Jangan sampai hubungan berbisnis ini menimbulkan anxiety dan trust issue bagi salah satu pihak, terlebih bagi pebisnis yang menanamkan modalnya di suatu negara. Apalagi regulasi yang diciptakan oleh regulator hobi berubah-ubah. Apakah ini dipastikan tidak akan menimbulkan panic attack bagi pebisnis?
Ketika pengusaha mengalami anxiety dan trust issue, bahkan panic attack terhadap sang regulator, tentu mereka akan pikir dua kali; berbisnis di negara ini apakah keputusan terbaik yang saya lakukan? Apakah nanti saya dapat bantuan dari si regulator ketika ada hambatan? Bulan ini regulasi sudah berubah, bulan depan ada regulasi apa lagi, nih? Apakah sang regulator akan berubah-ubah lagi, lalu bagaimana nasib bisnisku?, serta berbagai pemikiran yang bikin otak 'empot-empotan' dan berujung pada keresahan berlebih. Pebisnis juga manusia, selayaknya masyarakat sipil, punya keraguan dan keresahan.
Jika regulasi terus berubah, timbul kekhawatiran bahwa nantinya pengusaha bakalan pamit undur diri dari sebuah negara dan tak menanamkan modalnya. Ini akan jadi preseden buruk dalam harmonisasi pebisnis dengan regulator. Pebisnis akan merasa 'dipermainkan' oleh regulator yang telah berjanji di awal untuk berkongsi bersama.Â
Bukankah sebuah bisnis adalah perihal krusial yang menyangkut kepentingan banyak orang? Mulai dari regulator si pemberi kebijakan, pebisnis yang menanamkan modal dan menjalankan roda ekonomi, serta deretan pekerja yang menjadi penggerak roda ekonomi?Â
Beda cerita jika semua yang dijalankan tadi hanyalah sebuah gim simulator. Kesalahan dan fatal error wajar dilakukan, gim bisa dimulai dari awal. Namun jika ini bisnis di dunia nyata, tentu semuanya tak bisa restart dari awal. Jadi, berhenti bermain-main, seriuslah dalam berbisnis!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H