Stress. Mungkin itu pertama kalinya saya tahu bagaimana rasanya stress. Keringat dingin, tidak nafsu makan, bingung dan segala perasaan buruk bercampur aduk. Malam menjelang acara, usai sholat saya berdoa seperti ini "Ya Allah, tak peduli besok yang hadir media besar, media lokal, media abal-abal, yang penting datangkan 25 orang di dalam ruangan. Amin,"
Syukur Alhamdulillah, 15 menit sebelum acara dimulai, lebih dari separuh kursi di ruangan sudah terisi. Artinya, target kehadiran media tercapai. Kabar baiknya lagi, sebagian besar adalah media mainstream alias media-media yang kompeten dan memang diharapkan kehadirannya. Dari sisi pemberitaanpun hasilnya sangat menggembirakan. Intiya setelah acara selesai, saya sanggup menghabiskan 2 mangkok bakso urat.Â
Saya kemudian mulai berteman dengan teman-teman media yang hadir pada saat itu. Dengan rekan-rekan dari media mainstream, juga rekan-rekan media tear 2 - istilah yang biasanya digunakan untuk media baru, media lokal, media yang belum terkenal atau media yang baru sekali itu terdengar namanya.Â
Pernah ada yang heran, kenapa saya juga mau akrab dengan media yang bukan tear 1. Dia heran dengan saya, saya lebih heran dengan pertanyaannya. Kenapa harus pilih-pilih teman?Â
Alhasil, pada acara-acara media berikutnya, saya tidak pernah melupakan mengundang teman-teman media yang dari tear 2. Ada yang selalu datang, ada yang sesekali datang, ada nggak pernah datang lagi, ada yang bertanya "aman nggak?".
Saat memang ada alokasi khusus untuk transport media, saya akan jawab "aman". Tapi bila memang tidak ada, terkadang teman-teman media tetap datang. Mereka tetap  menulis. Kenapa? karena sesungguhnya, yang dibutuhkan media bukan sekedar amplop. Peristiwa, narasumber, materi serta hubungan yag baik dengan pengundang. Tambahan transport tadi atau uang saku atau perdiem adalah bonus.Â
Kini, saat teknologi semakin berkembang dan dengan semakin mudahnya akses, situs-situs berita online semakin menjamur. Saya pun terkadang mengernyitkan dahi, saat berkenalan dan mereka menyebutkan nama media yang baru sekali itu saya dengar. Kadang namanya mirip-mirip media mainstream, kadang malah terdengar aneh. Tapi tetap saja, saya tidak keberatan memberikan kartu nama dan bertukar no hp.Â
Akhir-akhir ini, saya sering mendengar cerita dari salah satu teman wartawan dari media tear 2. "Kita sering dipandang sebelah mata, selalu dianggap cuma mau dapat goodie bag atau transport, padahal kita datang ke acara karena butuh wawancara narasumber" keluhnya.Â
Tak hanya di acara, bahkan pada saat konfirmasi kehadiran media pun sudah terjadi diskriminasi. Di abaikan, bahkan ada yang menjawab bahwa media tersebut tidak diundang.Â
Oh ya, sedikit info tentang mengundang media untuk teman-teman PR / Media Relations lain atau bahkan untuk bran-bran yang berniat menyelenggarakan acara media: