Konteks Indonesia
Dalam konteks di atas, Indonesia berinteraksi dengan bangsa lain sebagai sebuah negara dengan perekonomian terbuka. Penguasaan IPTEK menentukan seberapa besar kemampuan Indonesia memenangkan kompetisi ekonomi global. Pertanyaannya adalah bagaimana posisi Indonesia dam struktur pengetahuan global.
Dalam aspek daya saing global, Indonesia terus menunjukkan perbaikan peringkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2020 , peringkat Global Competitiveness Index  (GCI) Indonesia berada di peringkat 50,  menurun dari 45 di tahun 2018. CGI Indonesia  cenderung naik turun.  Index ini dihasilkan dari pengukuran terhadap 12 pilar. Di antaranya adalah infrastuktur, lingkungan makro ekonomi, efisiensi pasar barang dan tenaga kerja. Harus dicatat bahwa makin kecil angka peringkat menunjukkan makin tinggi posisi sebuah negara dalam daya saing.
Di tahun 2018, daya saing teknologi diukur melalui kesiapan teknologi  (pilar no.9) dan inovasi (pilar no 12). Dalam aspek inovasi, Indonesia  di peringkat 31. Termasuk baik untuk ukuran negara  berkembang. Inovasi mencakup pengembangan produk dan proses muktahir untuk mempertahankan posisi perusahaan  dan memperoleh nilai tambah lebih tinggi.
 Inovasi membutuhkan (1) kemitraan pemerintah dan swasta; (2)  investasi cukup untuk penelitian dan pengembangan; (3) Lembaga penelitian yang mampu menghasilkan ilmu dasar dan terapan; (4) kolaborasi pengembangan teknologi antara univesitas dan perlindungan kekayaan intelektual (Schwab, 2017: 319).
 Dalam semua sub-indikator inovasi, peringkat Indonesia berada di bawah 40, kecuali dalam aspek persentase paten yang berada dalam posisi 97. Ranking aplikasi paten menunjukkan bahwa bangsa Indonesia memiliki kesadaran rendah untuk melindungi  hasil-hasil inovasi dalam bentuk paten.
      Agak mengherankan, prestasi Indonesia dalam inovasi tidak berkorelasi dengan kesiapan teknologis (technological readiness). Kesiapan teknologis Indonesia berada di peringkat 80. Posisi ini menunjukkan rendahnya kesiapan teknologis, lambatnya penerapan teknologi untuk meningkatkan produktivitas industri.
Kesiapan yang mencakup penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam produksi dan aktivitas harian. Sasaran akhirnya adalah peningkatan efisiensi, ionovasi dan daya saing. Teknologi ini bisa berasal dari dalam negeri atau dari luar yang dibawa masuk bersama investasi asing, Â (Schwab, 2017: 318-319).
Tiga tahun upaya pemerintahan Jokowi mendorong penggunaan IT diharapkan memperbaiki ranking global Indonesia dalam inovasi. Inovasi tidak terbatas IT, tetapi seluruh cara berpikir dan berproduksi baru. Cara baru yang memungkinkan penghematan sumber daya dan input dengan hasil optimum.
Penutup
Ilmu pengetahuan dan teknologi hanya merupakan satu aspek dari kemampuan kompetisi sebuah negara dalam pergaulan global. Daya saing dipengaruhi oleh banyak factor lain seperti sumber daya alam, etos kerja, kualitas sumber daya manusia dan pemerintahan yang kuat dan bersih. Meskipun demikian, IPTEK memiliki peran sentral karena fungsinya dalam melipatgandakan nilai tambah, mempermudah kegiatan manusia dan peluang konversi ke dalam kekuatan pertahanan. Karena itu, IPTEK menjadi komponen penting dalam fungsi daya saing global sebuah negara.