Mohon tunggu...
Nikolaus Loy
Nikolaus Loy Mohon Tunggu... Dosen - Dosen HI UPN Veteran Yogyakarta

Menulis artikel untuk menyimpan ingatan. Menulis puisi dan cerpen untuk sembuh. Suka jalan-jalan ke gunung dan pantai. Suka masak meski kadang lebih indah warna dari rasa.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Mengembangkan Metafora dalam Puisi

6 November 2020   16:43 Diperbarui: 6 November 2020   16:58 268
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bahasa. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Jcstudio

Salah satu ciri puisi yang bagus, katanya, harus memberi ruang pada pembaca untuk memberikan makna apa yang ditulis. Karena itu, sebuah puisi dapat diberi makna berbeda oleh pembaca yang berbeda. Salah satu cara untuk membuat puisi lebih bermakna adalah menggunakan metafora untuk mewakili apa yang hendak disampaikan.

Metafora adalah sarana bahasa untuk menyampaikan sesuatu dengan menggunakan sesuatu yang lain. Makna yang dibangun adalah makna kiasan dan bukan makna harafiah. Metafora dipakai untuk mengatasi keterbatasan kata-kata dalam mengungkapkan makna.

Sebagai gaya bahasa, metafora juga digunakan untuk membuat puisi menjadi lebih ekspresif sehingga menarik. Namun yang paling penting adalah membentuk makna simbolik sehingga pembaca memiliki ruang untuk 'mengalami' puisi.  Sebenarnya, teks-teks akademis juga kadang-kadang menggunakan metafora dalam menyampaikan gagasan. "Pertumbuhan' adalah metafora yang dipinjam ilmu ekonomi dari mahkluk hidup untuk menggambarkan pertambahan barang, jasa atau pendapatan dalam istilah 'pertumbuhan ekonomi"

Bagaimana memperkaya metafora? Saya sedang belajar menulis puisi, jadi apa yang saya bagikan lebih didasarkan pada pengalaman personal dan tidak didasarkan pada teori sastra.

Teknik paling umum metafora adalah meminjam dari lingkungan. Benda, gejala alam, budaya, tradisi yang dapat mewakili 'pengalaman batin' yang hendak disampaikan dalam puisi. 

Sebagai contoh, suatu hari saya sangat rindu pada seseorang. Saya dapat menulis "saya merindukannya siang dan malam".  Pesan dalam kalimat ini tersampaikan tetapi tidak menyediakan ruang bagi pembaca untuk 'mengalami' dan memaknai ulang kerinduan yang lebih personal.

Karena itu, saya lalu menulis sebuah puisi yang berjudul dengan menggunakan metafora burung kolibri. Judlnya menjadi ' BURUNG KOLIBRI MERAH DAN KEMBANG KAMBOJA', Bait Pertama adalah sebagai berikut:

Burung kolibri merah itu aku

Membisu di mulut kembang kamboja

Menanti nectar

dari mana harapan akan perjumpaan

mungkin saja  mengalir pelan-pelan

membasahi hati yang letih menanti sendiri

sejak hari belum berpintu pagi

berjendela petang

Dalam puisi ini saya menggambarkan kerinduan menunggu bertemu dengan dia seperti burung kolibri menunggu kamboja mekar lalu bisa 'berjumpa' dengan nektar. Pembaca yang lain akan memaknai ulang penggalan puisi yang menghasilkan 'pengalaman' berbeda.

Karena itu, puisi membutuhkan apa yang dilakukan peneliti yakni observasi terhadap lingkungan dekat atau jauh.  Perbedaannya adalah hasil observasi itu diungkapkan dengan gaya bahasa sastra dan tidak secara harafiah.

Anda bisa meminjam dari lingkungan dekat sekitar rumah, atau lingkungan jauh dari masa kecil, dari kebudayaan lain, dari media cetak atau on-line atau sumber-sumber lain. Anda juga bisa meminjam dari perjumpaan dengan orang lain. Terima kasih semoga bermanfaat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun