Siang itu di bawah teriknya sang surya, terlihat seorang laki-laki berjalan dengan pakaian PDL (Pakaian Dinas Latihan) lengkap dari ujung kaki hingga ujung kepala. Kaus lengan panjang berwarna hitam dan biru, yang bertuliskan 'Pakibra' membungkus indah tubuhnya yang tegap, dipadukan dengan sepatu PDL senada bermaterial kulit, melekat sempurna di kedua kakinya.
Sosok itu tak ragu melangkahkan kakinya, melewati sekumpulan Capas (Calon Anggota Paskibra) dengan penuh wibawa. Parasnya yang garang dan suaranya yang bulat, membuat sosok laki-laki yang biasa dipanggil pelatih itu, mengeluarkan aura tegas yang mencekam.
Mata elang sang pelatih yang mengintimidasi, membuat siapapun enggan untuk bertukar pandang dengannya. Derap langkah yang dihasilkan dari benturan alas sepatu yang keras, bertemu dengan kasarnya permukaan lapangan, sukses menciptakan suasana tegang yang menguji mental.
"Kalian cape?" Tanya sang pelatih.
"SIAP, TIDAK!" Teriak para Capas serentak.
"Kalian dongkol?"
"SIAP, TIDAK!"
"Yakin?"
"SIAP, YAKIN!"
"Turun."
"SIAP!"
Bak sebuah kebiasaan, para Capas dengan sigap menempelkan kedua telapak tangannya di permukaaan lapang yang berlapiskan paving block itu. Panasnya sinar matahari yang terserap sempurna oleh paving block, tak membuat mereka ragu untuk memasang posisi push up dengan sempurna.
Seperti inilah suasana yang ada di lingkungan kantor Kecamatan Cibatu ketika bulan kemerdekaan telah tiba. Selama satu bulan penuh, riuh kesibukan para anggota Paskibra, akan menjadi pemandangan yang terlihat di setiap sudut ruang lingkup kantor Kecamatan Cibatu. Sudah menjadi tradisi tahunan, pihak Kecamatan akan mengembankan tugas pengibaran Sang Saka Merah Putih kepada anggota Paskibra.Â
Pengibaran akan digelar di lapangan Alun-alun Kecamatan Cibatu, maka tak heran jika kegiatan ini mengundang antusias yang tinggi dari seluruh masyarakat. Terutama bagi para siswa dan siswi SMA, yang memiliki kesempatan untuk menjadi sang pejuang dalam kegiatan ini.
Tentunya, mencari pemegang tongkat estapet generasi baru tidaklah mudah, banyak tahapan yang harus panitia kerjakan sebelum menemukan sang pelari selanjutnya. Setiap tahun, Pasdya (Paskibra Madya) dan Passen (Paskibra Senior) akan ditunjuk untuk menjadi panitia kegiatan selama satu tahun lamanya. Mereka akan melakukan pencarian kandidat, pemilihan, lalu mendidik, dan juga melantik putra-putri yang memiliki potensi untuk menjadi petugas pengibar bendera di Kecamatan Cibatu.
Putra dan putri membanggakan yang lolos menjadi Capas tahun 2023, berasal dari delapan satuan berbeda. Sekolah yang namanya diharumkan oleh para pejuang muda ini diantaranya yaitu SMAN 3 Garut, SMK SANTANA 1 Cibatu, SMK SANTANA 2 Cibatu, MAN 5 Garut, SMAS Al Hikmah Cibatu, SMA PGRI Cibatu, SMA AL MADINAH dan SMK Al-QUDSY Cibatu.
Tujuh belas sukses menjadi tujuan utama para Capas, namun tidak bagi panitia. Selain mengantarkan Sang Dwiwarna pada puncak dengan sempurna, panitia juga harus mematangkan kemampuan dan sikap para Capas. Menghasilkan Capas yang beretika dan terdidik tidaklah mudah, harapan dan kenyataan yang sering tak beriringan mengharuskan panitia memutar otak agar bisa merealisasikan ekspektasi yang ada.
Renyahnya suara tawa dan hangatnya percakapan, terdengar jelas dari sebuah gedung tua yang terletak tak jauh dari kantor Kecamatan. Bangunan bercat putih pucat dengan motif batu alam yang menghiasi dinding bagian bawah, menjadi tempat bagi panitia mengeringkan peluh selepas bertugas. Sebuah rak berisikan pot-pot kecil menghiasi bagian depan halaman, membuat halaman yang tak terlalu luas itu terasa lebih hidup.
Bangunan yang diberi nama gedung Sekretariat itu, memiliki ukuran yang tak begitu luas, namun cukup untuk menampung para anggota Paskibra. Di dalamnya, terdapat dua ruangan dengan ukuran yang tak terlalu besar, namun memiliki ventilasi yang bagus sehingga cahaya matahari bisa masuk sepenuhnya.
Deretan pakaian dinas upacara atau PDU berwana putih tulang, menyambut kehadiran para pendatang, ketika pertama kali kita menginjakkan kaki di gedung tersebut. Selain itu, keberadaan sebuah rak berisikan berkas-berkas usang yang berdebu, juga sukses menyita atensi bagi siapa pun yang masuk. Jika menelusuri lebih dalam, kita akan disuguhi beberapa kursi serta perlengkapan latihan yang menumpuk tak beraturan.
Tak hanya menjadi tempat pelepas penat semata, gedung Sekretariat juga menjadi saksi bisu bagaimana kerja keras panitia dalam mensukseskan pengibaran. Dari mulai proses perencanaan hingga rapat evaluasi yang memakan banyak waktu, mereka lakukan di bangunan ini.
Tanggal satu agustus menjadi suara peluit untuk dimulainya kegiatan PUSDIKLATSAR atau pusat pendidikan latihan dasar. Kegiatan PUSDIKLATSAR akan dilakukan sesuai dengan perencanaan yang dibuat oleh Protokoler, dimana Protokoler merupakan unit panitia yang bertugas membuat jadwal kegiatan Capas, dari terbitnya sang surya hingga langit senja menghampiri.
Semilir angin segar menghembus masuk, melewati sekumpulan insan yang sedang berkumpul disalah satu ruangan yang ada di gedung sekretariat. Bak penyelamat dikala sang mentari sedang memamerkan sinarnya, para panitia bergegas melekatkan diri pada jendela terbuka yang menjadi celah masuknya udara sejuk itu.
Seorang gadis memejamkan matanya, membiarkan angin membelai surainya dengan lembut.
"Hahhhh.. kenapa panas banget ya, padahal tadi pagi pas aku berangkat dingin banget," keluh Chica.
Chica Silvi Aulia, seorang gadis berparas juwita yang mengemban tugas sebagai seorang Koordinator Protokoler di kepanitiaan tahun ini. Disela kesibukannya sebagai seorang mahasiswi di Institut Pendidikan Indonesia, gadis yang baru memasuki usia kepala dua ini, dengan senang hati menyisihkan waktunya untuk membantu mensukseskan pengibaran tahun ini.Â
"Emangnya kamu tadi berangkat jam berapa Chi?" Tanya seorang laki-laki berambut semi ikal.
Laki-laki itu duduk di samping kanan Chica, sedangkan di sisi kirinya ada sebuah jendela yang terbuka.
"Dari rumah jam 5 lebih, nyampe sini jam 6 kurang," Jawab Chica.
Seperti teringat sesuatu, Chica langsung membuka matanya lalu ia menolehkan wajahnya pada sekumpulan orang yang ada di sana.
"Ehh iya, hari ini mau ada pemateri dari koramil, kan?" Tanya Chica dengan antusias yang diangguki oleh yang lain.
Chica menarik kursinya ke arah depan, mensejajarkan posisinya dengan meja yang ada di hadapannya. Sebuah pena ia mainkan sembarang ditangan kanannya, sedangkan netranya tertuju pada sebuah jam yang melingkar indah di tangan kirinya.
"Awas ya lupa, abis isoma langsung penyuluhan dari koramil. Jangan pada ngaret lagi pleaseeee, hari ini aku sama yang lain udah atur ulang jadwal sampe tiga kali loh." Chica memohon dengan menyatukan kedua tangannya di dada.
"Tapi Chi, perasaan aku mah gak pernah ngaret deh," ucap Shidiq dengan percaya diri.
Chica memutar bola matanya malas, lalu ia merubah posisi duduknya menghadap ke arah Shidiq.
"Anda butuh kaca apa gimana dik? Pelatih teh yang paling sering ngancurin jadwal tau. Harusnya jam 3 teh latihan udah beres, ini mah baru beres jam 4. Jadinya imbas ke jadwal evaluasi, dari yang harusnya sejam dicut jadi 15 menit." Shidiq terkekeh mendengar jawaban Chica yang penuh dengan fakta.
Tahun ini, Asisten Koordinator pelatih dipegang oleh sosok laki-laki berambut semi ikal nan gagah bernama Shidiq Abdul Baasith Ismail. Laki-laki bertubuh kekar namun memiliki wajah yang ramah ini, memiliki tugas membantu Koordinator pelatih dalam membentuk formasi pengibaran.Â
Selain itu, ia juga bertugas melatih secara langsung Capas bersama para pelatih yang lain. Saat ini, Shidiq sedang merapah di Kota Kembang sebagai mahasiswa dari Universitas Pendidikan Indonesia. Maka dari itu, ia hanya bisa melaksanakan tugasnya seminggu dua kali di penghujung minggu saja.
"Ya gimana atuh, formasi anak-anak masih pada ancur gitu. Belum lagi keadaan lapangan sekarang tuh banyak benang layangan sama paving block yang berlubang, haduuh itu ganggu pisan (sekali) ke proses latihan," keluh Shidiq.
"Terus, anak-anak juga banyak yang ngeluh pusing karena cuaca yang lagi panas-panasnya. Jadi, makin ancur aja itu formasi karena banyak yang tumbang," tambahnya.
Banyaknya kendala yang terjadi dilapangan, tak akan merobohkan semangat Shidiq. Padahal di sisi lain, Shidiq merupakan seorang mahasiswa yang aktif dalam kegiatan organisasi di kampusnya. Dengan kegiatan yang menggerogoti waktunya, ia tetap rela pulang pergi antara Bandung - Cibatu, hanya demi suksesnya pengibaran. Usaha yang ia persembahkan memang patut diacungi jempol.
"Gak cuma anak-anak yang pusing, aku ge suka pusing kalo udah berdiri lama di lapang teh," ungkap Saripah menanggapi perkataan Shidiq.
"Berat pisan (sekali) emang PUSDIKLATSAR sekarang mah. Cuacana panas pisan (sekali), ditambah udaranya kering," tambah Chica.
Saripah menganggukan kepalanya, ia setuju dengan apa yang Chica ucapkan.
"Makanya aku sok (sering) ngingetin anak-anak buat minum air yang banyak, terus minum vitamin juga," ucap Saripah.
Kegiatan PUSDIKLATSAR sangatlah bergantung pada kondisi kesehatan Capas yang stabil, baik kesehatan fisik maupun psikisnya. Oleh karena itu, Capas selalu dituntut untuk menjaga kesehatannya agar tidak menghambat proses latihan.
Namun, kenyataan tak selalu berjalan sesuai dengan apa yang diharapkan. Pasti ada saja Capas yang tak menggubris apa yang diperintahkan, alhasil menurunnya kondisi fisik pada Capas tak bisa panitia hindari. Jika hal itu terjadi, maka waktunya Kespas (kesehatan Paskibra) untuk mengambil alih keadaan.
Untuk mengantisipasi keadaan yang tidak diinginkan terjadi, tahun ini kepanitian merekrut lima orang anggota Kespas. Salah satu anggotanya yaitu gadis muda berusia tujuh belas tahun bernama Saripah Putri Rahayu. Saat ini, gadis bertubuh mungil ini duduk di kelas dua belas di MAN 5 Garut.
Untuk mendapatkan perhatian dari Saripah, Chica menepuk lembut pundak Saripah yang ada di depannya.
"Waktu itu, berapa sih Pah yang tumbang masal teh?" Tanya Chica pada Saripah.
Saripah mengerutkan dahinya, ia mencoba mengingat kembali kejadian beberapa hari lalu, dimana ia sampai kewalahan menangani Capas yang tumbang.
"Yang tumbang karena cuaca panas teh ada lima orang, terus dua lagi tumbang karena penyakit asma." Jelas Saripah setelah berusaha membangunkan ingatannya.
"Itu teh sebelumnya udah pada diingetan belum, kalo yang punya penyakit bawaan harus jujur?" Tanya Chica.
"Udah atuh, aku udah kaya mesin pengingat tiap evaluasi teh. Ngingetin buat minum vitamin, terus ngingetin kalo ada yang punya penyakit bawaan harus jujur, biar kita bisa pantau keadaannya. Tapi gak pada didenger sama mereka... hadeh," ungkap Saripah sambil menggelengkan kepalanya.
"Kaya yang kibra itu kan, Pah? Bilangnya gak sakit tapi di tengah latihan tumbang karena asmanya kambuh," ucap Shidiq yang diangguki oleh Saripah.
"Susah ngasih tau anak-anak teh. Aku wae (juga) tiap hari ngingetin buat duduk tegak jangan bungkuk, tetep aja mereka lakuin," ungkap laki-laki jangkung bernama Pajar.
"Kayanya udah pada kebiasaan duduknya ngasal deh Jar, jadinya gitu," ucap Chica.
"Iya karena itu Chi. Da atuh susah ngerubah kebiasaan teh, kaya pas makan. Kan etikanya alat makan yang dipake teh jangan nimbulin suara, tapi masih aja mereka pada berisik. Apalagi kalo waktunya tinggal semenit.. waaahhh itu mah ributnya udah kaya di pasar malam." Semua orang tertawa mendengar perkataan Pajar.
Ucapan Pajar memang benar, tak mudah mendidik para siswa yang memiliki kepribadian serta kebiasaan berbeda, palagi jika harus mengubahnya dalam waktu yang singkat. Dalam Paskibra, ada unit yang dibuat khusus untuk mendidik etika dan perilaku Capas, unit tersebut bernama Paspampas (Pasukan Pengaman Paskibra). Kali ini, anak laki-laki humoris bernama Pajar Pebrian lah yang mengemban tugas untuk menjadi seorang Paspampas.
Pajar merupakan seorang siswa dari SMAN 3 Garut, yang saat ini sedang duduk di kelas sebelas. Meskipun memiliki kepribadian yang humoris dan selalu menjadi pencair suasana, namun ia akan berubah menjadi orang yang paling serius ketika diharuskan. Contohnya ketika berhadapan dengan Capas, seketika wajah konyolnya akan hilang dan berganti menjadi sosok Paspampas yang disegani.
"Kayanya diantara kita semua, Paspampas gak sih yang paling sering teriak?" Tanya Saripah tiba-tiba.
"Iya kayanya. Aku ge (juga) suka teriak, tapi gak se sering si Pajar," ucap Shidiq sambil menunjuk Pajar dengan dagunya.
Pajar membenarkan posisi duduknya, lalu ia mencondongkan tubuhnya kedepan agar apa yang dia ucapkan bisa terdengar oleh semua orang.
"Atuh guys, kalo aku gak teriak atau marah-marah, yang ada sikap anak-anak auto ancur. Mana sekarang teh banyak anak yang slengean lagi," jawab Pajar dengan ekspresi lelah.
Perkataan Pajar tanggapi anggukan oleh seorang gadis bernama Citra.
"Bener! Waktu itu juga pas Pajar lagi mantau tim B, kan aku yang bagian mantau tim A ya, terus anak-anak ngeyel banget pas aku bilangin teh. Makanya sekarang Paspampas disuruh naikin tensinya sama Koordinator," ucap Citra menggebu-gebu.
"Yang paling susah tuh ini sih sebenernya, nanemin etika yang bener terus ngurangin kebiasaan buruk anak-anak," tambah Pajar.
"Pasti susah, apalagi mental anak-anak sekarang gampang banget ciutnya," ungkap Shidiq.
"Meskipun kaya gitu, tapi suka ada aja yang bikin ngakak. Kaya pas ditanya dongkol.." Pajar menjeda ucapannya.
Pajar bangun dari duduknya, lalu ia memperagakan bagaimana sikap Capas yang akan ia ceritakan. Tentunya tindakan Pajar ini sukses membuat seluruh atensi jatuh padanya.
"Pas ditanya 'Apakah kalian dongkol?' terus mereka jawab 'SIAP TIDAK'. Mulutnya pada ngomong tidak, tapi tangannya ngepal kaya yang siap nonjok muka urang (saya)," Lagi-lagi ucapan Pajar mengundang gelak tawa teman-temannya.
"Makanya kalo Pajar lagi nanya gitu ke anak-anak, aku mah suka diem dibelakang barisan," ucap Citra disela Tawanya.
"Gak kuat ya Cit nahan tawa?" Citra mengangguk mengiyakan degan Tawa yang belum hilang.
Selain Pajang sang komedian, tahun ini ada empat orang laki-laki dan satu orang perempuan yang ditunjuk menjadi Paspampas. Sosok gadis yang ada diantara para bujang itu bernama Citra Nopita. Siswi bermata indah ini merupakan siswi kelas sebelas yang bersekolah di MAN 5 Garut. Selain menjadi seorang Paspampas, ia juga bertugas menjadi seorang bendahara yang mengatur pemasukan dan pengeluaran selama kegiatan berlangsung.
Ditengah obrolan, tiba-tiba pintu sekretariat terbuka dan menampakan sosok gadis berlesung pipit. Gadis tersebut mengenakan kemeja biru lengan panjang, membuatnya terlihat berbeda dari anggota lain yang secara keseluruhan menggunakan pakaian berbahan kaus. Kedua manik gadis itu terlihat sibuk, menjelajah sekeliling seperti mencari-cari sesuatu.
"Teh Chi!" Panggil gadis berlesung pipit itu.
"Barusan aku dapet info. Katanya bapak koramil datengnya nanti sore, gak jadi sekarang," tambahnya.
Infomasi itu membuat Chica menghela nafas dengan panjang, matanya ia pejamkan sejenak lalu ia membuka kembali buku agenda yang sudah ia tutup tadi. Melihat Chica yang terlihat kesal, Saripah yang berada dihapan Chica langsung menepuk punggung Chica lembut untuk menenangkannya.
Fokus chica tertuju pada buku agenda di hadapannya, sedangkan jari-jarinya menari-nari diatas selembar kerta bergaris dengan agresif.
"Berarti abis isoma anak-anak langsung latihan ke lapang ya, terus jam 3 lewat 40 harus udah beres. Karena jam 4 nya, waktunya penyuluhan dari koramil," ucap Chica.
"Oke teh Chi, makasih ya," ungkap Pipih, sang gadis berlesung pipit itu.
Pipih Nurppadilah, sosok gadis tangguh yang menjabat sebagai Koordinator Umum di kepanitiaan tahun ini. Dibalik senyumnya yang hangat, terdapat beban tajam penuh ekspektasi yang menamcap di pundaknya. Menjadi pemimpin bukanlah perkara yang mudah, apalagi ketika ia harus menyatukan banyak kepala untuk menghasilkan sebuah keputusan. Belum lagi ketika ada kendala tak terduga, Pipih lah yang harus menjadi tameng dari cercaan yang mereka terima.
Selain menjabat sebagai seorang KU, gadis berusia delapan belas tahun ini merupakan seorang mahasiswa dari Universitas Garut. Usia boleh muda, namun kemampuan dan tanggung jawabnya boleh diadu.
"Tapi Pih, koramil turun ke lapangnya mah nanti kan H-4?" Tanya Shidiq pada Pipih.
"Nah tadi tuh ya, bapak koramil bilang mau mulai turun besok."
Mata Chica membulat sempurna ketika mendengar hal itu, lagi-lagi ungkapan Pipih membuat Chica terkejut. Namun kali ini Chica tak sendiri, karena Shidiq pun ikut terkejut bersamanya. Shidiq menepuk jidatnya perlahan, lalu ia menghela nafasnya dengan kasar.
"Arghhhh... kenapa di majuin sih?" Shidiq mendengus kesal.
"Aku belum beres bikin formasinya, mana anak-anak juga belum lancar di PBB," tambahnya.
"Iya ih. Mana besok teh ada pemateri dari puskesmas, jadi ke lapangnya bakal bentar," ucap Chica degan wajah yang ditekuk.
"Itu permintaan dari pihak sananya. Tapi, aku sama kang Fahri udah rencana sih mau diskusiin lagi ke koramil, soalnya kasian anak-anak kalo koramil turun sekarang. Pasti mereka kena abis-abisan," Jelas Pipih.
Perkataan Pipih dengan cepat merubah mimik wajah Chica, kini senyum bahagia merekah sempurna di wajah Chica.
"Ibu KU emang terbaikkkkkk! Nanti kabarin lagi ya Pih kalo ada apa-apa. Biar aku bisa langsung sesuai jadwalnya," ucap Chica sambil mengacungkan jempolnya.
Senyuman Pipih mengembang indah di wajahnya, lalu ia menganggukan kepalanya sebagai persetujuan untuk permintaan Chica. Di sisi lain Saripah menepuk-nepuk kursi kosong di sebelahnya, ia memberikan kode pada Pipih untuk duduk disampingnya. Menangkap kode yang Saripah berikan, sang ketua langsung berjalan menghampiri Saripah.
Di sisi lain, Pajar menengadahkan kepalanya pada bahu kursi yang ia duduki, lalu ia menatap kosong langit-langit ruangan tersebut.
"Makin sini makin ada aja ya kendalanya. Udah mah kerjaan makin banyak, kegiatan makin padet, terus juga kita makin sering berantem," ungkap Pajar.
"Iya bener. Udah seminggu kita pulang jam 9 malem, terus subuhnya udah harus balik lagi ke sini. Jadinya gak heran kalo beberapa dari kita udah mulai pada sakit," ucap Citra mimik wajah yang lelah.
"Makanya aku milih nginep disini teh karena cape kalo PP," ungkap Pajar yang masih setia menatap langit-langit.
"Kang fahri juga nginep ya disini?" tanya Saripah.
"Heem, di tambah kang fahri jadinya 10 orang yang nginep disini teh," jelas Pajar.
Demi kelancaran kegiatan, beberapa panitia memutuskan untuk menginap di gedung Sekretariat. Untungnya, gedung ini menyediakan dapur kecil di sudut ruangan, sehingga panitia bisa membuat hidangan dengan peralatan yang tersedia. Selain itu, panitia membawa sendiri alas tidur berupa kasur lipat dan juga selimut untuk mereka beristirahat dimalam hari.
"Tapi beneran dehh, kerasa pisan (sekali) capenya minggu ini mah. Cape fisik, cape mental, cape dompet juga," ucap Saripah dengan dramatis.
"Iya lagi hahahaha... kenapa ya kita masih mau aja jadi panitia. Padahal gak diiming-imingi imbalan apapun," tanya Pajar semi monolog.
Pertanyaan Pajar sukses membuat semua orang termenung dalam diam. Tatapan yang mereka pancarkan, terlihat abstrak hingga sulit untuk diartikan.
"Gimana ya.. aku sih ngerasanya kaya udah panggilan hati aja hehehe. Kaya ngerasa harus dateng aja ke sini demi bendera merah putih nyampe ke puncak," ucap Shidiq yang disertai dengan kekehan.
"Terus juga ngerasa kaya kalo bukan kita, siapa yang bakal bantu anak-anak sukses. Kaya punya kewajiban buat ngabdi di Paskibra," tambah Chica.
Dari sorot mata yang mereka pancarkan, terlihat jelas seberapa tulusnya mereka melakukan tugas ini. Saripah menyandarkan kepalanya pada bahu Pipih yang ada di sampingnya.
"Meskipun kita sering debat terus berantem, tapi kanpa kalian aku gak bisa bertahan jadi panitia sampe sekarang," ucap Saripah dengan jujur.
"Jadi inget pas aku marahan sama pajar, aku sampe nangis karena saking keselnya. Terus Teh Pipih ngajak aku buat ngobrol berdua, teteh nguatin aku sampe bantu aku buat baikan lagi sama Pajar," kenang Citra yang membuat Pajar tertawa.
Pajar memperbaiki duduknya, lalu ia menatap teman-temannya.
"Konyol pisan sih itu. Aku lagi emosi, terus si Citra ngotot jadinya kita cekcok," ungkap Pajar.
"Asli da, suasana sekre sampe canggung pisan (sekali) pas mereka marahan. Untungnya Pipih gercep akurin mereka" ucap Shidiq yang ikut mengenang kejadian tersebut.
Semua ungkapan yang dikatakan rekan-rekannya tiba-tiba membuat Pipih emosional, kedua manik hitamnya menyiratkan rasa penuh syukur dan haru. Tanpa sengaja Chica menangkap sorot sendu dari sang ketua, lalu dengan cepat Chica berdiri dari duduknya dan langsung memeluk Pipih.Â
"Ihhhhhhhh ibu kenapa nangissss?" Tanya Chica ketika mendekap Pipih.
Tak hanya Chica yang menenangkan sang ketua, kini Saripah dan Citra pun ikut memeluk Pipih. Tangisan Pipih sukses menciptakan sebuah dekapan haru yang penuh makna diantara mereka.
"Aku teh terharu. Kalian semua mau nurut sama aku, kalo aku ngasih saran pasti kalian selalu dengerin," ucap Pipih ketika pelukannya sudah terurai.
"Kita kaya gitu karena Pipih juga sama, mau dengerin pendapat sama saran kita. Pasti gak gampang ngurus panitia sama capas teh, tapi Pipih udah lakuin yang terbaik," ucap Pajar dengan sungguh-sungguh.
"Mana Pipih juga selalu pasang badan, kalo Purna Paskibra lagi marah-marah. Terus selalu ngusahain proposal kita di denger sama pihak Kecamatan, yang susahnya pake pisan (sekali)," tambah Shidiq.
"Teteh juga pasti cape pisan (sekali) ngadepin keluhan panitia. Makasih ya teh," ungkap Saripah yang kembali memeluk Pipih dari samping.
"Ahhhhhhh jangan ngomong gitu, nanti aku nangis lagi," ucap Pipih dengan suara yang mulai bergetar kembali.
Dengan cepat Chica menepuk-nepuk punggung Pipih untuk menenangkannya. Untaian kata pujian yang terucap tulus dari mulut mereka, seketika membuat suasana menjadi penuh haru.
"Gak cuma aku doang kok yang cape, kalian juga sama capenya. Ngurus keperluan anak-anak, ngedidik terus ngelatih juga." Pipih menjeda ucapannya sejenak.
"Makasih ya, udah mau ngeluangin waktunya buat jadi panitia tahun ini. Apalagi buat akang-akang sama teteh-teteh yang udah sibuk sama kuliahnya. Padahal kita semua tau, kalo nanti pengibaran sukses yang dapet apresiasi cuma anak-anak, bukan kita," tambahnya.
"Ya kan itu taglinenya bu. Jika pengibaran sukses, Pasbar yang  akan dicari. Tapi jika gagal, maka panitia yang akan dicari," celetuk Pajar dengan kekehan.
"Nah itu hahahaha...," ucap Pipih disertai tawanya yang renyah.
"Udah ahhh jangan ngomongin ini lagi. Bentar lagi aku mau mimpin anak-anak, gak lucu kalo mata aku bengkak," ucap Citra yang sudah banjir air mata.
"Ayok guys bertahan sampe akhir, kita sukseskan pengibaran tahun ini. Jangan sampe anak-anak nangis karena gagal, kita harus bikin anak-anak bangga sama diri mereka sendiri. Gak papa kita gak dicari, yang penting tujuan kita tercapai," ungkap Pajar dengan serius.
"Bentar duhh.. kenapa ya kalo denger Pajar serius tuh bawaannya pengen ketawa," ucap Chica yang disetujui oleh semuanya.
"Bener ih hahahahaha.." ucap Saripah yang sudah tidak bisa menahan tawanya.
"Boro-boro (jangankan) kalian, aku wae (aja) nu (yang) ngomongnya pengen ngakak." Seketika gelak tawa pecah memenuhi ruangan karena ucapan Pajar.
Tawa dan tangisan penuh makna yang mereka ciptakan, akan menghangatkan hati siapapun bagi yang mendengarkan. Beban ekspektasi yang mereka pikul, rasa letih yang menggoyahkan semangat, dan juga cercaan pendapat yang sering mematahkan harapan, semua itu tersimpan rapat di balik senyum profesional yang mereka tunjukan. Tekad yang agung serta dharma yang kuat, menjadi bekal bagi mereka untuk mengarungi permasalahan yang ada.
Mereka tak peduli jika nantinya mereka tak mendapatkan sorotan, karena yang menjadi tujuan utamanya yaitu membuat sang pemegang tongkat estapet bisa sampai di garis finish dengan penuh kebanggaan. Inilah alasan mengapa semesta memilih mereka, karena semua ini tak akan bisa terjadi jika bukan mereka yang mengenggamnya. Mungkin mereka tak terlihat rupawan, namun mereka adalah pejuang nyata yang menawan.Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H