Pilkada (Pemilihan Kepala Daerah) yang berlangsung di Indonesia sering kali menelan biaya yang sangat besar. Pertanyaannya adalah, apakah biaya besar ini sebanding dengan manfaatnya bagi pembangunan rakyat dan negara? Dalam pandangan beberapa pakar, seperti Advokat Senior Dr. Ida Rumindang Aritonang Radjagukguk, SH. MH., dan Dr. Djonggi M. Panggabean Simorangkir, SH. MH., biaya besar yang dikeluarkan oleh para calon selama kampanye dapat menimbulkan potensi korupsi.
Pesta demokrasiDr. Djonggi M. Panggabean Simorangkir,SH, MH menyatakan bahwa jika jabatan kepala daerah diisi melalui karir birokrasi, tanpa melalui Pilkada, maka tidak ada uang yang keluar untuk kampanye. Menurutnya, hal ini dapat mengurangi potensi korupsi, karena para kepala daerah tidak perlu mengembalikan dana besar yang telah dikeluarkan untuk kampanye.
"Para calon yang kalah akan merana meratapi nasibnya yang telah mengeluarkan biaya yang sangat besar, bahkan ada yang masuk penjara karena tidak mampu mengembalikan uang yang dipakainya untuk biaya Pilkada," kata Dr. Djonggi.
Dr. Djonggi juga berpendapat bahwa pemilihan wakil rakyat untuk menduduki DPRD Tk. 2, DPRD Tk. 1, DPR RI, dan DPD RI tetap diperlukan. Wakil rakyat ini dipilih oleh rakyat untuk mengontrol jalannya pemerintahan di parlemen. Dengan demikian, menurutnya, tidak mungkin ada kolusi antara wakil rakyat dan kepala daerah yang jabatan karir, sehingga pemerintahan dijamin bersih.
"Para kepala daerah tidak mengeluarkan biaya untuk menduduki jabatan kepala daerah karena jabatan karir, sehingga pemerintahan dijamin bersih," tambahnya.
Melihat dari sudut pandang ini, ada argumen kuat yang menyarankan bahwa Pilkada mungkin perlu dipertimbangkan kembali. Dengan mengangkat kepala daerah dari jabatan karir, potensi korupsi dapat diminimalkan, dan dana besar yang biasanya dihabiskan untuk Pilkada dapat dialokasikan untuk kepentingan pembangunan lainnya.
Sementara itu, tren di Indonesia saat ini menunjukkan bahwa masyarakat tidak lagi memprioritaskan kualifikasi akademik tinggi atau kecerdasan luar biasa dalam memilih pemimpin. Hal ini menambah kompleksitas dalam pemilihan kepala daerah, di mana kualitas kepemimpinan dan integritas harus lebih diutamakan daripada gelar akademik.
Advokat Senior - Penasihat Hukum - Pengamat Sosial Politik, Dr. Djonggi M. Panggabean Simorangkir, SH. MH. menutup pandangannya dengan harapan agar sistem pemerintahan bisa lebih bersih dan efisien tanpa Pilkada yang mahal.Â
"HORAS," tutupnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H