Mohon tunggu...
Nikodemus Yudho Sulistyo
Nikodemus Yudho Sulistyo Mohon Tunggu... Dosen - Menulis memberikan saya ruang untuk berdiskusi pada diri sendiri.

Saya bergabung di Kompasiana sekedar untuk berbagi mengenai beragam hal. Saya menyenangi semua yang berhubungan dengan bahasa, sosial, budaya dan filosofi. Untuk konten yang berhubungan dengan kritik sastra, dapat juga ditonton di kanal YouTube saya yang bisa diklik di link profil.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Menantang Konsep Etika Bima Yudho Saputro, Etika atau Pembangunan Infrastruktur?

2 Mei 2023   14:52 Diperbarui: 4 Mei 2023   07:25 733
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menurut saya, Bima sesungguhnya tersesat dalam pembahasan mengenai pengertian dari etika, sopan santun, agama, attitude dan pembangunan. Ia tak berhasil menemukan kenyataan bahwa semua unsur ini saling berhubungan dan saling menyokong. Menurutnya, negara Australia yang notabene kurang mengedepankan etika dan sopan santun, bahkan kurang beragama, bisa sangat maju dibanding dengan Indonesia.

Pertama-tama, saya tidak menampik bahwa Indonesia (dan banyak negara lainnya) memang masih berada di bawah Australia dalam banyak bidang, utamanya pembangunan infrastruktur dan teknologi. Namun, Bima sendiri sudah salah melihat isu ini.

Sesuai dengan definisi etika, bisa dikatakan tidak ada satu negara pun yang tidak memiliki etika, atau kurang beretika. Karena etika itu sendiri adalah rumusan nilai-nilai dan prinsip yang harus ditaati oleh kelompok atau komunitas masyarakat tertentu, dalam hal ini juga tentu saja termasuk negara.

Contoh gampangnya, Australia sendiri memiliki etika yang harus diketahui oleh orang-orang dari luar negara itu agar dapat berperilaku yang sesuai dengan prinsip-prinsip hidup orang Australia. Misalnya, dari sebuah artikel yang saya baca, ada beberapa etika yang harus dipatuhi agar tidak dibenci oleh orang Australia, yaitu: tidak membuang sampah sembarangan, biasakan mengantre, berjalan di sebelah kiri, memahami budaya orang asli Australia (Aborigin), atau menghargai privasi orang Australia. Sumber 

Dari etika praktis dan dasar ini, diketahui bahwa ada aturan khusus yang mengatur gaya dan perilaku hidup orang-orangnya.

Nah, bagaimana dengan Indonesia? Siapa yang mengatakan bahwa mengantre itu buruk, atau buang sampah sembarangan itu baik, atau privasi orang tidak perlu dijaga di Indonesia? Semua hal itu adalah bagian dari etika dasar orang Indonesia pula. Selain itu, memang orang Indonesia juga mengetengahkan tutur kata yang sopan dan perilaku yang santun. Apakah itu salah? Lalu bagaimana cara berbicara dengan orang Australia? Apakah boleh tidak sopan, atau berkata-kata kasar?

Ketika Bima mengatakan bahwa Australia tidak mengedepankan etika, tetapi malah tetap maju, mungkin Bima lupa dengan Inggris yang memiliki sistem kerajaan yang segala sesuatunya harus diatur sedemikian rupa.

Kembali ke Australia, menurut sebuah artikel di website resmi Kedutaan Besar Australia, setiap warga negara Australia diharapkan untuk menjunjung prinsip-prinsip dan nilai-nilai bersama yang menyokong cara hidup Australia. Sebut saja: menghormati kesetaraan nilai dan kebebasan individu, kebebasan berbicara dan berserikat, kebebasan beragama, kesetaraan di bawah hukum, kesetaraan kesempatan, kedamaian dan egalitirianisme. Sumber

Mengatakan bahwa Australia itu cenderung tidak beragama, sesungguhnya Bima salah paham dengan konsep bebas beragama. Sebagai negara sekuler, Australia tidak menempatkan agama sebagai bagian dari politik dan hukum.

Namun, sesuai informasi dari sumber website yang sama, 64 persen warga Australia mengaku beragama Kristen. 10 tahun terakhir, agama-agama non-Kristen juga berkembang, bahkan hampir dua kali lipat akibat dari pemukim baru yang berasal dari kawasan Asia-Pasifik, Afrika dan Timur Tengah. Memang meski jumlah orang-orang yang mengaku tidak beragama naik dari 2,9 juta di tahun 1996 menjadi 3,7 juta tahun 2006 (hampir 19 persen dari jumlah keseluruhan penduduk). Sumber

Ini berarti, etika masyarakat Australia juga berasal atau bersumber dari agama, dan ditujukan untuk mengakomodir keberadaan agama-agama itu sendiri agar dapat hidup dengan damai di Australia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun