Cerpen ini telah memenangkan juara 1 Lomba Cipta Karya Sastra Kerinci cabang Menulis Cerita Daerah Kategori Umum pada acara Festival Bahasa dan Sastra Kerinci 2023 yang diadakan oleh Forum Taman Baca Kerinci dan Lentera Muda Kerinci bekerja sama dengan Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Riset dan Teknologi Republik Indonesia.
Nenek Penghuni Gunung
Karya: Febrianiko Satria
Kalau tak salah hitung, sudah berpuluh purnama aku menunggu di sini. Di atas puncak Gunung Tujuh, aku tinggalkan semuanya: keluarga, sahabat hingga kekasih yang aku cinta. Semua ini aku lakukan untuk menebus semua dosaku. Dosa kepada kekasih hati yang tidak mungkin bisa dimaafkan lagi.
***
“Pada zaman dahulu kala hiduplah seorang wanita yang cantik jelita bernama Putri Kecik Bedabung Surai Biye Dilangit, orang-orang memanggilnya Puti Biye. Wanita itu bertunangan dengan seorang laki-laki yang sangat soleh bernama Malin Tembesu. Sayangnya kisah cinta mereka tidak berjalan baik, Putri Biye berselingkuh dengan seorang lelaki bernama Malin Sni. Malin Tembesu marah lalu dikutuklah Putri Biye menjadi hantu penghuni Gunung Tujuh,” jelas kakek.
“Nantan, kenapa wanita itu harus dikutuk sedemikian kejamnya?” tanya anak lelaki itu.
Anak laki-laki yang kritis itu bernama Nurul. Nurul kala itu masih berusia enam tahun. Dia saat itu sedang pergi liburan bersama keluarga ke rumah kakeknya di Kerinci. Sejak kecil Nurul sangat suka mendengar Kunun yang dituturkan Kakek. Tak jarang mereka sering berdiskusi tentang Kunun yang baru kakek tuturkan.
“Karena dia berbuat salah,” jelas kakeknya singkat.
“Tapi tidak seharusnya dia tersiksa seperti itu,” bantah anak laki-laki itu
“Nantan tidak bisa menjelaskannya sekarang. Nantan harap cucung akan mengerti,” jelas kakek.
Setelahnya Nurul hanya terdiam saja. Dia lalu membayangkan seandainya dia bertemu perempuan itu.
***
“Aku menunggumu di puncak Gunung Tujuh, datanglah,” ucap seorang perempuan cantik itu.
Nurul terbangun dari tidurnya, sudah beberapa malam ini dia memimpikan seorang wanita di puncak Gunung Tujuh. Awalnya ia mengira bahwa ini adalah kebetulan saja. Namun karena terlalu sering dia memimpikan itu, dia menjadi gelisah.
“Nantan, Nurul memimpikan bertemu dengan wanita di Gunung Tujuh lagi,” tanya Nurul tiba-tiba.
“Tampaknya kau akan bertemu dengan dia,” jawab kakeknmya pasrah.
“Untuk apa, Nantan?”
“Kau nanti akan tahu sendiri.”
Nurul pasrah saja mendengar perkataan kakeknya itu. Esok hari dia memang akan berangkat mendaki Gunung Tujuh bersama teman-teman Mapalanya. Mungkin disaat itulah dia harus mendapatkan semua jawaban dari mimpi-mimpinya.
Ketika kaki Nurul menginjak pertama kali kaki Gunung Tujuh hatinya berdesir, dia merasa tak enak. Seolah-olah akan ada kejadian buruk menimpa rombongan mereka, tapi Nurul tidak perduli. Dia terus mengikti rombongannya mendaki gunung.
Beberapa jam berlalu, Nurul dan teman-temannya tiba di puncak Gunung Tujuh. Mereka memutuskan untuk menginap di Gunung Tujuh, tujuannya adalah mereka ingin menikmati pesona Danau Gunung Tujuh pada pagi hari. Nurul dan teman-temannya mendirikan tenda untuk menikmati bermalam di gunung.
Nurul tidak bisa memejamkan matanya. Malam itu suasananya sungguh berbeda untuknya. Tak seperti teman-temannya yang lain yang bisa tidur dengan nyenyak, Nurul tidak bisa tidur sama sekali. Berkali-kali dia mencoba berbagai cara untuk tidur, tetapi semua hal yang dilakukan Nurul gagal total. Nurul menyerah dengan ini semua. Dia lalu memutuskan tenda lalu duduk di sekitar tenda.
Samar-samar dia melihat sesosok wanita cantik berbaju putih dengan rambut terurai dari balik pohon. Wanita itu hanya berdiri mematung.
“Siapa kamu?” tanya Nurul.
Sosok wanita itu tidak menjawab Nurul. Nurul berjalan mengejar sosok wanita itu. Wanita itu berjalan kian menjauh. Nurul tidak ingin kehilangan wanita itu. Dia lalu berlari mengejar sosok wanita itu.
Tanpa Nurul sadari, dia sudah berada jauh sekali dari tenda rombongannya. Nurul tiba-tiba sampai di rumah yang besar yang tidak dia kenal. Dihadapannya muncul seorang wanita cantik, berambut panjang, berkulit putih menghampiri Nurul.
“Aku sudah lama menunggumu,” ucap wanita itu.
“Siapa kau? Ini dimana?” tanya Nurul kebingungan
“Aku adalah kekasihmu. Sejatinya rumah ini akan menjadi rumah kita,” jelas wanita itu.
“Kekasih? Sejak kapan?”
“Pelan-pelan saja nanti kau akan ingat sendiri.”
Wanita cantik itu lalu mengelus mesra kepala Nurul. Nurul tiba-tiba pergi ke masa lalu, dia tiba-tiba sudah berada di perkampungan kuno di Kerinci. Tubuhnya ditarik menuju sebuah rumah tua. Di hadapannya, seorang lelaki yang wajahnya mirip Nurul dan seorang pria tua duduk berbincang.
“Saya mohon izin berangkat ke Mekah untuk menunaikan Ibadah Haji,” jelas laki-laki yang mirip Nurul. Ternyata laki-laki itu bernama Malin Tembesu.
“Tak bisakah kau menikah dulu dengan anakku Puti Biye?” tolak lelaki tua yang tak lain adalah ayah Puti Biye.
“Maaf untuk saat ini belum saatnya. Takutnya nanti saya tidak bisa fokus beribadah,” tolak Malin Tembesu dengan sopan.
“Tapi kanda, kenapa kanda hendak buru-buru berangkat ke Mekah meninggalkan dinda sendirian?” tanya Puti Biye penuh khawatir.
“Sabarlah dinda. Akan ada waktunya kita akan bersama,” jelas Malin Tembesu berusaha menenangkan.
Nurul begitu terkejut dengan kejadian yang dia lihat. Dia tidak menyangka kalau sosok Malin Tembesu itu adalah dia di masa lalu, Tiba-tiba saja dia kembali ke rumah besar bersama Puti Biye.
“Kau Puti Biye?” tanya Nurul tidak percaya.
“Aku senang kau kembali mengingatku, Sayang,” ucap Puti Biye.
“Bukankah semua permasalahan kita sudah selesai sejak lama. Sejak kau memutuskan menikah dengan Malin Sni?”
“Kau harus dengarkan aku dulu. Waktu itu aku tidak sengaja mengatakannya. Aku tak sengaja memakan racun yang diberikan Malin Sni kepadaku. Racun itulah yang mengubah diriku hingga aku menjadi membencimu,” jelas Puti Biye.
“Tidak. Aku sudah tidak percaya lagi denganmu. Sudah cukup kau sakiti hatiku. Biarkan aku hidup dengan tenang,” tolak Nurul.
Biye memegang pergelangan tangan Nurul. Dia masih berusaha membujuk Nurul, “Kau tidak mengerti. Betapa tersiksanya batinku disini tanpa dirimu. Aku mohon, maafkanlah kesalahanku di masa lalu,”
“Biye, hubungan cinta kita sejatinya sudah selesai. Tidak perlu kau menunggu ribuan tahun hanya agar aku bisa kembali padamu,” kata Nurul sembari menolak tangan Biye.
Biye lalu berlutut di kaki Nurul. Dia tidak menyangka usahanya menunggu beribu tahun lamanya menjadi sia-sia. Perempuan cantik itu menangis.
“Kau begitu tega menolak cintaku. Sudah sangat lama aku menunggu kedatanganmu. Apakah tidak sedikitpun tersisa cintamu di masa lalu?” tanya Biye sembari terisak.
Nurul terdiam. Dia tidak bisa berkata apa-apa lagi. Pikirannya melayang mengingat saat-saat bahagia yang dia habiskan bersama Biye.
Jambi, 22 Juni 2019—7 September 2023
Catatan:
- Cerpen ini diadaptasi dari cerita rakyat Malin Tembesu dan Nenek Kuning yang berasal dari Kerinci.
- Nantan adalah sebutan untuk Kakek di Kerinci.
- Cucung adalah sebutan untuk cucu di Kerinci.
- Kunun adalah sebutan untuk tradisi lisan mendongeng yang ada di Kerinci
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H