Mohon tunggu...
Nikolaus Loy
Nikolaus Loy Mohon Tunggu... Dosen - Dosen HI UPN Veteran Yogyakarta

Menulis artikel untuk menyimpan ingatan. Menulis puisi dan cerpen untuk sembuh. Suka jalan-jalan ke gunung dan pantai. Suka masak meski kadang lebih indah warna dari rasa.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Covid 19 dan Super Power Baru? (1)

6 Desember 2021   14:01 Diperbarui: 6 Desember 2021   21:23 168
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Covid-19 telah menjadi pandemi global. Sampai 5 Desember  2021, virus  ini telah menginfeksi 265.684.258 diseluruh dunia. , Sebanyak 5.263.719 orang  meninggal dan  239.350.562 kasus sembuh (Kompas 5/12/21). Di Indonesia, pandemi ini telah merenggut nyawa 143.863, sedangkan 4,1 juta orang terinfeksi.

Setelah mengalami penurunan beberapa saat, pandemi covid-19 meningkat lagi di beberapa negara. Masa diam ini seperti jeda untuk  menyiapkan otot untuk serangan baru. Eropa mencatat lonjakan luar biasa korban baru. 

Jerman dipuji-puji karena berhasil mengendalikan gelombang pertama dan kedua. Saat ini, sistem kesehatannya terancam runtuh karena lonjakan kasus baru. Pembatasan pergerakan dilawan dengan demonstrasi masal.

Di tengan lonjakan Eropa, sebuah varian Covid baru meledak Afrika selatan.  Varian ini  oleh WHO dibaptis nama Omicron, sebelumnya dilabeli B.1.1.529. Sifatnya lebih menular dan dicemaskan akan mampu menyiasati vaksin yang ada saat ini.

Serangan baru ini menimbulkan kecemasan akan masa depan dunia. Tahun 2022 akan disambut dengan fenomena precarity, sebuah situasi yang serba tidak pasti, tak dapat diduga dan menimbulkan rasa tidak aman yang konstan. 

Dalam bidang pendidikan, misalnya, kita menghadapi ketidakpastian apakah sekolah akan kembali tatap muka. Apakah sekolah daring menjadi normalitas baru yang mapan. Semua serba ta pasti. Sama seperti tidak adanya kepastian kapan pandemi ini berakhir.

Salah satau pertanyaan yang muncul dari situasi ini adalah soal tatanan global. Apakah pandemic ini akan berujung pada krisis yang mengubah tatanan dunia baru. Apakah kita sedang menantikan kebangkitan superpower (kuasa besar) baru?

Penurunan Pax Americana?

Sejarah menunjukkan bahwa kemunculan kuasa besar selalu didahului oleh dua hal. Pertama, adalah creative destruction  menurut istilah Schumpeter, ekonom berkebangsaan Austria. Kemajuan dicapai ketika terjadi penghancuran cara lama oleh inovator. 

Ekonomi dikelola dengan inovasi baru melalu penggunaan teknologi baru, pengetahuan baru, produk baru, pasar baru atau sumber  input baru. 

Inggris menjadi kekuatan hegemoni global karena penemuan mesin uap yang mendorong revolusi industry pada abad 18. Aplikasi mesin uap ke kapal laut melanggengkan posisinya sebagai kekuatan maritime global sampai PD II.

Kedua, krisis atau  kejutan besar seperti perang. Posisi AS sebagai kuasa besar tidak bisa dilepaskan dari Perang Dunia II. Sebelum perang, Inggris, Belanda, Perancis dan Jerman adalah kekuatan utama di Eropa. PD II menghancurkan negara-negara Eropa. Amerika Serikat muncul sebagai kuasa besar baru.

Industri yang dibangun massif untuk mendukung perang, berkembang pesat ketika  permintaan akan barang-barang AS naik pasca perang. Marshall Plan adalah program bantuan rekonstruksi Eropa. Program ini sekaligus menjadi sarana perluasan industri AS di tengah kehancuran kemampuan produksi Eropa akibat perang.

AS tumbuh menjadi raksasa ekonomi dan militer yang tidak tertandingi  sesudah PD II. Keruntuhan Uni Soviet tahun 1989 menempatkan AS sebagai hegemon tunggal. Dalam periode 1945-2000-an, dunia menjadi stabil dan damai di bawah rumah payung Pax Americana.

Ada perkiraan bahwa Covid-19 akan mempercepat degradasi peran AS sebagai hegemon global. Tanda-tanda penurunan posisi dominan AS sebenarnya sudah  muncul lama. Serangan September 11/2001 mengakhiri mitos America is the safest place. Dalam kasus program Nuklir Iran, AS tidak bisa lagi bertindak unilateral. Kegagalan di Irak dan Afghanistan ada tanda lain kemunduran the American Mighty.

Perilaku ekonomi proteksionis di bawah Trump mengatakan sesuatu yang penting. Produk AS mulai kehilangan daya saing di pasar internasional. Bahkan mungkin juga di pasar AS sendiri. Defisit perdagangan dengan Cina adalah satu indikasi penurunan  daya saing itu. Bukankah sejak tahun 1990-an, mobil buatan AS seperti Ford harus bertahan menghadap raungan Honda, Toyota, Hyundai bahkan di pasar AS sendiri. Slogan Trump, Bring America great again. Mungkin menjadi America cannot be brought  big again?.

Apakah dampak Covid-19?  Di AS, kesehatan  public dan ekonomi mengalami krisis akibat Covid 19. Lembaga pemerintah AS, Centers for Disease Control and Prevention melaporkan bahwa  sampai tanggal 3 Desember 2021, Covid-19 telah mengambil 784.893 nyawa warga AS. Yang paling banyak meninggal berasal dari kelompok kulit hitam dan warga AS non-hispanik. Analisis Brooking Institute menemukan efek pandemic dalam 10 sektor ekonomi, termasuk usaha kecil dan menengah. 

Selama Januari-Agustus 2020, pendapatan sektor ini menurun sampai 20 %. Pada saat bersamaan, berbagai stimulus dan biaya penanganan COVID telah menaikkan jumlah utang pemerintah. Defisit mencapai US$ 3.1 Triliun. Jumlah ini setara dengan 15 % dari GDP dan deficit paling besar sejak PD II (https://www.cfr.org).

Apakah covid akan mempercepat kemunduran posisi global AS? Apakah Cina akan menjadi kuasa besar baru? (bersambung).

           

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun