Mohon tunggu...
Nikmatus Saadah
Nikmatus Saadah Mohon Tunggu... Mahasiswi -

Belajar di masa kecil bagaikan mengukir di atas batu, sedang belajar di masa dewasa bagaikan mengukir di atas air

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Sayonara Desa Genengan, Kenangan Membawa Bekas

31 Januari 2019   16:11 Diperbarui: 31 Januari 2019   16:30 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Satu bulan sudah kami lalui kegiatan Kuliah Kerja Mahasiswa (KKM) ini di desa Genengan. Tepat di akhir bulan Desember tahun lalu kami mulai menjajak cerita di desa ini hingga saat ini tiba di akhir bulan Januari 2019 kami meninggalkan desa yang penuh cerita ini.

Sungguh banyak cerita yang ingin ku ungkap dalam sedikit lembaranku. Teman yang ceria, masyarakat yang banyak karakter, kegiatan yang membuat kita ke sana- ke mari. Semua melebur menjadi satu menghasilkan berbagai pengalaman.

Tak peduli kalian berasal dari mana, tak peduli bagaimana karakter kalian. Marah, emosi, sedih, tertawa, bergurau, serius, suka, menjadi sahabat kami selama mengabdi. Semua kami lalui berawal dari survey lokasi posko siang itu.

Ku teringat kala itu hujan mulai reda, jalananpun masih basah, perlahan kami telusuri jalan untuk mendapatkan gapura coklat gang 7 Jl. Masjid Ar- Rosidin yang dimaksud bapak Sugiono pemilik rumah itu. Perlahan kami jalankan sepedah motor dan pertanyaan yang sama akan alamat kami tanyakan dari rumah ke rumah yang hanya selisih 2-3 meter hingga akhirnya kami temukan rumah yang kami tuju.

Sebuah rumah yang terletak di ujung persimpangan itu sepakat kami tempati dan kami jadikan posko KKM kelompok 93. Tepat tanggal 28 Desember 2018 kami mulai menempati rumah itu. Rumah yang hanya ditempati sepasang suami istri. Rumah yang kami temukan penuh teka-teki di akhir pengabdian. 

Berlawanan dengan panti PKK tempat singgah mahasiswa laki-laki yang penuh cerita mistis di awal pengabdian dari mulut warga. Pertanyaan-pertanyaan aneh menghantui pikiran kami, namun kami berusaha tidak terlalu menghiraukan itu semua walau sebenarnya masih terlintas di benak kami.

Satu hari dua hari kami lalui tanpa rasa. Warna warni karakter masih nampak diantara kami, mie instan makanan pertama kami di siang itu. Senyum tipis yang kami pandangkan dari si A ke si B. Tak hafal nama, tak tahu jurusan, dan menjudge karakter mereka sesuai dengan apa yang kita lihat.

Seiring berjalannya waktu, guyonan mulai tampak, warna-warna yang awalnya berbeda mulai melebur. Pengumpulan data terkait profil desa yang membuat kami mulai akrab hingga membuahkan beberapa program kerja. Pembelajaran mandiri atau biasa kita sebut bimbel, membantu mengajar di TPQ-TPQ, penyuluhan cuci tangan, renovasi UKS, renovasi pos kamling serta menciptakan papan 10 program pokok PKK diantaranya.

Kondisi Desa Genengan yang terdiri dari tiga dusun ini membuat kami berpencar, utamanya dalam mengajar TPQ dan bimbel. Tiga TPQ berada di dusun Genengan Krajan tepat di dusun posko perempuan, dan tiga TPQ lainnya berada pada dusun tetangga, dusun Binangun.

Kami berdua belas membagi rata di setiap TPQ,  sehingga satu TPQ mendapat dua mahasiswa sesuai undian yang telah ditentukan. Karena jarak dusun Genengan Krajan dengan dusun Binangun cukup jauh, kita membuka bimbel di dua tempat yang berbeda ini. Sehingga adik-adik yang ingin mengikuti kegiatan ini mudah untuk menjangkaunya.

Tanda dimulainya kegiatan TPQ adalah Mendengar adzan ashar berkumandang, seketika itu kami segera bersiap untuk meluncur ke TPQ masing-masing. 17.00 waktu yang biasa kami sudahi belajar di TPQ. Satu jam terhitung sebelum adzan maghrib berkumandang, di sinilah kami sedikit bertukar cerita dan merenggangkan otot yang mulai kaku.

Adzan maghrib mulai terdengar dari beberapa sudut masjid, kamipun mulai bergegas menuju mushola terdekat dan dilanjutkan bimbel di dua tempat itu. Hujan rintik-rintik, angin membawa debu, dan dinginnya malam tetap kami tempuh. Begitulah rutinitas hari-hari kami yang selalu kami lewati di sana.

Disamping berjalannya program harian, kami juga mulai meluncurkan program unggulan, penyuluhan cuci tangan salah satunya. Hari terakhir di minggu ketiga itu kami adakan penyuluhan cuci tangan di TK A. Yani. Persiapan sehari semalam hingga suksesnya kegiatan cukup mengesankan bagi kami. Kesan ini tak cukup singgah di penyuluhan cuci tangan, renovasi UKS SDN Genengan 1 yang cukup berat kami menggeret-geret dipan, penciptaan papan 10 program pokok PKK yang penuh cek cok memilih warna cat, dan yang paling mengesankan panasnya siang saat mengecat pos kamling RW. 06 dan keesokan harinya mendapat kabar dari warga jika pos yang telah kami cat di rusak oleh orang tak bertanggung jawab yabg tak dikenal identitasnya. Tak tahu apa sebabnya, aaah sudah lah kami menganggap mereka ingin membantu memberi kreasi di pos kamling itu.

Tak terasa, program-program mulai berguguran satu persatu, malam puncak semakin mendekat. Penutupan KKM UIN Mengabdi 2019 kelompok 93 telah tiba. Masjid Riyadlul Jannah yang terletak di ujung dusun Binangun kami piih sebagai tempat acara. Lokasinya luas, dekat dengan 3 TPQ yabg jumlahnya cukup banyak, ta'mir (pengurus)nya welcome itu yang mendasari kuat kami memilih masjid Riyadlul Jannah untuk tempat penutupan.

Kurang lebih 150 santri hadir dalam acara tersebut. Mereka hadir dari berbagai TPQ, seragam menjadi identitas mereka, tampilan pengisi acara yang menjadi unggulan mereka. Ada yang paduan suara, berpuisi, hafalan juz 30, pidato dan lain sebagainya. Senyum bangga pada pengasuh TPQ nampak kami lihat dari kejauhan.

Senyum manis bapak Babinsa Kecamatan Pakisaji mulai melebar, senyum bangga kita semua pada mereka hingga menumpahkan genangan air mata. Penyerahan cindera mata, doa dan penutup menjadi penghujung acara kita yang kemudian di lanjut dengan mushofahah. Rindu mulai terasa sejak saat itu. Kamipun harus kembali belajar di bangku kampus.

Keesokan harinya, kamipun bergegas beberes posko, ada yang memasak, ada yang mencuci, ada yang menyapu dan lain sebagainya. Tepat pukul 09.00 semua selesai, ya tidak terlalu siang lah karena awalnya kami memang kesulitan menemukan air, sehingga semua kegiatan terkendala. Setelah sarapan, kami langsung meluncur ke gang depan untuk memasang papan 10 program pokok PKK. Gurauan tak berguna banyak teman-teman lontarkan hingga masyarakatpun menahan tawa seketika mendengarnya. Setelah semua selesai, kami langsung menuju rumah ke rumah masyarakat sekitar posko, bapak kepala desa dan bapak carik untuk silaturrahmi (pamitan). 

Adzan dhuhurpun mulai berkumandang, kami siap meluncur ke tempat asal masing-masing, ada yang memawa sepedah, ada yang naik gojel online da nada pula yang dijemput. Kamipun berpamitan pada ibu bapak pemilik posko. Genangan air mata mereka seakan akan jatuh menetes membalas pamitan kita. Kamipun beranjak pulang ke tempat masing-masing. Desa Genengan inilah yang menjadi saksi bisu pengabdian mahasiswa KKM UIN Maulana Malik Ibrahim Malang kelompok 93.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun