Mohon tunggu...
Nikolaus Loy
Nikolaus Loy Mohon Tunggu... Dosen - Dosen HI UPN Veteran Yogyakarta

Menulis artikel untuk menyimpan ingatan. Menulis puisi dan cerpen untuk sembuh. Suka jalan-jalan ke gunung dan pantai. Suka masak meski kadang lebih indah warna dari rasa.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Faktor Kepemimpinan dalam PLN: SBY, Jokowi dan Prabowo Subianto

8 April 2024   10:56 Diperbarui: 9 April 2024   10:32 286
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Gaya kepemimpinan strategis di atas mungkin juga berkembang dari pengalamannya sebagai tentara.   Kebijakan pertahanan, termasuk anggaran dan pengadaan alat utama sistem senjata selalu didasarkan pada analisis strategis tentang perkembangan ancaman di lingkungan regional dan global.

Kebijakan kerja sama pertahanan selama lima tahun menunjukkan cara berpikir strategis dan sekaligus berorientasi pada tujuan. Sebagai Menhan, Prabowo tidak mengimpor  senjata dari satu negara. Indonesia membeli frigate Arrowhead dari Inggris, FREMM dari Italia, melanjutkan pengembangan fighter  K-FX dengan Korea Selatan, membangun tank ringan dengan Turki, mengakuisisi Rafale dari Perancis, membeli hercules baru dari AS, menegosiasikan pembelian F-15X dari AS dan terakhir membeli 2 kapal selam kelas Scorpene dari Perancis. Pembelian Mirage 2000 dari Quatar dibatalkan karena mendapat tentangan banyak pihak. Usia pesawat tempur dan harga yang terlalu tinggi adalah alasan penolakan akuisisi pesawat tempur bekas buatan Perancis tersebut.

Sebagai Menhan, Parbowo Subianto telah melanjutkan dan mengembangkan diplomasi pertahanan. Ini adalah bagian dari diplomasi publik, di mana kekuatan militer untuk tujuan damai digunakan. Bentuknya adalah pertukaran perwira, program latihan bersama, pertukaran budaya kunjungan kapal, pelibatan tentara untuk bantuan bencana di negara lain dan bentuk diplomasi militer lainnya (Muniruzaman, 2020).

Indonesia mengembangkan diplomasi pertahanan dengan India,  Jepang, China, Singapura. Sebagai penghargaan, Singapura memberikan penghargaan' The Distinguished Service Order (21/11/2023), kepada Prabowo Subianto, atas  kontribusi mewujudkan kerja sama pertahanan yang kurang berkembang sejak 2007. Selain itu, Prabowo juga melanjurkan dan mengembangkan  Komite Kerjasaman Pertahanan dengan Filipina, Dialog strategi pertahanan dengan Australia dan AS, Dialog Pertahanan terpisah dengan Vietnam, Perancis dan Kanada. Forum dialog pertahanan juga dilakukan dengan Jerman, Belanda dan Turki.

Pola impor senjata dan diplomasi pertahanan menunjukkan bahwa sebagai Menhan, Prabowo mengembangkan kebijakan internasional di sektor pertahanan ke segala arah. Pilihan ini dasarkan pada kalkulasi startegis dan tujuan nasional. Lingkungan internasional menjadi sangat multi polar. AS bukan lagi satu-satunya kekuatan global. Cina sedang mengalami kebangkitan. Karena itu kebijakan kerjasama pertahanan harus mengantisipasi pluralitas kekuatan agar Indonesia bisa aman. Semua negara penting perlu diikat menjadi teman Indonesia.

Bergantung pada senjata satu negara akan menciptaan ketergantungan teknologi dan kerentanan diembargo. Sanki embargo senjata AS akibat kekacauan pasca jajak pendapat di Timor-Timur tahun 1999 menjadi pelajaran penting.

Gabungan gaya kepemimpinan strategis dan berorientai pada tujuan nampaknya akan mewarnai pola politik luar negeri Indonesia di bawah Prabowo Subianto setelah menjadi presiden. Latar belakangnya sebagai pebisnis juga akan mempegaruhi gaya campuran ini. Di sini letak perbedaan antara Prabowo dan SBY. Meski sama-sama tentara, SBY menggunakan kemimpinan strategis untuk membangun platform normatif di tingkat global. Prabowo mungkin akan menggunakan cara berpikir strategis, tetapi tujuan-tujuannya lebih pragmatis.

Penutup

Apa pun gaya kepemimpinan yang diterapkan, politik luar negeri harus melayani tujuan sekaligus. Ke dalam, memenuhi kepentingan rakyata akan keamanan, lapangan kerja, perlindungan hak asasi, integrasi nasional. Ke luar, Indonesia memiliki tanggung jawab universal untuk menciptakan dunia yang lebih damai dan manusiawi. Pembukaan UUD 1945 telah mengamanatkan hal tersebut. Karena itu, implementasi PLN mau tidak mau haru smenyeimbangkan dua tujuan di atas.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun