Maraknya berita mengenai kasus Indra Kenz dan dugaan investasi illegal melalui aplikasi Binomo menarik sekali bagi saya untuk dibahas di tulisan kali ini. Seperti diketahui, Indra Kesuma atau yang lebih dikenal dengan nama Indra Kenz, ditahan oleh Kepolisian setelah diduga melakukan tindak kriminal yang disangkakan Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pasal Tindak Pidana Penipuan dan Tindak Pidana Pencucian Uang. Sama maraknya dengan kasus Indra Kenz, nama Doni Salmanan juga ikut mencuat dan banyak menjadi perbicangan serta trending topic di berbagai media sosial.
Doni Salmanan dituduh meraih keuntungan dari hasil penipuan karena mendapatkan keuntungan dari orang-orang yang kalah dalam trading, namun dalam platform yang berbeda dengan Indra Kenz, yaitu Quitex. Doni kemudian juga ditahan oleh pihak Kepolisian karena diduga menggunakan sistem binary option yang lebih ke konsep judi dibandingkan trading.
Awalnya, kedua tokoh muda ini cukup dielu-elukan banyak orang karena perilaku flexing mereka, yaitu memamerkan kekayaan di media sosial. Kesuksesan dan keberhasilan mereka di usia muda dalam waktu yang singkat pula seakan memberikan hawa positif dan harapan bagi banyak orang untuk mengikuti jejak mereka, terinspirasi, atau paling tidak ikut bermimpi.
Ada yang menggelitik di hati saya ketika mencoba memperhatikan dengan seksama kasus ini. Kesuksesan instan ternyata sudah menjadi salah satu bagian dari mimpi dan keinginan yang tercatat secara kultural di alam bawah sadar kita, tentunya khusus bangsa ini.
Indra Kenz dan Doni Salmanan, dan kelak kemungkinan masih banyak yang menyusul, hanyalah sedikit representasi keinginan terdalam kita itu. Siapa yang tak ingin kaya raya pada usia muda, dan tanpa bekerja pula? Indra dan Doni sama-sama menawarkan sebuah gaya kehidupan mewah dengan usaha yang sangat minimal, bahkan bisa dikatakan hampir tanpa usaha tidak seperti layaknya orang yang memiliki kekayaan. Bisa kaya sembari tidur, kata mereka.
Bila ditilik lagi, secara kultural, masyarakat Indonesia telah memiliki konsep mendapatkan kekayaan secara instan ini sejak lama. Konsep pesugihan adalah contohnya. Pesugihan sendiri dipercaya banyak masyarakat sebagai serangakian ritual (atau mitos bagi yang tidak memercayainya) yang bisa digunakan untuk memperoleh kekayaan secara instan melalui jalan pintas. Biasanya dengan bantuan entitas atau mahluk gaib, dimana orang yang menggunakannya memiliki kesepakatan tertentu dengan mahluk-mahluk tersebut.
Salah satu jenis pesugihan yang terkenal adalah babi ngepet. Dijelaskan bahwa babi ngepet dipercaya sebagai ilmu hitam seseorang yang mengubah dirinya sementara menjadi babi siluman – biasanya dalam bentuk seekor babi hutan atau celeng – sehingga dapat dengan mudah melakukan pencurian. Aksi ini dilakukan pada malam hari di hari tertentu. Ketika seseorang telah menjadi babi, hanya dengan menggesekkan tubuhnya ke dinding rumah, maka uang dan perhiasan pemilik rumah akan secara ajaib hilang dan terambil. Sang babi ngepet akan pulang ke rumah dan berubah bentuk kembali menjadi manusia sebelum fajar datang dengan membawa kain hitam berisi uang dan perhiasan yang dicuri.
Meski terdengar konyol, namun jelas ada persamaan semangat antara kisah yang cenderung bersifat mitos dengan fenomena modern Indra Kenz dan Doni Salmanan ini. Pesugihan hanya menggunakan media gaib yang dipercaya dapat membuat seseorang cepat kaya hanya dalam waktu singkat dan minim usaha, sedangkan Indra Kenz dan Doni Salmanan menggunakan cara yang lebih modern dan terukur, yaitu penipuan berkedok trading. Dengan melihat begitu banyaknya korban yang tertipu, bukankah terlihat jelas bahwasanya mimpi untuk menjadi kaya tanpa bekerja secara wajar sudah membuktikan betapa ‘budaya’ itu sudah cukup mengakar dalam pikiran dan perilaku kita?
Mungkin akan banyak yang protes dengan penggunaan istilah ‘budaya’ yang saya gunakan untuk merujuk fenomena ini. Tapi, bukankah korupsi juga sudah terang-terangan dianggap budaya oleh bangsa kita sehingga begitu sulitnya memberantas masalah ini?
Korupsi juga merupakan praktik kejahatan dan pencurian untuk mendapatkan kekayaan secara cepat dengan cara menyalahgunakan jabatan dan wewenang. Budaya suap-menyuap dan menilep uang yang bukan haknya sudah mengakar dalam budaya masyarakat kita untuk mempermudah semua urusan. Sistem, struktur dan proses bukanlah tema utama dalam usaha mencapai keberhasilan, apalagi bila pencapaian tertinggi itu diukur dari uang dan kekayaan.
Saya malah khawatir, kemarahan masyarakat pada para koruptor dan Indra Kenz serta Doni Salmanan hanyalah representasi kekesalan kita karena tidak berada dalam posisi mereka, bukan karena benci dengan budaya korupsi dan kekayaan instan tersebut. Kalau sudah begini, bisa dikatakan, Indra Kenz, Doni Salmanan dan babi ngepet adalah juga representasi keinginan dan mimpi kita untuk menjadi kaya secara instan yang sudah tertanam bagai chip sejak ratusan tahun yang lalu di alam akar budaya bangsa ini yang sudah mulai harus disadari dan diubah.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H