Resiko, Tantangan dan kenyataan
Reklamasi memang cukup menuai sikap kontraversial sejumlah kalangan. Sekalipun reklamasi bakal mengubah lanskap perairan Teluk Jakarta. seperti membuat melemah dan menurunnya sirkulasi arus tengah teluk ”mencuci” perairan secara alami dari sedimen dan cemaran. Akibat terjadinya penambahan waktu pencucian dari tujuh menjadi empat belas hari. Padahal, tanpa reklamasi pun, sedimentasi dan pencemaran di Teluk Jakarta sudah parah (Versi Kajian Oseanografi Surya Institute).
Reklamasi berdampak memicu pelandaian sungai-sungai di Jakarta. Dimana muara sungai akan mengalami nol gravitasi dan menambah potensi genangan, apalagi sebagian wilayah daratan di Jakarta Utara berada di bawah ketinggian muka laut versi Wahana Lingkungan hidup Indonesia/Walhi
Memang tidaklah mudah untuk melangsungkan program reklamasi ini secara mulus. Jika harus berhadapan dengan banyak kalangan masyarakat yang cenderung menentang adanya reklamasi terkait Pengerusakan lingkungan, erosi, atau yang terkesan memarginalisasi masyarakat pesisir, khususnya nelayan. Namun, sebenarnya bayak manfaat yang dapat dipetik dari reklamasi.
Reklamasi harus dilaksanakan secara hati-hati dan dengan perencanaan yang matang. Pelaksanaan reklamasi harus sesuai melibatkan berbagai stakeholder, serta menerapkan prinsip pembangunan berkelanjutan dan jangka panjang yang memperhatikan aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Hal ini dilakukan guna memperoleh manfaat optimal dari kawasan reklamasi.
Tercatat lebih dari 20 negara di dunia sudah melakukan reklamasi pantai dengan berbagai tujuan. Seperti Hong Kong, yang hampir 25% dari keseluruhan wilayahnya adalah daerah hasil reklamasi pantai. Lain lagi dengan Belanda yang berada di bawah rata-rata permukaan laut. Pada tahun 1612, kota Beemster di utara Belanda rekayasa lahannya dilakukan tidak kurang dari 70 km2. Reklamasi di Beemster ini termasuk proyek reklamasi tertua dan pernah mendapatkan penghargaan sebagai World Heritage Site pada tahun 1999. Singapura dimana sekalipun proyek reklamasi mereka cukup berhadapan berbagai pro dan kontra. Namun pada akhirnya keberhasilan dalam merekayasa lahan perlu diacungi jempol, karena reklamasi yang dilakukan tidak hanya untuk keperluan bisnis dan perumahan, tetapi juga untuk membangun kota holtikulura, baik secara horizontal maupun vertikal.
Bagi warga pesisir, wajah Teluk Jakarta yang telah berubah memaksa mereka beradaptasi. Daratan baru yang masih dalam proses pembangunan itu telah menggeser jalur kapal nelayan. Jika mau keluar cari ikan dari Kanal Muara, perahu tidak bisa lagi lurus (ke arah laut lepas), harus berbelok dulu ke kiri.
Tetapi patut disadari Reklamasi tidak harus menghilangkan mata pencaharian masyarakat setempat, khususnya nelayan atau petambak. Dengan reklamasi, nantinya akan ada tambahan daratan buatan hasil pengurugan pantai sehingga dapat dimanfaatkan untuk berbagai macam kebutuhan. Khususnya bagi peningkatan manfaat sumber daya lahan yang pada akhirnya bermanfaat bagi perkembangan perekonomian daerah, peningkatan kesejahteraan, pengentasan kemiskinan, pengangguran dan lainnya. Perubahan itu berimplikasi pada perubahan ketersediaan lapangan kerja baru dan bentuk keragaman atau diversifikasi usaha baru yang ditawarkan.
Walaupun di Indonesia belum terdapat proyek reklamasi sespektakuler di Dubai, namun sudah ada beberapa proyek yang memaksimalkan daerah pesisir pantai atau daerah hutan bakau. Sebut saja makassar Sulawesi Selatan yang hingga kini belum tuntas karena mengalami hal serupa Pemda DKI yakni prokontra berbagai kalangan.
Gubernur dan Walikota Makassar adalah subjek terkini jadi target atau sorotan prokonta masyarakat Makassar dalam mengusakan megaproyek reklamasi pantai di Makassar. Proyek reklamasi pantai Makassar dianggap menutup akses ekonomi masyarakat pesisir Makassar, utamanya bagi nelayan pencari kerang. Melanggar hak-hak ekonomi, sosial dan budaya masyarakat pesisir (Versi WALHI Sulsel). Membuat keberlangsungan proses reklamasi masih terkendala belum berjalan sesuai harapan dan cita-cita pemerintah. Lebih miris lagi Gubernur Sulsel Syahrul Yasin Limpo digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) oleh Walhi Sulsel terkait aktivitas reklamasi di pantai barat Kota Makassar hingga saat ini Mei 2016.
Contoh lain soal reklamasi hutan bakau misalnya di Jakarta yang terbukti berdampak positif adalah, jalan bebas hambatan menuju Bandar Udara Soekarno-Hatta, dibangun di atas lahan gambut pada tahun 1985 sepanjang 12 km. Proyek lain misalnya jalan bebas hambatan di Bali Mandara, yang terbentang sepanjang 12,7 km.