publik untuk infrastruktur.

2. Stabilitas inflasi dan pertumbuhan ekonomi

Dalam teorinya, Keynes berpendapat bahwa kebijakan fiskal ekspansif sering kali dapat menyebabkan inflasi jika tidak dikelola dengan baik, seperti pada kondisi saat peningkatan permintaan agregat melaju dengan cepat. Sedangkan dalam ekonomi islam memberikan alternatif yang menggunakan metode bagi hasil dapat mengelola pertumbuhan ekonomi tanpa memicu tekanan inflasi yang berlebihan. Selain itu, dalam sistem keuangan syariah juga memberikan alternatif yang lebih stabil dibandingkan sistem yang berbasis riba.

3. Mendukung aktivitas ekonomi produktif.

Teori milik Keynes berpendapat bahwa mendorong investasi dapat meningkatkan permintaan agregat. Bersamaan dengan hal tersebut, ekonomi islam memastikan bahwa investasi harus bersifat produktif yang dapat memberikan maanfaat sosial secara nyata. Metode ini dapat mengurangi risiko yang akan timbul dari investasi spekulatif di mana hal tersebut sering kali merugikan perekonomian secara menyeluruh.

             Supply dan demand dalam kacamata Keynes memberikan landasan yang kuat untuk memahami dinamika ekonomi modern, terutama dalam merancang kebijakan fiskal untuk menghadapi tantangan seperti krisis ekonomi, resesi, atau perlambatan pertumbuhan. Keynes menekankan pentingnya permintaan agregat sebagai motor penggerak ekonomi. Ketika permintaan melemah, intervensi pemerintah melalui kebijakan fiskal, seperti belanja publik atau subsidi, menjadi sangat relevan untuk mengatasi stagnasi ekonomi. Dalam konteks Indonesia, teori Keynes terbukti relevan, terutama dalam kebijakan Program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) selama pandemi COVID-19. Langkah-langkah seperti bantuan sosial, dukungan bagi UMKM, dan belanja infrastruktur mencerminkan bagaimana teori ini diterapkan dalam dunia nyata untuk memulihkan ekonomi nasional.

            Namun, teori milik Keynes memiliki kelemahan, terutama terkait risiko inflasi dan ketidakseimbangan fiskal jika kebijakan tidak dikelola secara hati-hati. Di sinilah prinsip ekonomi Islam menawarkan solusi pelengkap. Ekonomi Islam, dengan fokus pada keadilan sosial, distribusi kekayaan, dan pembiayaan berbasis bagi hasil, memberikan alternatif yang lebih stabil dan berkelanjutan dibandingkan sistem berbasis riba. Prinsip-prinsip seperti zakat, infak, dan sedekah memastikan bahwa kesejahteraan tidak hanya terpusat pada kelompok tertentu, tetapi tersebar secara merata di masyarakat. Selain itu, larangan spekulasi dalam ekonomi Islam membantu mencegah ketidakstabilan ekonomi yang sering kali disebabkan oleh aktivitas yang tidak produktif.

            Integrasi antara teori Keynes dan prinsip ekonomi Islam menawarkan pendekatan holistik untuk mengatasi tantangan ekonomi modern. Keynes memberikan kerangka kerja untuk memahami dinamika pasar dan pentingnya kebijakan fiskal yang aktif, sementara ekonomi Islam menambahkan dimensi moral, sosial, dan keadilan dalam pengelolaan ekonomi. Pendekatan ini tidak hanya relevan untuk negara-negara dengan mayoritas penduduk Muslim, tetapi juga dapat menjadi model alternatif bagi ekonomi global yang menghadapi tantangan seperti ketimpangan ekonomi, perubahan iklim, dan krisis keuangan.

            Dengan memadukan teori Keynes yang berfokus pada stabilitas ekonomi jangka pendek dengan prinsip ekonomi Islam yang berorientasi pada kesejahteraan jangka panjang, kebijakan yang lebih inklusif, adil, dan berkelanjutan dapat dirancang. Sebagai contoh, penerapan kebijakan fiskal ekspansif ala Keynes dapat diimbangi dengan distribusi kekayaan yang adil melalui mekanisme zakat dan infak, sehingga pertumbuhan ekonomi tidak hanya mendorong konsumsi, tetapi juga menciptakan dampak sosial yang positif.

            Melalui kolaborasi ini, pemerintah dapat merancang kebijakan yang tidak hanya responsif terhadap krisis, tetapi juga membangun fondasi ekonomi yang kuat dan berkeadilan. Dalam jangka panjang, pendekatan ini dapat menjadi kunci untuk menciptakan perekonomian yang stabil, inklusif, dan berkelanjutan, yang mampu mengatasi tantangan masa kini dan masa depan. Integrasi ini juga menunjukkan bahwa solusi ekonomi terbaik tidak harus eksklusif pada satu teori atau prinsip, tetapi dapat diambil dari pendekatan yang berbeda untuk menciptakan hasil yang optimal bagi semua pihak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun