Mohon tunggu...
Nikolaus Loy
Nikolaus Loy Mohon Tunggu... Dosen - Dosen HI UPN Veteran Yogyakarta

Menulis artikel untuk menyimpan ingatan. Menulis puisi dan cerpen untuk sembuh. Suka jalan-jalan ke gunung dan pantai. Suka masak meski kadang lebih indah warna dari rasa.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Makam yang Kosong

3 April 2021   13:31 Diperbarui: 3 April 2021   13:31 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Seorang perawat

datang pagi belia

"Di mana dia dibaringkan?"

Gabriel dalam jubah plastik menjawab

"Mengapa mencari dia di rimbun kematian?

Pergilah ke Jakarta

Lewat jembatan pikiran

ia meniti samudera

lalu tiba di jalanan Jakarta

Ciliwung meluap oleh tangisan

sampan-sampan bisu memuat doa

hendak dikirim kepada Tuhan sebagai bingkisan

bersama mereka yang dimakamkan tanpa kata sambutan

Langit gelap oleh asap putus asa

Datang dari rumah-rumah urban

Beribu-ribu nyawa berpusar di Monas

Di rumah sakit pemerintah

Para dokter habis napas

orang-orang sekarat datang seperti air bah

Pada penjaga tak berwajah, ia bertanya

"Di mana Tuhan?"

seorang dokter bergumam pada gadis belia

megap-megap menolak kematian

"Talitha cum"

di balik sarung tangannya transparan

darah menetes dari bekas paku di dua telapak tangan.

Yogya, April 2020

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun