Mohon tunggu...
Niko Lesmana
Niko Lesmana Mohon Tunggu... -

"tugasku, menertawakan dunia..."

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Angkringan Parmin

24 Mei 2011   17:02 Diperbarui: 26 Juni 2015   05:16 99
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“jangan ander estimet begitu mas Ucup, mungkin saja rejeki yang Gusti Allah titipkan sama mereka itu di buat untuk beramal yang lain, yang lebih penting, ngasih makan tetangga yang kelaparan atau saudara yang lebih belangsak… masjid bisa menunggu, wong nggak lucu toh yen masjid megah tapi saudara masih lapar… yen ngono masih sanggup kita datang ke masjid terus minta tambah rejeki lagi sama Gusti Allah?”

“Monggo loh pak Muh, di sambi tempe gembusnya…” Ucup nyengir…

Atau pembicaraan diselingi sama kasak-kusuk ngomongin Polisi Pamong Praja yang ngobrak-abrik tempat mangkal para pramunikmat Pasar Kembang.

“Memang sudah tepat sarkem itu di bersihkan, biar semua pelanggannya kembali berakhlak” Kipli sang mahasiswa berapi-api. Nama sebenarnya sih Zulkifli.

“Apa kamu bisa jamin pli kalau sudah di obrak-abrik, semuanya jadi berakhlak?”

“Ya setidaknya mengurangi sumber virus pak De”

“Walah, mosok sama saudara sendiri di bilang virus”

“Nah fungsinya saudara kan untuk saling ingat mengingatkan toh pak De”

“Itu saya paham, tapi jangan lupa jalan keluarnya juga harus ada, mosok wis pada ditendangi tapi nggak ada masukan harus ngerjain apa”

“Banyak kerjaan di dunia ini pak De yang lebih bermartabat ketimbang jadi keple, dagang sembako kek, tani kek, bikin jahitan kek atau kalo mau lebih keren jadi TKW, biar disiksa misalnya tapi lebih bermartabat”

“Sopo sing nggak kepengen punya kerjaan bermartabat toh pli? Poyo mereka itu ada cita-cita pengen jadi keple? Semua sudah diatur sama Gusti Allah, kamu yakin kan kalau Gusti Allah mengatur semuanya? Termasuk mereka jadi keple… tapi karena diberi otak untuk berpikir jadi seharusnya mereka tidak selamanya jadi keple, itu pasti sudah mereka pikirkan, jadi nggak usah pakai diobrak-abrik kayak kirik, wong itu juga saudara sendiri kok, harus berebut makanan karena jatah yang seharusnya mereka punya sudah diserobot demit”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun