Misalkan harga nikel jatuh merosot di nilai yang tidak ekonomis atau jauh dari nilai produk yang dihasilkan smelter, maka ini merupakan risiko yang besar! Kira-kira, bagai jatuh tertimpa tangga, lah. Sudah nggak dapat 'uluran kasih' dari pemerintah, eh malah terkena beban pajak, progresif pula!
Bahkan dengan adanya pajak progresif juga, tidak hanya persoalan ekspor saja, perusahaan pertambangan yang terintegrasi dengan pabrik smelter akan dikenakan royalti untuk produk akhir yang dihasilkannya, diluar dari pajak pendapatan badan dan pajak karyawan. Makin pusing nggak tuh!
Kepusingan para penanam modal ternyata tak hanya berhenti di situ saja. Selain kebijakan progresif untuk ekspor nikel, pemerintah juga memutuskan untuk menghapus tax holiday.Â
Artinya, sudah tak ada lagi fasilitas bebas pajak untuk periode tertentu bagi kawan kawan penanam modal yang berminat menjajaki penanaman modal di sektor smelter NPI dan feronikel Indonesia.
Terlebih, hal ini diberlakukan kala para penanam modal sudah berinvestasi besar-besaran. FYI, capaian realisasi penanaman modal Indonesia di kuartal II/2022 mencapai Rp302,2 triliun. \
Makanya, kebijakan-kebijakan ini juga bisa disebut 'perangkap goblin'.
Padahal, keuntungan dari moncernya sektor pertambangan yang bisa berdaya saing dengan produk-produk ber-value added, ujungnya juga akan dirasakan negara melalui kontribusi terhadap PDB maupun capaian realisasi investasi hingga akhirnya berdampak pada pertumbuhan ekonomi Indonesia
Tapi semua itu bisa saja hanya angan, jika pemerintah terus menerus menyusahkan sohib saya dan rekan-rekan seperjuangannya di sektor bisnis. Sekali lagi, ini hanya sebatas asumsi saya yang tak seberapa pantas ini.
Sohib saya dan rekan-rekannya bisa saja merasa gerah karena iklim penanaman modal tidak senyaman yang terlihat di awal dan akhirnya mencabut modalnya di Indonesia.Â
Belum lagi, zaman sekarang, berita cepat menyebar. Para calon penanam modal yang tadinya tertarik menanamkan modalnya di Indonesia bisa 'mundur seribu langkah'.
Kalau begini, apakah pemerintah mau bertanggung jawab, atau pemerintah sebenarnya sudah siap untuk mandiri tanpa peran besar para penanam modal yang mendatangkan tak hanya pundi triliunan rupiah ke kas investasi negara, namun juga knowledge dan technology yang bisa mengembangkan sektor industri Indonesia?