Mohon tunggu...
Nikodemus Yudho Sulistyo
Nikodemus Yudho Sulistyo Mohon Tunggu... Dosen - Menulis memberikan saya ruang untuk berdiskusi pada diri sendiri.

Saya bergabung di Kompasiana sekedar untuk berbagi mengenai beragam hal. Saya menyenangi semua yang berhubungan dengan bahasa, sosial, budaya dan filosofi. Untuk konten yang berhubungan dengan kritik sastra, dapat juga ditonton di kanal YouTube saya yang bisa diklik di link profil.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Tanjidor dan Keroncong adalah Budaya Musik Asing? Sebuah Refleksi tentang Kesempatan dan Kemerdekaan bagi Generasi Muda untuk Menciptakan Budaya

20 Juni 2022   18:31 Diperbarui: 20 Juni 2022   19:02 481
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://majalahmanajemen.com/wp-content/uploads/2019/05/mengenal-gen-z-gbr-1400x552.png

Pada akhirnya sebuah budaya akan tercipta dari beragam proses tersebut dengan menambahkan nilai-nilai khusus yang dianut kelompok masyarakat tertentu dan yang bersifat mutlak yang merupakan sebuah identitas bangsa.

Tanjidor dan Keroncong adalah budaya Indonesia, sama seperti wayang, pencak silat, atau makanan empek-empek misalnya. Namun begitu, bukan berarti budaya yang kita miliki tersebut sama sekali tak tersentuh budaya asing lainnya. Hanya saja, ini juga sama sekali tidak berarti budaya bangsa kita tidak memiliki indentitas dan ciri khas. 

Sebaliknya, budaya asing yang masuk ke dalam negeri ini sepanjang sejarah, tidak pernah benar-benar menghilangkan identitas dan karakter bangsa yang penuh dengan sopan santun, rasa hormat, kepedulian sosial, relijius, dan tenggang rasa. Budaya asing akan terserap dengan baik oleh orang-orang Indonesia sehingga hanya diambil nilai-nilai baiknya saja dengan tetap memiliki keluhuran di dalamnya.

Nah, bila di masa lalu saja budaya bangsa ini dipengaruhi oleh budaya asing, yang mungkin saat itu adalah budaya modern pula, bukankah kemungkinan itu tetap sama besarnya di masa sekarang yang sudah sangat terbuka ini? Kekhawatiran generasi 'lama' seperti baby boomers, Gegerasi X serta Generasi Y -- termasuk saya -- atas Generasi Z dan Alpha yang sangat terekspos dan terpengaruh kebudayaan asing itu sangat diwajari. Kami takut bahwasanya anak-anak dan adik-adik kami tidak lagi melakukan kebiasaan yang biasa kami lakukan di masa lalu, dan terutama tidak berpikir seperti cara kami berpikir di masa dahulu.

Namun, menilik kembali bahwa perubahan kebudayaan adalah sebuah keniscayaan, bukankah akan lebih baik bila generasi lama memberikan kesempatan dan kemerdekaan bagi generasi baru untuk mengembangkan kebudayaan mereka sendiri dibanding memaksakan untuk terlalu terpatok pada budaya kaku kita? 

Bukan berarti saya setuju dan mendukung generasi baru melupakan adat istiadat dan kebiasaan serta budaya bangsa ini. Namun, mereka bisa saja mengembangkan sebuah kebudayaan baru yang kelak, puluhan bahkan ratusan tahun kedepan, akan dianggap sebagai budaya bangsa pula.

Saya cenderung mendorong generasi muda untuk mengenal falsafah dan nilai-nilai budaya bangsa dengan baik tanpa memberangus kebebasan mereka menghadapi kemajuan zaman. 

Mereka dapat mengembangkannya dengan budaya baru yang tak akan dapat dihindari di masa kini. Siapa tahu, kekreatifitasan mereka -- yang mana adalah salah satu ciri orang-orang yang berbudaya -- dapat menciptakan budaya baru yang tetap 'sangat Indonesia.' Tentu saja tanpa menghilangkan nafas kebangsaan dan kearifannya itu sendiri.

Bila ratusan tahun yang lalu, para pemuda Indonesia bisa dengan bangga memainkan alat-alat musik Eropa dan kemudian menjadikannya ssebagai salah satu budaya bangsa, mengapa tidak kita berikan kesempatan bagi para pemuda di masa kini untuk ngerap, atau menari popping dan locking tanpa menghilangkan identitas bangsa, dengan harapan dapat menciptakan budaya baru lagi yang membawa semangat dan falsafah negeri?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun