Mohon tunggu...
Nikolaus Loy
Nikolaus Loy Mohon Tunggu... Dosen - Dosen HI UPN Veteran Yogyakarta

Menulis artikel untuk menyimpan ingatan. Menulis puisi dan cerpen untuk sembuh. Suka jalan-jalan ke gunung dan pantai. Suka masak meski kadang lebih indah warna dari rasa.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Artikel Utama

Presiden Baru dan Kelanjutan Neo-Developmentalisme?

14 Februari 2024   23:08 Diperbarui: 15 Februari 2024   14:10 872
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pembangunan mempengaruhi penataan politik. Industrialisasi berskala besar dan dibiayai utang memiliki resiko tinggi. Karena itu, gangguan pada pembangunan harus ditekan seminimal mungkin. Stabilitas untuk pertumbuhan menjadi prinsip yang dianut pemerintah.

Untuk menjamin stabilitas, negara mengendalikan dan bahkan merepresi kebebasan politik. Partai dikendalikan dan bahkan dibuat kerdil. Partai negara, seperti Glokar di era Soeharto dan PRI di Mexico dominan dalam politik dan menjadi tukang stempel kebijakan pemerintah.

Organisasi sosial bebas dilarang atau dibatasi melalui sistem korporatisme negara. Dalam model ini, negara membentuk, memberi izin dan mengakui organisasi sosial. Di luar itu dianggap liar dan illegal. 

Selama Orde Baru, Serikat pekerja seluruh Indonesia (SPSI) merupakan satu-satunnya organisasi buruh yang diakui. Wartawan harus bergabung dalam PWI (persatuan wartawan Indonesia), Dokter hanya dalam IDI (Ikatan Dokter Indonesia). Demikian juga profesi lain seperti guru hanya dalam PGRI dan Advokat saat itu harus diangkat pemerintah.

Di Indonesia, Soeharto berkuasa dengan dukungan tentara sebagai institusi. Untuk melegitimasi campur tangan militer dalam politik, negara mengembangkan kebijakan dwi-fungsi ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia). 

Tentara adalah stabilisator dan dinamisator. Meski tidak memilih, tentara memiliki fraksi sendiri dalam DPR dan menjadi pejabat sipil. 

Tentara menjadi gubernur, Bupati, Camat dan memegang jabatan di lembaga pemerintah lain. Sehingga di bawah Orde Baru, tentara mengalami over representasi politik.

Singkatnya, Kapitalisme negara pembangunan lama adalah kombinasi antara intervensi negara dalam ekonomi dan represi politik. 

Perlawanan kaum butuh dijawab dengan kekerasan. Kritik media dijawab dengan breidel seperti yang dialami Sinar Harapan dan Majalah Tempo. 

Hasil dari semua ini adalah transformasi ekonomi cepat. Indonesia menjadi 'possible dream'. Inflasi dan carut marut ekonomi warisan Orde Lama berhasil diatasi. Indonesia masuk menjadi negara berpendapatan menengah. Ongkosnya adalah hilangnya kemerdekaan politik dan pelanggaran HAM.

Semua berakhir tahun 1998, krisis keuangan Asia menghancurkan fondasi ekonomi rezim Orde Baru. Soeharto kehilangan legitimasi, kohesi elit pecah dan tekanan gerakan mahasiswa memaksa Soeharto mundur tahun 1998. Rezim Developmentalisme Lama berakhir.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun