Mohon tunggu...
Nikodemus Yudho Sulistyo
Nikodemus Yudho Sulistyo Mohon Tunggu... Dosen - Menulis memberikan saya ruang untuk berdiskusi pada diri sendiri.

Saya bergabung di Kompasiana sekedar untuk berbagi mengenai beragam hal. Saya menyenangi semua yang berhubungan dengan bahasa, sosial, budaya dan filosofi. Untuk konten yang berhubungan dengan kritik sastra, dapat juga ditonton di kanal YouTube saya yang bisa diklik di link profil.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menantang Konsep Etika Bima Yudho Saputro, Etika atau Pembangunan Infrastruktur?

2 Mei 2023   14:52 Diperbarui: 4 Mei 2023   07:25 733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
TikTokers Bima Yudho Saputro atau dikenal dengan Awbimax Reborn viral setelah mengkritik Lampung sulit menjadi daerah maju.(TIKTOK @awbimaxreborn via KOMPAS.com)

Beberapa waktu yang lalu, sosok Bima Yudho Saputro menjadi tren di media sosial. Ia sempat dipuji karena mengritisi kondisi jalanan di Lampung. Bahkan sampai ada sebutan Bima effect, merujuk pada tindakan mendadak dari pemerintah daerah Lampung yang memperbaiki beragam ruas jalan.

Namun, tak lama kemudian, Bima yang dulu dipuji sekarang dibully. Sebabnya adalah video lamanya yang menyebut Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri dengan kata 'janda' kembali viral.

Selain itu, ia juga kedapatan membawa-bawa nama Presiden pertama sekaligus proklamator Indonesia, Ir. Soekarno. Hal ini dirasa banyak orang tidak pantas dilakukan. Sumber

Kritik warganet terhadap Bima ini juga berada di seputaran etika berbicaranya yang dianggap tidak pantas dan kurang sopan.

Menanggapi hal ini, Bima merespon bahwa memang ini adalah bagaimana caranya berbicara. Ia memang telah meminta maaf atas kata-katanya yang dianggap menyakiti warganet, terutama mengenai kata 'janda' yang dialamatkan kepada Megawati Soekarnoputri. Bima beralasan bahwa kata 'janda' tidak dimaksudkan memiliki konotasi negatif.

Namun, lebih dari itu, Bima 'menantang' warganet dan bangsa Indonesia secara umum untuk tidak terlalu mempermasalahkan etika. Ia mengaku memiliki pandangan berbeda tentang etika dengan pandangan orang (masyarakat Indonesia) pada umumnya. Ia beranggapan bahwa orang Indonesia lebih mengedepankan etika dibanding kejujuran.

Tidak sampai disitu, Bima berargumentasi bahwa etika, adab yang tinggi serta sopan santun tidak membuat bangsa Indonesia bisa membangun infrastruktur yang bagus.

Bima juga meminta bukti bahwa etika dan sopan santun dapat membuat orang tidak korupsi sehingga Indonesia bisa maju melebihi Australia. Sumber

Seperti Bima yang menantang etika bangsa ini, tulisan saya juga ditujukan untuk menantang konsep etika dan pemahaman olehnya.

Sederhananya, menurut kamus Oxford, ethics atau etika didefinisikan sebagai 'Moral priciples that govern a person's behaviour or the conducting of an activity.' Atau definisi kata lain yang juga dalam bentuk nomina (noun), yaitu ethic, 'A set of moral priciples, especially ones relating to or affirming a specified group, field, or form of conduct.' Kesimpulannya, etika adalah sebuah prinsip atau nilai-nilai moral tertentu yang diakui dan diterima serta dilaksanakan kelompok masyarakat tertentu sebagai bimbingan dan aturan perilaku mereka sehari-hari.

Menurut saya, Bima sesungguhnya tersesat dalam pembahasan mengenai pengertian dari etika, sopan santun, agama, attitude dan pembangunan. Ia tak berhasil menemukan kenyataan bahwa semua unsur ini saling berhubungan dan saling menyokong. Menurutnya, negara Australia yang notabene kurang mengedepankan etika dan sopan santun, bahkan kurang beragama, bisa sangat maju dibanding dengan Indonesia.

Pertama-tama, saya tidak menampik bahwa Indonesia (dan banyak negara lainnya) memang masih berada di bawah Australia dalam banyak bidang, utamanya pembangunan infrastruktur dan teknologi. Namun, Bima sendiri sudah salah melihat isu ini.

Sesuai dengan definisi etika, bisa dikatakan tidak ada satu negara pun yang tidak memiliki etika, atau kurang beretika. Karena etika itu sendiri adalah rumusan nilai-nilai dan prinsip yang harus ditaati oleh kelompok atau komunitas masyarakat tertentu, dalam hal ini juga tentu saja termasuk negara.

Contoh gampangnya, Australia sendiri memiliki etika yang harus diketahui oleh orang-orang dari luar negara itu agar dapat berperilaku yang sesuai dengan prinsip-prinsip hidup orang Australia. Misalnya, dari sebuah artikel yang saya baca, ada beberapa etika yang harus dipatuhi agar tidak dibenci oleh orang Australia, yaitu: tidak membuang sampah sembarangan, biasakan mengantre, berjalan di sebelah kiri, memahami budaya orang asli Australia (Aborigin), atau menghargai privasi orang Australia. Sumber 

Dari etika praktis dan dasar ini, diketahui bahwa ada aturan khusus yang mengatur gaya dan perilaku hidup orang-orangnya.

Nah, bagaimana dengan Indonesia? Siapa yang mengatakan bahwa mengantre itu buruk, atau buang sampah sembarangan itu baik, atau privasi orang tidak perlu dijaga di Indonesia? Semua hal itu adalah bagian dari etika dasar orang Indonesia pula. Selain itu, memang orang Indonesia juga mengetengahkan tutur kata yang sopan dan perilaku yang santun. Apakah itu salah? Lalu bagaimana cara berbicara dengan orang Australia? Apakah boleh tidak sopan, atau berkata-kata kasar?

Ketika Bima mengatakan bahwa Australia tidak mengedepankan etika, tetapi malah tetap maju, mungkin Bima lupa dengan Inggris yang memiliki sistem kerajaan yang segala sesuatunya harus diatur sedemikian rupa.

Kembali ke Australia, menurut sebuah artikel di website resmi Kedutaan Besar Australia, setiap warga negara Australia diharapkan untuk menjunjung prinsip-prinsip dan nilai-nilai bersama yang menyokong cara hidup Australia. Sebut saja: menghormati kesetaraan nilai dan kebebasan individu, kebebasan berbicara dan berserikat, kebebasan beragama, kesetaraan di bawah hukum, kesetaraan kesempatan, kedamaian dan egalitirianisme. Sumber

Mengatakan bahwa Australia itu cenderung tidak beragama, sesungguhnya Bima salah paham dengan konsep bebas beragama. Sebagai negara sekuler, Australia tidak menempatkan agama sebagai bagian dari politik dan hukum.

Namun, sesuai informasi dari sumber website yang sama, 64 persen warga Australia mengaku beragama Kristen. 10 tahun terakhir, agama-agama non-Kristen juga berkembang, bahkan hampir dua kali lipat akibat dari pemukim baru yang berasal dari kawasan Asia-Pasifik, Afrika dan Timur Tengah. Memang meski jumlah orang-orang yang mengaku tidak beragama naik dari 2,9 juta di tahun 1996 menjadi 3,7 juta tahun 2006 (hampir 19 persen dari jumlah keseluruhan penduduk). Sumber

Ini berarti, etika masyarakat Australia juga berasal atau bersumber dari agama, dan ditujukan untuk mengakomodir keberadaan agama-agama itu sendiri agar dapat hidup dengan damai di Australia.

Lagipula, Indonesia sedari awal bukan negara agama, meski hidup bangsa didasarkan pada etika dan nilai-nilai religius.

Argumentasi Bima mengenai negara yang beragama (seperti Indonesia) malah akan menghambat pembangunan, tidak berlaku bila melihat Qatar, Uni Emirat Arab, Bahrain bahkan Arab Saudi sendiri adalah negara-negara yang super kaya tetapi memiliki etika dan nilai-nilai bangsa berdasarkan agama, yaitu Islam. Infrastruktur dan kekayaan negara-negara ini tidak kalah dengan negara-negara yang menurut Bima 'tak beretika, tak bersopan santun, dan tak beragama' itu.

Kebebasan berpendapat seperti Australia, Eropa, Amerika dan negara-negara 'maju' lainnya, juga melalui proses pengkristalan etika dan nilai-nilai bangsa yang panjang. Amerika Serikat, dibangun dari etika agama Kristen pada awal negara itu berkembang. Begitu juga seluruh Eropa. Ketika sekarang mereka telah menerapkan pembangunan di bidang infrastruktur dan teknologi, semuanya juga didasari pada etika dan nilai-nilai yang dianut sebelumnya.

Kekesalan Bima terhadap bangsa ini adalah kekesalan bersama. Namun, dengan menuduh bahwa etika dan nilai-nilai yang dijunjung Indonesia tidak diperlukan dan cenderung menghambat pembangunan, adalah sungguh menyesatkan. Bangsa ini harus embrace konsep bernegara dengan baik sehingga masalah-masalah bangsa ini dapat ditangani dan diselesaikan, bukannya meninggalkan jati diri bangsa dan malah memeluk identitas bangsa lain. Bima adalah tipe pemuda biasa, yang silau oleh jalan layang, gedung-gedung tinggi, dan kemegahannya. Juga mungkin dengan hidup bebas dan semaunya tanpa dijulidi orang lain. Ia hanya traumatis dengan keadaannya sendiri.

Namun, melihat pola pikir Bima mengenai ketidakpahamannya tentang apa itu etika dan pentingnya memiliki tatakrama, saya hanya dapat mengatakan bahwa ia hanyalah seorang pemuda yang memiliki pola pikir sempit.

Bangsa ini hancur karena korupsi dan pemikiran sempit. Itu bukan karena etika. Sebaliknya para koruptor dan para fanatik, adalah orang-orang yang tidak melaksanakan dan menerapkan etika Pancasila dengan baik dan benar. Apa yang terjadi di Lampung bukan hanya melanggar hukum, tetapi juga konsep etika dan nilai-nilai luhur Pancasila.

Kesalahan negeri ini bukanlah karena masyarakat terlalu mengagungkan etika, sebaliknya, banyak orang tidak memraktekkan etika dengan baik. Korupsi dan ketidaktaatan warga bangsa ini terhadap hukum dan aturan sesungguhnya adalah pelanggaran etika itu sendiri. Bukankah kita memiliki etika Pancasila serta etika hukum? Korupsi adalah tindakan melawan hukum dan melanggar etika Pancasila. Itu sudah jelas.

Harusnya, sebagai seorang pemuda harapan bangsa, Bima bisa membantu bangsa ini lepas dari kemelaratan jiwa dan harta. Caranya bisa dimulai dengan bertutur kata yang sopan dan berperilaku yang terpuji. Sekali lagi, iItu hanya lah langkah awal.

Cara berbicara dan berperilaku sopan hanya merupakan salah satu dari etika dan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia.

Bima nampaknya terpatri hanya dari dua poin kecil dan mula dari etika: yaitu perilaku unggah-ungguh dan berbicara sopan.

Bagus, sih. Sesuai namanya, Bima, yang merupakan sosok tokoh utama keluarga Pandawa memang tidak pandai berbasa-basi, tidak menggunakan bahasa Jawa halus ketika berbicara dengan siapapun, dan cenderung kasar dan ceplas-ceplos.

Namun, dia adalah sosok pemberani, jujur sekaligus bijak. Ia tahu mana yang boleh dan mana yang tidak. Ia juga tahu batasan. Ia juga tidak sombong dan merasa tinggi hati. Buktinya, ketika bertemu tokoh Dewa Ruci, ia merasa sangat kecil dan bersedia menerima 'kekalahan.'

Berbeda dengan yang disampaikan Bima, sejatinya kejujuran juga merupakan bagian dari etika. Jadi, jelas aneh bila mempertentangankan etika dengan kejujuran.

Amerika sendiri sekarang sedang kebingungan dengan serangan kaum woke yang tidak mengacuhkan sopan santun, perilaku dan cara berbicara. Padahal negara itu menganut liberalisme. Begitu juga negara-negara 'kaya akan pembangunan infrastruktur' semacam Kanada dan Jeman yang kini sibuk dengan pertentangan di ranah bahasa: penggunaan pronouns.

Sungguh, penggunaan bahasa termasuk etika, memang sangat penting.

Akhir kata, Bima patut diapresiasi karena begitu gamblang mengkritisi pemerintah Lampung dalam permasalahan infrastruktur. Buktinya, warganet banyak yang mendukungnya.

Namun, laksana Bima sang putra Pandu, Bima Yudho Saputro perlu sadar diri dan mawas diri. Ia juga perlu menerima kritikan, dan bukannya berperilaku tepat seperti pemerintah Lampung yang ia sendiri kritisi.

Banyak warganet yang sempat membuatnya resah karena menyebut dan merundungnya dengan sebutan 'bencong' karena perilaku dan cara berbicaranya. Bima mengatakan bahwa orang-orang tersebut lari dari fokus atau substansi dari kritik yang ia sampaikan.

Nah, Bima, bukankah memiliki adab dan etika berbahasa memang penting? Buktinya, Anda menyebut Megawati Soekarnoputri sebagai janda, yang mana tidak substansif. Janda-nya tidak ada hubungannya dengan apapun yang Anda kritisi, bukan? Itulah yang disebut dengan etika.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun