Salah satu ciri puisi yang bagus, katanya, harus memberi ruang pada pembaca untuk memberikan makna apa yang ditulis. Karena itu, sebuah puisi dapat diberi makna berbeda oleh pembaca yang berbeda. Salah satu cara untuk membuat puisi lebih bermakna adalah menggunakan metafora untuk mewakili apa yang hendak disampaikan.
Metafora adalah sarana bahasa untuk menyampaikan sesuatu dengan menggunakan sesuatu yang lain. Makna yang dibangun adalah makna kiasan dan bukan makna harafiah. Metafora dipakai untuk mengatasi keterbatasan kata-kata dalam mengungkapkan makna.
Sebagai gaya bahasa, metafora juga digunakan untuk membuat puisi menjadi lebih ekspresif sehingga menarik. Namun yang paling penting adalah membentuk makna simbolik sehingga pembaca memiliki ruang untuk 'mengalami' puisi. Â Sebenarnya, teks-teks akademis juga kadang-kadang menggunakan metafora dalam menyampaikan gagasan. "Pertumbuhan' adalah metafora yang dipinjam ilmu ekonomi dari mahkluk hidup untuk menggambarkan pertambahan barang, jasa atau pendapatan dalam istilah 'pertumbuhan ekonomi"
Bagaimana memperkaya metafora? Saya sedang belajar menulis puisi, jadi apa yang saya bagikan lebih didasarkan pada pengalaman personal dan tidak didasarkan pada teori sastra.
Teknik paling umum metafora adalah meminjam dari lingkungan. Benda, gejala alam, budaya, tradisi yang dapat mewakili 'pengalaman batin' yang hendak disampaikan dalam puisi.Â
Sebagai contoh, suatu hari saya sangat rindu pada seseorang. Saya dapat menulis "saya merindukannya siang dan malam". Â Pesan dalam kalimat ini tersampaikan tetapi tidak menyediakan ruang bagi pembaca untuk 'mengalami' dan memaknai ulang kerinduan yang lebih personal.
Karena itu, saya lalu menulis sebuah puisi yang berjudul dengan menggunakan metafora burung kolibri. Judlnya menjadi ' BURUNG KOLIBRI MERAH DAN KEMBANG KAMBOJA', Bait Pertama adalah sebagai berikut:
Burung kolibri merah itu aku
Membisu di mulut kembang kamboja
Menanti nectar
dari mana harapan akan perjumpaan
mungkin saja  mengalir pelan-pelan
membasahi hati yang letih menanti sendiri
sejak hari belum berpintu pagi
berjendela petang
Dalam puisi ini saya menggambarkan kerinduan menunggu bertemu dengan dia seperti burung kolibri menunggu kamboja mekar lalu bisa 'berjumpa' dengan nektar. Pembaca yang lain akan memaknai ulang penggalan puisi yang menghasilkan 'pengalaman' berbeda.
Karena itu, puisi membutuhkan apa yang dilakukan peneliti yakni observasi terhadap lingkungan dekat atau jauh. Â Perbedaannya adalah hasil observasi itu diungkapkan dengan gaya bahasa sastra dan tidak secara harafiah.
Anda bisa meminjam dari lingkungan dekat sekitar rumah, atau lingkungan jauh dari masa kecil, dari kebudayaan lain, dari media cetak atau on-line atau sumber-sumber lain. Anda juga bisa meminjam dari perjumpaan dengan orang lain. Terima kasih semoga bermanfaat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H