Mohon tunggu...
Nikodemus Yudho Sulistyo
Nikodemus Yudho Sulistyo Mohon Tunggu... Dosen - Menulis memberikan saya ruang untuk berdiskusi pada diri sendiri.

Saya bergabung di Kompasiana sekedar untuk berbagi mengenai beragam hal. Saya menyenangi semua yang berhubungan dengan bahasa, sosial, budaya dan filosofi. Untuk konten yang berhubungan dengan kritik sastra, dapat juga ditonton di kanal YouTube saya yang bisa diklik di link profil.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mengapa Selalu Finlandia? Sebuah Tinjauan Fenomena Referensi Sistem Edukasi Terbaik Dunia

22 Agustus 2023   12:16 Diperbarui: 23 Agustus 2023   09:09 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tentu, dari sini saja sudah katahuan bahwa masyarakat Indonesia langsung merinding, dan mengkerut membayangkan budaya belajar yang luar biasa, bahkan cenderung mengerikan ini. 

Hasilnya, walau Korea Selatan tercatat sebagai salah satu negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia, kita cenderung tidak acuh karena merasa tidak mampu untuk mengikuti sistem tersebut. Berkebalikan dengan Finlandia yang bahkan tidak memberikan pekerjaan rumah, serta tidak berorientasi pada ujian serta nilai.

Lalu, bagaimana dengan Jepang? Sama saja. Murid-murid diajarkan disiplin dan rasa hormat yang tinggi sejak dari keluarga. Orang tua siswa memberikan dukungan penuh pada pendidikan, termasuk kepada sekolah, guru dan sistem pendidikan itu sendiri. Itu sebabnya, siswa belajar dengan tekun, mengerjakan tugas tepat waktu sehingga akhirnya berhasil di kehidupan pekerjaan dan karir.

Tidak hanya Korea Selatan dan Jepang, Tiongkok dan Singapura juga dikenal sebagai negara dengan sistem pendidikan yang bagus, etos kerja yang luar biasa, serta kemajuan pesat dalam bidang teknologi dan ekonominya. Lagi-lagi, ketika berhubungan dengan etos kerja dan disiplin, kita cenderung menghindar.

Bukankah ini sebenarnya bentuk dari cherry picking, alias tebang pilih saja? Kita yang melihat bahwa sistem pendidikan di Indonesia lebih didominasi oleh tugas, ujian dan otoritas guru kemudian merasa jengah. Jangan-jangan kita malas belajar saja, sehingga pilihan Finlandia adalah yang paling tepat. Tidak ada tugas, tidak ada ujian, siswa boleh memilih mata pelajaran apapun yang sesuai keinginan mereka.

Padahal, Finlandia memiliki sistem pendidikan semacam itu juga dilandasi oleh banyak faktor.

Dahulu, pendidikan di Finlandia melalui institusi swasta. Sekarang, semua guru dibayar melalui dibayar melalui program pemerintah. Guru-guru menjadi sangat dihormati, terlatih dengan baik, dan bebas menggunakan metode pengajaran mereka. Tidak ada lagi tes terstandarisasi. Yang lebih hebat, orang tua, baik kaya maupun miskin, bisa menyekolahkan anak mereka ke sekolah-sekolah yang bagus. Ini karena Finlandia meminjam sistem pendidika baik dari kapitalisme maupun sosialisme. Pemerintah membayarkan biaya pendidikan ini dari sistem pajak, sehingga masyarakat mendapatkan pendidikan yang sama, kaya ataupun miskin (Sumber).

Dari sini saja, kita sudah paham bahwa sebuah sistem pendidikan yang baik juga melibatkan dukungan dari sistem politik, ekonomi, bahkan sosial dan budaya masyarakat dan pemerintahnya. Mustahil memiliki sistem pendidikan seperti Finlandia di Indonesia bila pajak orang kaya dibagi rata untuk rakyat miskin. Malah, jangan-jangan negeri ini dituduh komunis. Belum lagi tingkat korupsi yang tinggi.

Finlandia bukan satu-satunya negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia. Kita juga masalahnya tidak mau berpaling ke Korea Selatan, Jepang, Tiongkok atau Singapura dengan alasan disiplin dan etos kerja.

Alangkah baiknya memang mengambil apa yang baik dari setiap sistem pendidikan terbaik di dunia, tetapi bila mengambil yang 'mudah' dan sederhana saja, tidak akan ada perkembangan yang baik dalam sistem pendidikan Indonesia.

Di Jepang, para murid ditekankan untuk bersikap hormat terhadap guru mereka. Ini adalah bagian dari budaya yang juga turut membantu sikap disiplin dan etos kerja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun