Mohon tunggu...
Nikolaus Loy
Nikolaus Loy Mohon Tunggu... Dosen - Dosen HI UPN Veteran Yogyakarta

Menulis artikel untuk menyimpan ingatan. Menulis puisi dan cerpen untuk sembuh. Suka jalan-jalan ke gunung dan pantai. Suka masak meski kadang lebih indah warna dari rasa.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kapitalisme Kesepian

23 Desember 2021   01:34 Diperbarui: 11 Maret 2022   18:52 337
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: https://lifestyle.kompas.com/read/2018/10/10/161801020/

Melissa Hunt (2018), psikolog Universitas Pennsylvania, omong sebaliknya.  Ia mewawancari orang-orang muda berusia 18-22 tahun. Temuannya,  makin sedikit pakai medsos, makin kurang rasa sepi. Artinya, makin sering main medsos justru makin merasa kesepian.

Studi yang dilakukan pada kelompok orang tua menunjukkan bahwa medsos justru membantu mengurangi kesepian.  Medsos mengatasi keterbatasan bergerak, kesulitan pertemuan fisik dan berkurangnya teman sejalan dengan usia menua.

Lalu apa yang memperanakkan sepi? Bukan internet dan teknologi medsos, tetapi kapitalisme. Kapitalisme hanya bertahan kalau terus memperbanyak diri dengan berekspansi. Industri hotel bertumbuh, kalau ada investasi baru, ada hotel baru dan seterusnya.

Pertumbuhan kapitalisme membutuhkan manusia pekerja kapitalis.  Jadwal padat, jejaring luas, pertemuan demi pertemuan, rekan bisnis pertama sampai ke sekian adalah kultur kerja kapitalis. Ekonomi kapitalis membunuh waktu luang bersama keluarga, jam kerja panjang, tekanan pekerja tinggi. 'orang rumahan' makin banyak jadi 'orang kantoran'. Rumah besar menjadi dibangun bukan untuk ditinggali, tetapi ditinggalkan.

Kapitalisme "tempat ke 3"

Anak dari kapitalisme kesepian, tetapi kesepian menjadi kapitalisme itu sendiri. Yang dimaksud adalah 'usaha membunuh sepi' menumbuhkan industri baru dan akumulasi kapital baru. 

Pertama, industri 'tempat ke-3. Sosiolog perkotaan AS, Ray Oldenburg (1930-an) mengembangkan konsep 'tempat ke 3'. Sebuah solusi mengatasi sisi gelap perkotaan yakni kesepian penghuninya. Tempat pertama itu rumah dan zona pribadi lain. Tempat kedua mencakup sekolah, universitas atau tempat kerja. Banyak orang menghabiskan sebagian besar waktunya di tempat kedua.

Tempat ketiga merujuk pada lokus di mana orang bisa pergi dan datang sesukanya, suasananya informal, ada 'perasaan-seperti desa' (https://theconversation.com). Masuk dalam kelompok ini adalah taman kota, perspustakaan umum atau tempat terbuka lain yang ada di kota. Juga tempat umum yang berbayar tapi informal seperti caf.

Mereka yang kesepian tetapi berduit lalu mencari 'tempat ke-3" sendiri. Caranya dengan pindah ke pinggiran kota, ke kota kecil atau ke desa. Rumah  di pinggir kota, tetapi berfungsi sebagai 'tempat ke-3" yakni suaka personal dari kesepian kota. Pinggiran kota mungkin sepi manusia, tetapi 'ramai' dalam interaksi fisik, sosial dan alam sekitar.         

Mereka yang 'lari'  ke pinggir kota atau kota kecil, rata-rata pensiunan dan orang tua. Kelompok ini  memiliki  hubungan sosial makin terbatas di kota. Patut diduga bahwa perkembangan beberapa kluster perumahan  di Yogya, misalnya, didorong oleh 'pelarian' dari kota-kota besar. Mereka adalah para  pensiunan yang kesepian di kota-kota metropolitan seperti Jakarta dan Surabaya.

Yang ditawarkan adalah suasana pedesaan dengan interaksi antar penghuni lebih terbuka. Di pemukiman 'pedesaan' ini orang-orang tua, yang seringkali melewati masa kecil di desa, menemukan kembali suasana 'guyub' desa. Sebagian di antara mereka mungkin para migran yang tidak bisa melupakan kultur 'ndeso' meski telah menjadi pejabat, professional atau pebisnis sukses di kota.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun