Eskalasi akan terjadi karena perselisihan perbatasan bertumpang tindih dengan konflik sumber daya. Yang paling baru adalah klaim Cina atas Zona ekonomi eksklusif Indonesia di Perairan Natuna. Awal Desember 2021, Cina bahkan mengirim surat yang meminta Indonesia menghentikan pemboran gas alam di ujung ZEE di Natuna.
Tindakan Cina belum pernah terjadi sebelumnya. Manuver Cina akan menarik Indonesia masuk dalam silang sengkarut wilayah kepulauan Spratly, Laut Cina Selatan. Selama ini Indonesia selalu menjaga jarak dari sengketa ini karena bukan negara pengklaim.
Perilaku ekspansif Cina membangkitkan kembali persepsi tentang besarnya peluang konflik militer di masa depan. Negeri Panda ini merupakan ancaman paling real dan paling dekat.
Untuk mengantisipasinya, Indonesia terus 'menajamkan' peluru. Untuk menembakkan peluru, kapal tempur dibeli atau dibangun sendiri.Â
Indonesia misalnya membuat sendiri kapal cepat rudal, tank ringan bersama Turki. Frigat Arrowhead dibeli dari Inggris. Dari Italia, diborong 6 frigat baru kelas FREMM dan dua frigat bekas kelas Mastraeli.
Berbagai jenis burung tempur diakuisisi. Setelah batal membeli SU_35, KEMENHAN katanya sedang bernegosiasi membeli Rafale dari Perancis dan F-15 AS. Inginnya membeli hantu tempur F-35 AS.Â
Mimpi ini mesti ditunda. Selain harganya mahal, infrastruktur dan SDM belum siap untuk menjadi rumah F-35. Dalam jenis pesawat angkut militer, kontrak pembelian Airbus militer dan Hercules sudah ditandatangaNi.
Sementara K-Pop digemari milenial sampai ke pelosok negeri, Tentara Nasional berminat dengan senjata negara asal K_Pop.Â
Dua kapal selam sudah diakusisi dari Korea Selatan. Satu dirakit oleh PT PAL dan sedang dilakukan uji pemakaian. Kedua negara juga arisan membuat pesawat tempur generasi ke empat, K-FX.Â
Prototipenya diluncurkan beberapa waktu lalu dan dihadiri Menhan RI. Untuk mendukung akuisisi 'peluru tajam' baru, anggaran pertahanan dinaikkan 13,28 % dri tahun 2021. APBN 2022 mengalokasikan Rp 139, 9 Triliun untuk sector pertahanan, naik dari 118,2 Trilliun di 2021.
Belanja senjata saat ini mungkin yang paling besar setelah 1960. Saat itu, Indonesia memborong senjata Rusia untuk mendukung operasi pembebasan Irian Jaya, yang sekarang bernama Papua.Â