Ketika kamu bermain gim simulator sebuah bisnis, tentu ada peran serta regulasi dalam permainan. Kamu sebagai investor atau pebisnis akan menanamkan modal pada sebuah negara dalam bentuk bisnis. Semakin tinggi level sebuah gim, tentu akan sukar pula tantangannya.
Namun, karena kamu jengah akan sistem yang ruwet dari gim tersebut, sebagai pemain (red: pebisnis atau investor), kamu berhak restart ulang permainanmu. Sayangnya, ini semua hanya reka adegan pada sebuah gim, bukan berbisnis di dunia nyata. Jika di dunia nyata, bisa boncos!
Berbicara mengenai berbisnis, laju perekonomian sebuah negara sampai saat ini tak lepas dari harmonisasi regulator dengan pengusaha melalui sektor usaha yang digeluti. Oleh sebab itu, pengusaha dengan regulator diharapkan dapat berjalan harmonis layaknya sepasang suami istri yang berumah tangga.Â
Antar keduanya, dibutuhkan kerja sama dan harmonisasi yang baik dan adil, serta menyediakan aturan-aturan yang paling baik untuk keduanya agar semua maju. Sesederhana ini, keharmonisan jangan sampai bertepuk sebelah tangan dan kata "kita" harus selalu menjadi prioritas.Â
Ketika "kita" diutamakan, maka sinergi antara pelaku usaha, ekonomi, dan regulator dapat mengakselerasi roda perekonomian negara. Apalagi seluruh negara di dunia sedang berjuang dari krisis pasca pandemik COVID-19, perang Rusia-Ukraina, hingga tensi yang memanas antara Tiongkok-Taiwan.Â
Menurut Mohamad Khusaini dalam buku Ekonomi Publik (2019:17), terdapat tiga peran regulator dalam perekonomian suatu negara, salah satunya adalah peran stabilisasi.Â
Peran stabilisasi di sini adalah regulator berfungsi untuk menciptakan kestabilan di bidang ekonomi, sosial politik, hukum, pertahanan, dan keamanan. Stabilisasi dapat disebut pula sebagai peran regulasi atau regulator. Sebagai regulator, suatu entitas berperan penting dalam mengatur serta mengendalikan kegiatan perekonomian yang bermuara pada perumusan kebijakan ekonomi negara tersebut.
Semua kerja sama yang harmonis tersebut bertujuan untuk menuju satu muara; sukses 'bersama' menuju mimpi yang diinginkan. Pebisnis dengan keberlangsungan usahanya, sedangkan regulator dengan pendapatan untuk memajukan negara. Apalagi jika investasi yang diterima dalam bentuk foreign direct investment alias investasi asing.
Dilansir laman The Balance, terdapat tiga manfaat dari investasi asing, (1) pertumbuhan ekonomi, negara yang mendapatkan investasi asing akan mengalami pertumbuhan ekonomi dengan terbukanya pasar global, hal ini banyak terjadi di negara berkembang, (2) terbukanya lapangan kerja, sebagian besar investasi asing dirancang untuk menciptakan perusahaan baru di sebuah negara yang otomatis menciptakan lapangan pekerjaan baru dengan upah tinggi, dan (3) transfer teknologi, investasi asing sering kali membawa teknologi dan keahlian mutakhir di negara-negara berkembang tempat investasi asing ditanamkan.Â
Sayangnya, fakta di lapangan tak semulus itu. Terkadang, ada salah satu pihak yang tidak diuntungkan. Seperti hubungan suami istri, tak selamanya baik. Namun, selayaknya kehidupan bersosialisasi, manusia harus berkomunikasi dan duduk bersama untuk mengetahui seluk-beluk yang sedang dihadapi serta mendapatkan solusi.
Jangan sampai hubungan berbisnis ini menimbulkan anxiety dan trust issue bagi salah satu pihak, terlebih bagi pebisnis yang menanamkan modalnya di suatu negara. Apalagi regulasi yang diciptakan oleh regulator hobi berubah-ubah. Apakah ini dipastikan tidak akan menimbulkan panic attack bagi pebisnis?
Ketika pengusaha mengalami anxiety dan trust issue, bahkan panic attack terhadap sang regulator, tentu mereka akan pikir dua kali; berbisnis di negara ini apakah keputusan terbaik yang saya lakukan? Apakah nanti saya dapat bantuan dari si regulator ketika ada hambatan? Bulan ini regulasi sudah berubah, bulan depan ada regulasi apa lagi, nih? Apakah sang regulator akan berubah-ubah lagi, lalu bagaimana nasib bisnisku?, serta berbagai pemikiran yang bikin otak 'empot-empotan' dan berujung pada keresahan berlebih. Pebisnis juga manusia, selayaknya masyarakat sipil, punya keraguan dan keresahan.
Jika regulasi terus berubah, timbul kekhawatiran bahwa nantinya pengusaha bakalan pamit undur diri dari sebuah negara dan tak menanamkan modalnya. Ini akan jadi preseden buruk dalam harmonisasi pebisnis dengan regulator. Pebisnis akan merasa 'dipermainkan' oleh regulator yang telah berjanji di awal untuk berkongsi bersama.Â
Bukankah sebuah bisnis adalah perihal krusial yang menyangkut kepentingan banyak orang? Mulai dari regulator si pemberi kebijakan, pebisnis yang menanamkan modal dan menjalankan roda ekonomi, serta deretan pekerja yang menjadi penggerak roda ekonomi?Â
Beda cerita jika semua yang dijalankan tadi hanyalah sebuah gim simulator. Kesalahan dan fatal error wajar dilakukan, gim bisa dimulai dari awal. Namun jika ini bisnis di dunia nyata, tentu semuanya tak bisa restart dari awal. Jadi, berhenti bermain-main, seriuslah dalam berbisnis!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H