Mohon tunggu...
Nikodemus Yudho Sulistyo
Nikodemus Yudho Sulistyo Mohon Tunggu... Dosen - Menulis memberikan saya ruang untuk berdiskusi pada diri sendiri.

Saya bergabung di Kompasiana sekedar untuk berbagi mengenai beragam hal. Saya menyenangi semua yang berhubungan dengan bahasa, sosial, budaya dan filosofi. Untuk konten yang berhubungan dengan kritik sastra, dapat juga ditonton di kanal YouTube saya yang bisa diklik di link profil.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Mengapa Selalu Finlandia? Sebuah Tinjauan Fenomena Referensi Sistem Edukasi Terbaik Dunia

22 Agustus 2023   12:16 Diperbarui: 23 Agustus 2023   09:09 679
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pendidikan di Finlandia (Freepik)

Finlandia adalah sebuah negara yang dikenal sebagai salah satu negara dengan kualitas sistem pendidikan terbaik di dunia. Ini ditunjukkan dengan ranking pertama dunia oleh media the Economist dalam index masa depan-nya (Sumber). 

Di berbagai sumber juga ditunjukkan bahwa Finlandia masuk dalam tiga besar rangking negara-negara yang memiliki lulusan kampus dengan performa terbaik di dunia, salah satunya adalah dari OECD atau Organisation for Economic Co-operation and Development.

Memang, selama ini negara-negara Skandinavia selain Finlandia seperti Denmark, Swedia hingga Norwegia dikenal memiliki sistem pendidikan terbaik di dunia. Ada banyak alasan yang membuat negara-negara tersebut didaulat sebagai pemiliki budaya pendidikan yang menjadi referensi dunia. Di Finlandia misalnya, pendidikan berfokus pada siswa serta pembelajaran individual sehingga setiap siswa memiliki kemampuan berpikir yang unggul dengan karateristik masing-masing (Sumber).

Tidak hanya dikenal sebagai negara paling bahagia di dunia, Finlandia juga mampu berfokus pada kesejahteraan siswa, kesempatan yang sama serta pembelajaran individual. Jadi, hanya ada sedikit saja penekanan pada ujian standar. Sedangkan guru memiliki otonomi yang signifikan di dalam kelas.

Pendidikan usia dini di Finlandia lebih mengenai interaksi sosial dan bermain yang mempromosikan kesenangan pembelajaran, bukan pada materi pelajarannya itu sendiri. Sedangkan sekolah kejuruannya adalah bagian dari pembelajaran yang berkelanjutan serta memiliki kerjasama yang dekat dengan industri. 

Tidak hanya itu saja, pendidikan di Finlandia menekankan pada kompetensi yang luas, jalur Pendidikan yang fleksibel serta pembelajaran yang berbasis karir atau pekerjaan. Itu sebabnya, lulusan pendidikan di Finlandia pasti dijamin masa depannya karena institusi pendidikan dan perusahaan berani bekerja dengan rekanan internasional dalam bidang pendidikan untuk berbagi apa yang mereka ketahui dan berkolaborasi dalam hal inovasi-inovasi pembelajaran (Sumber).

Tidak heran, Finlandia selalu muncul dalam beragam diskusi dan pembahasan dalam bidang sistem pendidikan Indonesia sebagai referensi atau rujukan. Masih banyak alasan lain yang membuat banyak tokoh, artikel bahkan penelitian yang menempatkan bagaimana pendidikan di Indonesia seharusnya dilaksanakan. Kerap kali pula ini sebagai betuk kritik terhadap sistem pendidikan Indonesia yang dianggap masih memiliki banyak sekali kekurangan dan sepertinya bingung untuk mendapatkan bentuk yang pas.

Sama memahami fenomena Finlandia sebagai negara rujukan dalam sistem pendidikan ini. Namun, ada beberapa hal yang menggelitik di dalam pikiran saya dan meminta untuk sebuah pembahasan.

Sumber Gambar: img.fruugo.com
Sumber Gambar: img.fruugo.com

Saya membaca sebuah artikel yang membahas mengenai peringkat yang dibuat oleh New Jersey Educational Development (NJ MED) tahun 2023, dimana Denmark kali ini yang berhasil menempati urutan pertama dengan sistem pendidikan terbaik di dunia. Menyusul di peringkat kedua adalah Korea Selatan dan ketiga adalah Belanda.

Selain itu ada pula World Top 20 Education Poll dari Worldtop 20.org yang selalu melakukan poll rutin terkait peringkat 20 sistem pendidikan di dunia dari 209 negara. 

Pengukurannya berdasarkan pada lima tingkat pendidikan, yakni tingkat pendaftaran sekolah usia dini, tingkat penyelesaian Sekolah Dasar, tingkat peneyelesaian Sekolah Menengah, tingkat kelulusan SMA, dan tingkat Kelulusan Perguruan Tinggi, termasuk tingkat pengukuran dari nilai Matematika, Sains dan kemampuan membaca di tingkat dasar dan menengah.

Tahun 2023 ini, peringkat pendidikan 20 besar adalah Denmark, Korea Selatan, Belanda, Jerman, Swedia, Finlandia, Slovenia, Prancis, Belgia, Australia, Islandia, Jepang, Inggris, Norwegia, Kanada, Spanyol, Israel, Rusia dan Polandia (Sumber).

Peringkat ini membuat saya bertanya-tanya, mengapa pembahasan mengenai sistem pendidikan terbaik lebih banyak menggunakan Finlandia sebagai rujukan utamanya? Padahal, Finlandia tidak selalu menempati urutan pertama? Meski negara-negara lain yang masih masuk ke dalam peringkat atau rangking terbesar juga berasal dari negara-negara Skandinavia atai Nordik, tetapi juga ada negara-negara Asia. Bahkan merujuk pada dua polling terbaru, Korea Selatan berada di peringkat kedua. Begitu juga Jepang yang masuk ke dalam peringkat 20 terbaik.

Mengapa jarang, atau hampir tidak ada yang membahas sistem pendidikan Korea Selatan ketika merujuk dan membandingkan sistem pendidikan Indonesia?

Kita tahu bahwa Korea Selatan dan Jepang adalah dua negara Asia raksasa yang memiliki kemajuan luar biasa dalam bidang teknologi, serta memiliki sumber daya manusia yang tinggi dan ekonomi yang kuat. Maka, sistem pendidikan mereka tentu menunjang kemajuan tersebut.

Hanya saja, ketika mendengar Korea Selatan, kita cenderung tidak mengacuhkan dan kembali ke Finlandia. Atau paling buruk, pembahasan akan bergulir ke negara-negara seperti Australia atau Inggris.

Mengapa Korea Selatan atau Jepang sepertinya dijauhi dari diskusi?

Jawabannya sederhana, karena kita tidak suka.

Dilansir dari India Times (Sumber), Korea Selatan memiliki banyak sekali siswa dengan tingkat pencapaian tinggi (high-achieving students) karena sistem pendidikan yang sangat menuntut. Pelajar menghabiskan waktu sebagian besar di sekolah untuk belajar (sekitar 12-16 jam per hari), dan guru-gurunya hanya berfokus pada pencapaian nilai yang baik. Kurikulumnya pun sangat berfokus pada tes atau ujian.

Banyak pula artikel yang menjelaskan bahwa pelajar-pelajar Korea Selatan harus mati-matian belajar agar dapat masuk ke dalam Perguruan Tinggi favorit dan terbaik di negeri mereka. ini mengakibatkan budaya disiplin, ketat dan keras dalam belajar dan mendapatkan nilai yang tinggi.

Tuntutan yang sangat tinggi ini mengakibatkan banyak siswa stres dan mengganggu kesehatan mental mereka. Tingkat pendidikan yang tinggi ini memang membuat peningkatan ekonomi yang luar biasa di Korea, tetapi sebaliknya juga meningkatkan tingkat bunuh diri remaja. Bagaimana tidak, bahkan ekstrakulikuler sekolah juga harus berhubungan dengan pelajaran. Mereka percaya bahwa pendidikan yang baik sangatlah mutlak demi kesuksesan di dalam hidup.

Tentu, dari sini saja sudah katahuan bahwa masyarakat Indonesia langsung merinding, dan mengkerut membayangkan budaya belajar yang luar biasa, bahkan cenderung mengerikan ini. 

Hasilnya, walau Korea Selatan tercatat sebagai salah satu negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia, kita cenderung tidak acuh karena merasa tidak mampu untuk mengikuti sistem tersebut. Berkebalikan dengan Finlandia yang bahkan tidak memberikan pekerjaan rumah, serta tidak berorientasi pada ujian serta nilai.

Lalu, bagaimana dengan Jepang? Sama saja. Murid-murid diajarkan disiplin dan rasa hormat yang tinggi sejak dari keluarga. Orang tua siswa memberikan dukungan penuh pada pendidikan, termasuk kepada sekolah, guru dan sistem pendidikan itu sendiri. Itu sebabnya, siswa belajar dengan tekun, mengerjakan tugas tepat waktu sehingga akhirnya berhasil di kehidupan pekerjaan dan karir.

Tidak hanya Korea Selatan dan Jepang, Tiongkok dan Singapura juga dikenal sebagai negara dengan sistem pendidikan yang bagus, etos kerja yang luar biasa, serta kemajuan pesat dalam bidang teknologi dan ekonominya. Lagi-lagi, ketika berhubungan dengan etos kerja dan disiplin, kita cenderung menghindar.

Bukankah ini sebenarnya bentuk dari cherry picking, alias tebang pilih saja? Kita yang melihat bahwa sistem pendidikan di Indonesia lebih didominasi oleh tugas, ujian dan otoritas guru kemudian merasa jengah. Jangan-jangan kita malas belajar saja, sehingga pilihan Finlandia adalah yang paling tepat. Tidak ada tugas, tidak ada ujian, siswa boleh memilih mata pelajaran apapun yang sesuai keinginan mereka.

Padahal, Finlandia memiliki sistem pendidikan semacam itu juga dilandasi oleh banyak faktor.

Dahulu, pendidikan di Finlandia melalui institusi swasta. Sekarang, semua guru dibayar melalui dibayar melalui program pemerintah. Guru-guru menjadi sangat dihormati, terlatih dengan baik, dan bebas menggunakan metode pengajaran mereka. Tidak ada lagi tes terstandarisasi. Yang lebih hebat, orang tua, baik kaya maupun miskin, bisa menyekolahkan anak mereka ke sekolah-sekolah yang bagus. Ini karena Finlandia meminjam sistem pendidika baik dari kapitalisme maupun sosialisme. Pemerintah membayarkan biaya pendidikan ini dari sistem pajak, sehingga masyarakat mendapatkan pendidikan yang sama, kaya ataupun miskin (Sumber).

Dari sini saja, kita sudah paham bahwa sebuah sistem pendidikan yang baik juga melibatkan dukungan dari sistem politik, ekonomi, bahkan sosial dan budaya masyarakat dan pemerintahnya. Mustahil memiliki sistem pendidikan seperti Finlandia di Indonesia bila pajak orang kaya dibagi rata untuk rakyat miskin. Malah, jangan-jangan negeri ini dituduh komunis. Belum lagi tingkat korupsi yang tinggi.

Finlandia bukan satu-satunya negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia. Kita juga masalahnya tidak mau berpaling ke Korea Selatan, Jepang, Tiongkok atau Singapura dengan alasan disiplin dan etos kerja.

Alangkah baiknya memang mengambil apa yang baik dari setiap sistem pendidikan terbaik di dunia, tetapi bila mengambil yang 'mudah' dan sederhana saja, tidak akan ada perkembangan yang baik dalam sistem pendidikan Indonesia.

Di Jepang, para murid ditekankan untuk bersikap hormat terhadap guru mereka. Ini adalah bagian dari budaya yang juga turut membantu sikap disiplin dan etos kerja. 

Di Indonesia, penekanan kepada sikap hormat, sopan santun dan tata krama juga sesungguhnya telah menjadi bagian tak terlepas dari budaya dan ideologi Pancasila. 

Berangkat dari hal ini, menurut saya, Indonesia cukup menggali lebih dalam nilai-nilai budaya bangsa, ideologi Pancasila, dengan tetap mengedepankan perkembangan dunia tanpa meninggalkan identitas bangsa.

Pekerjaan rumah, tugas dan ujian bukanlah hal yang salah dan patut dihindari. Selain Finlandia, semua negara dengan tingkat sistem pendidikan terbaik di dunia pun tetap mengukur kemampuan siswa dengan ujian. 

Alangkah anehnya bila hanya karena kurangnya usaha dan semangat dalam mencapai 'prestasi', kita menempatkan Finlandia sebagai satu-satunya contoh dan referensi sistem dan budaya pendidikan terbaik. 

Bila mau adil, harusnya kita juga sekalian membuka diri pada kerja keras dan determinasi gila-gilaan dari negara-negara Asia Timur seperti Jepang, Korea Selatan dan Tiongkok sekalian, bukannya menghindari pembahasan tentang pendidikan di negara-negara tersebut dengan alasan tidak bisa mencotohnya. Mungkin lebih tepatnya karena kita tidak mampu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun