Pengukurannya berdasarkan pada lima tingkat pendidikan, yakni tingkat pendaftaran sekolah usia dini, tingkat penyelesaian Sekolah Dasar, tingkat peneyelesaian Sekolah Menengah, tingkat kelulusan SMA, dan tingkat Kelulusan Perguruan Tinggi, termasuk tingkat pengukuran dari nilai Matematika, Sains dan kemampuan membaca di tingkat dasar dan menengah.
Tahun 2023 ini, peringkat pendidikan 20 besar adalah Denmark, Korea Selatan, Belanda, Jerman, Swedia, Finlandia, Slovenia, Prancis, Belgia, Australia, Islandia, Jepang, Inggris, Norwegia, Kanada, Spanyol, Israel, Rusia dan Polandia (Sumber).
Peringkat ini membuat saya bertanya-tanya, mengapa pembahasan mengenai sistem pendidikan terbaik lebih banyak menggunakan Finlandia sebagai rujukan utamanya? Padahal, Finlandia tidak selalu menempati urutan pertama? Meski negara-negara lain yang masih masuk ke dalam peringkat atau rangking terbesar juga berasal dari negara-negara Skandinavia atai Nordik, tetapi juga ada negara-negara Asia. Bahkan merujuk pada dua polling terbaru, Korea Selatan berada di peringkat kedua. Begitu juga Jepang yang masuk ke dalam peringkat 20 terbaik.
Mengapa jarang, atau hampir tidak ada yang membahas sistem pendidikan Korea Selatan ketika merujuk dan membandingkan sistem pendidikan Indonesia?
Kita tahu bahwa Korea Selatan dan Jepang adalah dua negara Asia raksasa yang memiliki kemajuan luar biasa dalam bidang teknologi, serta memiliki sumber daya manusia yang tinggi dan ekonomi yang kuat. Maka, sistem pendidikan mereka tentu menunjang kemajuan tersebut.
Hanya saja, ketika mendengar Korea Selatan, kita cenderung tidak mengacuhkan dan kembali ke Finlandia. Atau paling buruk, pembahasan akan bergulir ke negara-negara seperti Australia atau Inggris.
Mengapa Korea Selatan atau Jepang sepertinya dijauhi dari diskusi?
Jawabannya sederhana, karena kita tidak suka.
Dilansir dari India Times (Sumber), Korea Selatan memiliki banyak sekali siswa dengan tingkat pencapaian tinggi (high-achieving students) karena sistem pendidikan yang sangat menuntut. Pelajar menghabiskan waktu sebagian besar di sekolah untuk belajar (sekitar 12-16 jam per hari), dan guru-gurunya hanya berfokus pada pencapaian nilai yang baik. Kurikulumnya pun sangat berfokus pada tes atau ujian.
Banyak pula artikel yang menjelaskan bahwa pelajar-pelajar Korea Selatan harus mati-matian belajar agar dapat masuk ke dalam Perguruan Tinggi favorit dan terbaik di negeri mereka. ini mengakibatkan budaya disiplin, ketat dan keras dalam belajar dan mendapatkan nilai yang tinggi.
Tuntutan yang sangat tinggi ini mengakibatkan banyak siswa stres dan mengganggu kesehatan mental mereka. Tingkat pendidikan yang tinggi ini memang membuat peningkatan ekonomi yang luar biasa di Korea, tetapi sebaliknya juga meningkatkan tingkat bunuh diri remaja. Bagaimana tidak, bahkan ekstrakulikuler sekolah juga harus berhubungan dengan pelajaran. Mereka percaya bahwa pendidikan yang baik sangatlah mutlak demi kesuksesan di dalam hidup.