Karena itu, beberapa negara menerapkan prinsip kedaulatan sumber daya dan menolak menerapkan mekanisme pasar secara murni. Demi kedaulatan energi, negara melakukan berbagai intervensi. Pertama, di negara-negara produsen, pemerintah menempatkan sumber daya energi, khususnya migas, Â dalam penguasaan negara. Langkah ini dilakukan oleh Arab Saudi, Iran, Rusia dan Venezuela.
Melalui perusahaan negara, pemerintah terlibat secara langsung dalam eksplorasi, produksi dan distribusi energi. Intervensi negara memiliki dua tujuan sekaligus yakni (a) menjamin pasokan energi; Â dan (b) memastikan bahwa negara memperoleh pendapatan lebih besar dari hasil eskploitasi dan penjualan produk energi terutama migas.
Tujuan kedua didasarkan pada realitas bahwa rezeki migas adalah sumber pembiayaan pembangunan dan kesejahteraan sosial. Alasan ini yang mendorong Vladimir Putin mengontrol ketat perusahaan migas Rusia setelah berkuasa. Saat  pembukaan terminal pemboran laut dalam oleh perusahaan migas Rusia, Rosneft, 15 Juni 2012, Putin mengatakan bahwa  "sektor migas Rusia, tanpa ragu, adalah kekuatan pendorong seluruh ekonomi nasional" (en.kremlin.ru).
Kedua, memperkuat perusahaan migas nasional dalam mengakses energi global. Negara-negara konsumen utama mengadopsi strategi ini. Melalui 'diplomasi minyak', importir utama seperti Cina mendorong perusahaan migas nasional menguasai sumur-sumur minyak di negara produsen. Untuk mendukung operasi perusahaan migas nasional di luar negeri, pemerintah menyediakan informasi, terlibat dalam negosiasi langsung, memberi perlindungan politik, memberi bantuan militer dan pembangunan kepada negara dengan potensi minyak dan gas.
Ketika, mendorong percepatan diversifikasi energi. Keamanan energi membutuhkan bauran energi nasional di mana sebuah negara tidak bergantung pada satu jenis energi. Bauran mengharuskan kombinasi antara energi fosil dan EBT (energi baru dan energi terbarukan).
Untuk itu, negara harus berperan sentral dalam peningkatan bauran dengan mendorog transisi e ergi. Transisi adalah proses mahal. Pemerintah berperan dalam pembentukan regulasi yang menguntungkan investasi di sektor EBT, penyediaan pasar EBT, memberikan insentif bagi pengusaha  dan konsumen EBT, mendorong transfer teknologi
Indonesia:  Kedaulatan  Energi dan Praktek Pasar
Dasar ideologi kedaulatan sumber daya Indonesia adalah sila keadilan sosial Pancasila. Terjemahan konstitusionalnya adalah pasal 33 UUD 1945, ayat 3 yang berbunyi "bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat".
Pasal ini mengandung tiga hak negara: 'Mineral rights' Â menyangkut penguasaan oleh rakyat dan negara atas mineral dan bahan galian dalam perut bumi Indonesia. Hak ini tidak dipunyai oleh daerah atau individu. 'Mining Rights', hak penambangan oleh negara, diwakili pemerintah dengan tujuan kesejahteraan rakyat. 'Economic Rigths' Â merupakan hak ekstraktif yang ditujukan untuk memperoleh manfaat ekonomi melalui aktivitas perusahaan negara. (Syeirazi, 2009).
Di Indonesia, terjemahan kebijakan kedaulatan atas sumber energi berbeda dari pemerintahan yang satu dan yang lain. Di bawah presiden Sukarno, negara mengambil alih penguasaan dan pengelolaan sumber energi dari perusahaan asing.Â
Antara tahun 1959-1963, pemerintah menasionalisasi perusahaan-perusahaan minyak asing khususnya Belanda. Salah satunya adalah Nederlandsche Indische Aardolie Maatschaappij (NIAM) yang dinasionalisasi tahun 1958, yang kemudian diganti namanya menjadi PT Permnindo (Pertambangan Minyak Indonesia).