Program pemberberdayaan masyakarat (community empowerment) diadopsi sebagai jalan untuk mendorong pemerataan pembangunan dan meningkatkan produktivitas sosial.Â
Pendekatan ini  merupakan respon terhadap gagasan neoliberal tentang persamaan kesempatan ekonomi sebagai dasar pembangunan. Sayangnya, persamaan kesempatan hanya efektif bagi kelompok marjinal  kalau ada pemilikan sumber daya.Â
Dalam ketimpangan distribusi sumber daya, ide persamaan kesempatan hanya memberi kesempatan pada yang telah memiliki sumber daya. Pemberdayaan komunitas, menjadi jalan untuk membuka kesempatan bagi kelompok marjinal dan miskin dengan membuka akses ke sumber daya kapital, pengetahuan, sumber daya alam, keuangan dan sumber daya lain. Pemberdayaan komunitas dengan demikian mencegah ketimpangan ekstrim, mengurangi ketergantungan sosial ekonomi pada negara dan mendorong pembangunan berbasis kekuatan lokal.
Sebagai jalan tengah antara pendekatan pasar kompetitif dan akumulatif dengan intervensi negara berlebihan, pemberdayaan komunitas harus memenuhi beberapa prinsip. Life (2002) menyebut lima prinsip yakni prinsip ekologis, keadilan sosial, menghormati nilai setempat, menekan proses, prinsip-prinsip global dan lokal.Â
Pada hemat saya, pemberdayaan komunitas harus memenuhi tiga prinsip: pemanfaatan konteks dan sumber daya setempat, menjadi sarana keadilan dan proses yang demokratis-parsitipatif. Â
Memperhatikan Konteks dan Memanfaatkan Sumber daya Setempat
Memanfaatkan pengetahuan dan Keterampilan Setempat. Komunitas yang menjadi bagian pemberdayaan bukan sebuah ruang kosong. Mereka memiliki pengetahuan dan keterampilan yang telah dipratekkan selama ratusan tahun.Â
Demikian juga komunitas-komunitas masyarakat di Pulau Sapudi dan Raas telah memiliki pengetahuan tentang musim, cara beternak, pola penangkapan ikan, pola berladang dan memilih jenis tanaman.Â
Pengetahuan ini dihasilkan dari pemahaman terhadap alam dan situasi setempat selama beberapa generasi. Pengenalan sebuah gagasan, pengetahuan, teknologi dan cara kerja baru perlu memperhatikan konteks pengetahuan lokal. Pengetahuan dan keterampilan itu bisa diintegrasikan dalam program pemberdayaan dengan beberapa modifikasi yang diperlukan.
Keterampilan setempat juga berhubungan dengan pemilihan pendamping dan keseluruhan manajemen program. Pendamping lokal memahami  kondisi esosial ekonomi, konteks budaya, pengetahuan setempat yang dapat diberdayakan dalam tata kelola program pemberdayaan.
Memperhatikan konteks budaya. Faktor budaya juga perlu mendapat perhatian. Kadang-kadang sebuah program pemberdayaan tidak berjalan lancar  karena dianggap bertentangan dengan budaya setempat. Program pemberdayaan melalui koperasi kredit dengan sistem bunga mungkin ditolak karena bertentangan dengan ajaran agama. Karena itu, pendamping dan lembaga donor perlu mengembangkan model keuangan mikro lain yang lebih sesuai dengan kultur dan tradisi keagamaan setempat.Â