Mohon tunggu...
Nikolas Mauladitiantoro
Nikolas Mauladitiantoro Mohon Tunggu... Lainnya - hanya manusia biasa yang tak luput dari kesalahan

Seorang introvert pecinta kuliner dan terkadang mengamati permasalahan yang ada di Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Di Balik Layar dan Deretan Masalah Menuju Cita-cita 1 Juta Barel

2 November 2022   15:40 Diperbarui: 2 November 2022   18:40 135
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada tahun 2030 mendatang, Indonesia memiliki impian untuk bisa memproduksi 1 juta barel minyak per harinya. Namun, bagai meremas jantung, banyak pihak pesimis atas cita-cita tersebut. Terlebih dalam 5 tahun terakhir, produksi siap jual/lifting minyak terus meluncur turun! Melansir berbagai sumber, pada 2015 lifting minyak sempat naik 779.000 barel per hari, 829.000 barel per hari di tahun 2016. Akan tetapi merosot pada tahun 2017 menjadi 804.000 dan di 2021 melorot ke 660.000 barel per hari.

Per September 2022, lifting minyak hanya mencapai 610.100 barel per hari. Sejumlah kalangan pun akhirnya memprediksi cita-cita 1 juta barel sulit tercapai jika kondisi perminyakan terus merosot tajam. 

Apakah kondisi perminyakan kita menuju 'putus napas' pada akhirnya? Kamu sudah mengetahui hal ini belum? Apa yang kemudian menjadi masalah hingga 1 juta barel sulit tercapai dan lifting terus menurun? Mengapa, mengapa, dan mengapa bisa terjadi? 

Mari kita lihat beberapa poin di bawah. Semoga kamu mendapatkan jawabannya.

1. Problem Lapangan dan Usia Sumur yang Sudah Melewati Masanya

SKK Migas menjelaskan, lifting terjadi karena problem lapangan yakni longsor di wilayah kerja ExxonMobil Cepu Ltd tepatnya di Bojonegoro, Jawa Timur. Hal ini mengakibatkan pipa minyak tidak layak dijalankan. Ketika tidak dapat berjalan dengan layak, tentu kamu mengetahui akibatnya, kan?

Kepala SKK Migas, Dwi Soetjipto, mengamini kendala dalam mewujudkan cita-cita 1 juta barel tersebut. Adanya unplanned shutdown, fasilitas di beberapa Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dan penurunan produksi alamiah adalah alasannya. 

Selain itu, berbagai sumur minyak yang dioperasikan di Indonesia usianya sudah melewati masanya yakni tidak dapat berproduksi. Malang tak dapat ditolak, mujur tak dapat diraih, kenyataan tersebut tidak dibarengi dengan kemampuan pemerintah Indonesia untuk menemukan cadangan baru selayaknya Blok Cepu era 2000-an. Jika cadangan baru belum ditemukan, apa yang akan terjadi selanjutnya, ya?

2. Iklim Penanaman Modal Carut Marut

Insentif fiskal dan nonfiskal juga menjadi masalah di bidang hulu minyak dan gas. Iklim investasi di Indonesia dinilai masih acak kadut di mata penanam modal karena beberapa hal yang disebabkan oleh kita sendiri. Ya, seperti perizinan yang tumpang tindih dan birokrasi berbelit, membuat penanam modal jengah dengan cara model berbisnis seperti ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun