DKI Jakarta bukan lagi kota yang tertinggal akan kecanggihan teknologi. Namun jika Anis tidak bisa menurunkan angka putus sekolah itu, bagaimana masyarakat Jakarta bisa mencapai kecanggihan teknologi itu?
 Jika ditanya apa penyebab dari tingginya angka putus sekolah itu, tentu hanya sang gubernur yang bisa jawab. Karena bila dikaitkan dengan anggaran belanja DKI, tentu pendidikan sudah teranggar, mengingat APBD DKI paling banyak dari semua provinsi di Indonesia.
 Mata tidak bisa berbohong, jika anggaran untuk pendidikan tidak digunakan dengan baik, kemungkinan besar anggaran itu digunakan untuk pembangunan beberapa infrastruktur yang dibangun pak gubernur.
 Banyaknya pembangunan infrastruktur baru yang dilakukan Anis, dari yang tidak penting hingga tidak matang perencanaannya. JIS dan Formula E adalah dua proyek besar yang menelan trilyunan rupiah. Beberapa dananya datang dari sponsorship, namun APBD tetap keluar banyak untuk pengerjaan dua proyek itu.
 Dan dari sisi efektifitas penggunaan juga dinilai tidak tinggi, cenderung lebih rendah. Formula E hanya untuk ajang bergengsi yang penyelenggaraannya pun penuh kontroversi, bahkan saat ini diduga adanya tindak pidana korupsi di dalamnya.
 Inisiator Formula E adalah sang gubernur sendiri, dan sekarangpun Anis juga sedang tahap penyelidikan, karena diduga terlibat dalam kasus itu. Rakyatnya sedang kesusahan mencari makan, pendidikan anak-anak ibu kota pun terlantar, gubernurnya malah membuang-buang dana untuk Formula E.
 Belum lagi JIS yang digadang sebagai stadion besar bertaraf internasional yang juga penuh masalah. Dari interior bangunannya dinilai PSSI tidak memenuhi standar FIFA untuk penyelenggaraan pertandingan sepak bola dunia.
 Satu problemnya terletak pada lahan parkirnya yang hanya berkapasitas kurang lebih 1.500 kendaraan, tidak sebanding dengan massa yang memenuhi stadium itu. Entah mengapa sang gubernur tidak memfokuskan diri saja untuk memperbaiki kemacetan dan banjir yang menjadi masalah utama ibu kota.
 Ingat bukan salah satu janji Anis adalah mengurangi polusi udara di DKI? bukannya berkurang kemacetan yang tidak bisa dikendalikan sang Gubernur juga berdampak pada tingkat polusi udara yang semakin menjadi-jadi.
 Sampai-sampai pada bulan Juli 2022, DKI Jakarta menjadi kota kedua di dunia yang memiliki kualitas udara tercemar. Bagaimana ini, Jakarta harus menelan kepahitan karena gubernurnya.
 Banyak pendukungnya membangga-banggakan tempat-tempat elok di Jakarta, memang betul salah satu janji Anis adalah membuat tempat wisata. Namun, tempat itu belum bisa dikatakan tempat wisata, jika hanya bisa digunakan sebagai spot foto, bagi segelintir orang saja.