Mohon tunggu...
Nikodemus Yudho Sulistyo
Nikodemus Yudho Sulistyo Mohon Tunggu... Dosen - Menulis memberikan saya ruang untuk berdiskusi pada diri sendiri.

Saya bergabung di Kompasiana sekedar untuk berbagi mengenai beragam hal. Saya menyenangi semua yang berhubungan dengan bahasa, sosial, budaya dan filosofi. Untuk konten yang berhubungan dengan kritik sastra, dapat juga ditonton di kanal YouTube saya yang bisa diklik di link profil.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Sepolos Itukah Livy? Imej Ciptaan Culture Industry Media

11 April 2022   12:37 Diperbarui: 11 April 2022   14:15 818
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Livy Renata. Gambar diunduh dari Channel Youtube irwan ART drawing 

Livy Renata adalah seorang selebgram yang juga merupakan ambassador dari tim e-sport Alter Ego atau yang lebih dikenal dengan AE. Baru-baru ini namanya mencuat di beragam media karena kerap diundang ke berbagai show atau acara. Sebelumnya, walau bukan pemarin e-sport pro, namanya sendiri sudah dikenal di jagad online game seperti Mobile Legends, Valorant hingga PUBG.

Selain cantik dan menarik, Livy Renata yang bernama asli Livia Renata ini dikenal karena imej alias citranya yang terkesan polos dan tidak mampu relate dengan keadaan serta situasi sosial di Indonesia. Ia telah diundang di berbagai event di televisi dan media sosial. Dari wawancara di podcast, bincang-bincang di beragam acara talkshow, sampai acara televisi yang bernuansa komedi.

Dalam banyak kesempatan itu, Livy Renata mendapatkan beberapa pertanyaan yang menghasilkan jawaban yang lumayan menarik, yaitu bahwa ia didapati tidak memiliki pengetahuan tentang beragam hal yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat bawah. 

Bisa dikatakan bahwa kebiasaan-kebiasaan hidup msyarakat menengah ke bawah tidak relate terhadap kehidupannya sendiri. Tidak hanya itu, beragam isu atau gosip mengenai para artis dan selebrita tanah air yang umum juga luput dari perhatiannya.

Sejak saat itu, Livy Renata digambarkan oleh media sebagai seorang gadis yang 'polos' serta lola alias loading lama.

Ada alasan yang membuat saya tergerak untuk menulis artikel mengenai imej atau kesan Livy Renata yang telah tercipta di media sebagai seseorang yang 'polos' dan lola tersebut.

Di berbagai media sosial, seperti Instagram atau Tik Tok, Livy Renata kerap muncul dalam video pendek atau kutipan-kutipan aktifitasnya di media, terutama merujuk pada wawancara atau perbincangan dimana ia tidak memahami suatu konsep atau informasi tertentu yang sebenarnya cukup umum dan diketahui khalayak ramai.

Saya menangkap beberapa komentar dari netizen yang meragukan 'kepolosan' Livy Renata dan menganggapnya sebagai gimmick, atau suatu kepribadian yang diciptakan Livy sendiri. Ini mungkin dengan tujuan agar figur itu menjadi lebih terkenal.

Sebenarnya bila dilihat dari beragam informasi yang didapatkan dari internet, latar belakang Livy yang berasal dari keluarga yang cukup berada, bahkan kaya raya, bisa dipahami mengapa gadis tersebut tidak dapat menemukan hubungan antara kehidupan sehari-harinya dengan kehidupan masyarakat umum, terutama yang berada di bawah garis kemiskinan. 

Selain itu, Livy yang juga memiliki nama China Yang Lifei karena berdarah Taiwan itu sejak kecil telah bersekolah di sekolah internasional. 

Di lingkungan pendidikan ini, Livy tentu saja akrab dengan penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa komunikasi sehari-hari serta dituntut berpikir dan berperilaku secara global karena harus berinteraksi dengan siswa-siswa lain yang berasal dari berbagai negara dan bangsa pula.

Sekali lagi, melihat latar belakang Livy yang telah dijelaskan, bisa dimaklumi bahwa 'kepolosan' Livy memang berasal dari ketidakmampuannya melihat keadaan yang ada dan keterbatasannya akan informasi itu sendiri. Kepolosannya bukan karena ia 'innocent', melainkan memang tidak akrab dengan hal-hal yang tidak pernah ada di dalam circle atau kehidupannya.

Saya ragu Livy menciptakan imej polosnya dengan sengaja. Sebaliknya, media lah yang melakukannya.

Kata media merujuk pada semua jenis saluran (channel) komunikasi. Ini berarti termasuk apapun dari kertas cetak sampai data digital. Tidak hanya sampai disitu, media juga termasuk karya seni yang memang memiliki makna dan bertujuan mengomunikasikan sesuatu, berita, konten-konten pendidikan dan lain sebagainya. Semuanya yang dapat mencapai atau mempengaruhi orang termasuk telepon, televisi, serta internet adalah bentuk dari media.

Pada tahun 1947, Max Hokheimer dan Theodor Adorno menerbitkan buku berjudul Dialektik der Aufklrung:Philosophische Fragmente, yang diterjemahkan ke dalam bahwa Inggris pada tahun 1972 dengan judul Dialectic of Enlightenment: Philosophical Fragments. 

Dalam buku ini, mereka membahas dengan apa yang mereka sebut dengan culture industry. Culture industry adalah hasil proses sejarah dimana akibat dari perkembangan teknologi, terutama teknologi komunikasi massa, maka ada peningkatan kemampuan memproduksi komoditas. Tentu saja peningkatan kemampuan memproduksi komoditas ini meningkatkan konsumsi barang pula.

Nah, menurut Hokheimer dan Adorno, media seperti televisi dan radio, misalnya, adalah produk dari budaya -- cultural products - yang direproduksi secara mekanis. Produk budaya ini menciptakan formula mengenai konten-konten media yang bersifat entertainment atau hiburan belaka. 

Masyarakat sebagai konsumen tidak mempertanyakan tujuan dari hiburan tersebut, mereka bahkan tidak paham lagi apa yang mereka inginkan. Hiburan yang mereka saksikan dan nikmati di media tidak merefleksikan kepentingan sosial, politik atau ekonomi mereka, sebaliknya mereka dibutakan oleh produk-produk tersebut sehingga tidak mampu mempertanyakan sistem yang ada. 

Selanjutnya, media akan terus mereplikasi hiburan demi keuntungan dan ekspansi produksi dan konsumsi.

Dalam hal ini, media yang berupa konten-konten podcast dan wawancara di YouTube, televisi dan media internet lain, misalnya, menciptakan hiburan bagi para konsumen. Imej yang sudah terlanjut tercipta dan tersemat pada Livy akan terus direplikasi agar konten tersebut dikonsumsi terus-menerus. Pada akhirnya akan memberikan keuntungan pada dominant system, dalam hal ini adalah YouTuber, stasiun televisi dan penggiat media sosial seperti Instagram atau Tik Tok.

Livy Renata bukan seorang gadis polos dan lugu layaknya seorang anak kecil. Bisa dipastikan ia hidup dengan segala fasilitas dan kebutuhan yang terpenuhi dengan mudahnya. Di media sosial bisa disaksikan bahwa Livy sangat akrab dengan dugem -- dunia gemerlap, clubbing -- dan party yang merupakan bagian dari dunianya.

Andaikata media secara menyeluruh mengenai, sebut saja, dunia game online, bahasa Inggris, atau apapun yang berhubungan dengan fancy food, place atau budaya mewah lainnya, maka akan terlihat bahwa Livy memiliki imej yang jauh dari kesan polos atau lugu itu tadi.

Sebagai analogi mungkin sama seperti generasi muda yang tidak bisa relate dengan beragam isu, fenomena dan konsep-konsep tertentu yang dialami generasi sebelumnya. Orang yang lebih tua akan bercerita tentang sulitnya transportasi di jamannya dan komunikasi tidak semudah masa kini. 

Kemudian generasi lebih tua yang tak acuh akan dengan gampangnya menuduh bahwa generasi muda adalah orang-orang yang tidak mau hidup susah, kurang kerja keras dan manja. Padahal, ini hanyalah masalah circle atau kondisi budaya serta kebiasaan yang berbeda.

Media dengan culture industry nya lah yang sebenarnya telah menciptakan imej Livy yang polos sebagai produk entertainment alias hiburan dan kemudian terus mereplikasikannya demi keuntungan yang terus-menerus sebagai materi hiburan. 

Oleh sebab itu, di kemudian hari, kita akan kerap melihat Livy dalam replikasi bentuk hiburan lain seperti konten video Tik Tok, meme komedi, atau bahan hiburan akun-akun media sosial lain seperti Instagram atau Facebook.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun