Pendahuluan
       Sejarah perkembangan negara bangsa menunjukkan bahwa kemakmuran ekonomi dan kekuatan militer  memiliki hubungan timbal baik. Makin makin makmur sebuah negara, makin besar kekuatan militer. Sebaliknya makin kuat secara militer, makin besar peluang sebuah negara untuk mengakses sumber daya ekonomi.
Di antara dua variabel ini, aspek IPTEK memainkan peran yang sangat sentral. IPTEK menjadi katalis bagi transformasi ekonomi yang lebih efisien dan kompetitif. Misalnya, penggunaan teknologi transportasi dan telekomunikasi berskala luas menurunkan biaya transaksi, yang pada giliran menaikkan daya saing ekonomi sebuah negara. Teknologi memudahkan kontrol atas ruang dan tempat. Keduanya merupakan fondasi material bagi praktek kedaulatan negara. IPTEK juga menentukan keunggulan militer sebuah negara demi kepentingan defensif ataupun ofensif.
Struktur PengetahuanÂ
Struktur pengetahuan adalah seperangkat hubungan yang mengatur akses pengetahuan dan teknologi yang ada di dunia. Struktur ini menentukan posisi global sebuah negara (Baalam dan Vesset, 2001: 210). Pengaturan ini menentukan siapa, Â memiliki teknologi apa akan memperoleh keuntungan apa.
Negara-negara di dunia sangat berkepentingan dengan struktur pengetahuan global karena tiga alasan. Pertama, struktur pengetahuan dan teknologi mempengaruhi  keuntungan transaksi finansial. Penggunaan jaringan komputer dan internet  mengubah total proses transaksi finansial antar negara. Kontrol atas internet berarti control atas  pergerakan uang dan pergerakan keuntungan.
Kedua, Penguasaan IPTEK menentukan struktur keamanan. Sebagai contoh, penggunaan teknologi nuklir mempengaruhi konstelasi keamanan global. Negara-negara besar menghindari perang terbuka secara langsung akibat dampak destruktif teknologi militer berbasis nuklir. Penguasaan teknologi persenjataan juga memiliki dampak ekonomi besar. Ekspor senjata menjadi salah satu penyumbang pendapatan negara-negara maju.
Ketiga, Struktur pengetahuan mempengaruhi struktur produksi dan perdagangan. Pengetahuan dan teknologi menentukan siapa memproduksi apa, menjual apa, berapa banyak dan berapa keuntungan yang diperoleh. Negara-negara yang menguasai pangsa pasar industri global adalah negara-negara yang menguasai teknologi tinggi.
Peran teknologi dalam dominasi pasar dimainkan melalu dua mekanisme. Pertama melalui nilai tambah dan kedua melalui inovasi. Teknologi memungkinkan penggunaan bahan primer sesedikit mungkin, dengan nilai tambah sebesar mungkin. Inovasi menentukan posisi perusahaan dalam persaingan global. Inovasi  bisa berupa produk baru untuk menjangkau konsumen baru atau konsumen lama dengan selera baru.
Penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi bahkan membuat perusahaan trans-nasional mampu menantang peran ekonomi negara. Hal ini dilakukan melalui inovasi cara produksi yang disebut jaringan produksi global. Dalam jaringan ini, perusahaan tidak lagi mengimpor bahan mentah dan membuat produk di satu lokasi, tetapi mengkombinasikan berbagai komponen yang diimpor dari negara berbeda.
Sebuah pesawat boeing mengimpor  komponen pesawat dari  dari 8  negara. Model produksi ini didasarkan rantai nilai (value chain) di mana cara perusahaan mengkombinasikan sumber daya di dan dari lokasi berbeda. Tujuannnya meningkatkan keuntungan. Daripada membuat sendiri semua komponen dengan ongkos mahal, perusahaan memilih menyerahkannya pada sub-kontraktor yang paling efisien dalam membuat komponen produk yang dibutuhkan.
Konteks Indonesia
Dalam konteks di atas, Indonesia berinteraksi dengan bangsa lain sebagai sebuah negara dengan perekonomian terbuka. Penguasaan IPTEK menentukan seberapa besar kemampuan Indonesia memenangkan kompetisi ekonomi global. Pertanyaannya adalah bagaimana posisi Indonesia dam struktur pengetahuan global.
Dalam aspek daya saing global, Indonesia terus menunjukkan perbaikan peringkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2020 , peringkat Global Competitiveness Index  (GCI) Indonesia berada di peringkat 50,  menurun dari 45 di tahun 2018. CGI Indonesia  cenderung naik turun.  Index ini dihasilkan dari pengukuran terhadap 12 pilar. Di antaranya adalah infrastuktur, lingkungan makro ekonomi, efisiensi pasar barang dan tenaga kerja. Harus dicatat bahwa makin kecil angka peringkat menunjukkan makin tinggi posisi sebuah negara dalam daya saing.
Di tahun 2018, daya saing teknologi diukur melalui kesiapan teknologi  (pilar no.9) dan inovasi (pilar no 12). Dalam aspek inovasi, Indonesia  di peringkat 31. Termasuk baik untuk ukuran negara  berkembang. Inovasi mencakup pengembangan produk dan proses muktahir untuk mempertahankan posisi perusahaan  dan memperoleh nilai tambah lebih tinggi.
 Inovasi membutuhkan (1) kemitraan pemerintah dan swasta; (2)  investasi cukup untuk penelitian dan pengembangan; (3) Lembaga penelitian yang mampu menghasilkan ilmu dasar dan terapan; (4) kolaborasi pengembangan teknologi antara univesitas dan perlindungan kekayaan intelektual (Schwab, 2017: 319).
 Dalam semua sub-indikator inovasi, peringkat Indonesia berada di bawah 40, kecuali dalam aspek persentase paten yang berada dalam posisi 97. Ranking aplikasi paten menunjukkan bahwa bangsa Indonesia memiliki kesadaran rendah untuk melindungi  hasil-hasil inovasi dalam bentuk paten.
      Agak mengherankan, prestasi Indonesia dalam inovasi tidak berkorelasi dengan kesiapan teknologis (technological readiness). Kesiapan teknologis Indonesia berada di peringkat 80. Posisi ini menunjukkan rendahnya kesiapan teknologis, lambatnya penerapan teknologi untuk meningkatkan produktivitas industri.
Kesiapan yang mencakup penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam produksi dan aktivitas harian. Sasaran akhirnya adalah peningkatan efisiensi, ionovasi dan daya saing. Teknologi ini bisa berasal dari dalam negeri atau dari luar yang dibawa masuk bersama investasi asing, Â (Schwab, 2017: 318-319).
Tiga tahun upaya pemerintahan Jokowi mendorong penggunaan IT diharapkan memperbaiki ranking global Indonesia dalam inovasi. Inovasi tidak terbatas IT, tetapi seluruh cara berpikir dan berproduksi baru. Cara baru yang memungkinkan penghematan sumber daya dan input dengan hasil optimum.
Penutup
Ilmu pengetahuan dan teknologi hanya merupakan satu aspek dari kemampuan kompetisi sebuah negara dalam pergaulan global. Daya saing dipengaruhi oleh banyak factor lain seperti sumber daya alam, etos kerja, kualitas sumber daya manusia dan pemerintahan yang kuat dan bersih. Meskipun demikian, IPTEK memiliki peran sentral karena fungsinya dalam melipatgandakan nilai tambah, mempermudah kegiatan manusia dan peluang konversi ke dalam kekuatan pertahanan. Karena itu, IPTEK menjadi komponen penting dalam fungsi daya saing global sebuah negara.
     Â
Daftar Pustaka
Schwab, Klaus  (ed), The Global Competitiveness Report, 2017--2018, World Economic Forum, Geneva, 2017.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H