Mohon tunggu...
Niken Satyawati
Niken Satyawati Mohon Tunggu... Jurnalis - Ibu biasa

Ibu 4 anak, tinggal di Solo. Memimpikan SEMUA anak Indonesia mendapat pendidikan layak: bisa sekolah dan kuliah dengan murah. Berharap semua warga Indonesia mendapat penghidupan layak: jaminan sosial dan kesehatan. TANPA KECUALI. Karena begitulah amanat Undang Undang Dasar 1945.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Apa Salahnya Jurnalis Indonesia ke Israel?

1 April 2016   10:47 Diperbarui: 1 April 2016   11:21 668
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="Sumber foto: Islamedia"][/caption]Foto sejumlah jurnalis senior Indonesia bersama Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu, merebak di timeline media sosial saya akhir-akhir ini. Foto yang sudah dibuat menjadi meme dengan tulisan identitas media tempat mereka bekerja di dada masing-masing, diapload secara beramai-ramai oleh media online yang memang selama ini dikenal provokatif dan tak tanggug-tanggung dalam menggosok sentimen SARA, serta tak segan menyebarkan hoax bahkan fitnah. Nggak usah disebutkan, tentu sudah pada tahu. 

Media-media abalabal itu kompak menulis dengan judul "Inilah Identitas Wartawan yang ke Israel" atau "Ini Wartawan yang Sowan Pemimpin Israel". Gerombolan regu sorak media abal-abal itu pun beramai-ramai menyebarkan link dengan status "Hafalkan Wajah Para Wartawan Pengkhianat yang Tunduk pada Israel"(kalo hafal terus ngapain, Broohh?" keluar di soal ujian nasional?)

Memang menyedihkan. Apapun dilakukan "kelompok itu" untuk membodohi masyarakat. Mereka paham betul kelompok masyarakat yang bodoh dan kudet memang gampang terprovokasi dengan apapun informasi yang dibalut dengan isu agama. Selama ini sentimen muslim Indonesia terhadap Israel sangat besar dan mendalam. Apapun yang ada embel-embel  Israel wajib dibenci. Yang ada di kepala hanya perang Israel vs Palestina, dan itu berarti Islam vs Yahudi. Orang sholeh melawan orang jahat. Sebaliknya apapun yang terkait Palestina wajib diberi simpati.

Mereka tak mengerti di Israel juga ada minoritas Muslim. Tak mengerti pula di Palestina juga ada warga nonmuslim. Tak mengerti di Israel juga ada orang baik. Tak mau tahu di Palestina juga ada orang jahat. Pokoknya jangan dekat-dengan Israel. Itu najis dan aib besar. Begitu yang ada di kepala orang-orang yang berwawasan cekak di "kelompok itu".

Mereka pun gak mau tahu bahwa wartawan bertemu pemimpin Israel itu sedang menjalankan tugasnya. La wong memang wartawan kerjanya menggali informasi dari siapa saja. Dari presiden maupun tukang sampah ataupun pelacur. Dari kawan maupun lawan. Dari kalangan kelas kambing hingga kelas jerapah. Lagian mereka jurnalis-jurnalis senior yang memegang kredo jurnalistik dengan baik. Mereka dari media-media kredibel yang tak punya kepentingan seperti media abal-abal yang merebak akhir-akhir ini. (padakkan mereka-mereka aja).  

Ya, saya paham. media-media yang dibuat "kelompok itu" memang bertujuan mendiskreditkan perusahaan penerbitan tempat para jurnalis itu bernaung.  Mereka pun mendapat angin saat mendapati para jurnalis itu pergi ke Israel. Mereka pun memanfaatkan sentimen dan momentum ini dengan baik, agar publik makin membenci Metro TV, Tempo dan Kompas (yang notabene media kredibel dan berintegritas di Indonesia). Sayangnya Jawa Pos dan Bisnis Indonesia ada di antara rombongan juga. Jadi turut kena getahnya.

Apa yg boleh bergandeng mesra dengan pemimpin Israel cuma Om Erdogan? 

Yang lucu adalah saat bersamaan, "kelompok yang sama" secara beramai-ramai terus kampanye mendukung pemimpin Turki Recep Tayip Erdogan. Tapi mereka pun harus menutup-nutupi kenyataan bahwa Turki dan Israel itu mesra satu sama lain. Bahwa pernah hubungan Israel-Turki mengalami pasang surut itu biasa.

Namun nyata-nyata Erdogan sendiri bergandeng tangan dengan Israel sudah sejak lama, zaman perdana menterinya masih Ariel Sharon. Sempat ada perang dingin karena Erdogan mencari simpati publik muslim. Namun baru-baru ini Turki kembali rekonsiliasi dengan Israel. Bahkan Erdogan tak malu-malu menyatakan bahwa Israel dan Turki adalah mitra yang saling membuthkan.

[caption caption="Sumber foto: Hareetz.com"]

[/caption]Memang informasi ini ditutup-tutupi dengan rapi. Namun sebaik-baik info ditutupi,  terbuka juga karena zaman berubah. Orang bisa mengakses informasi apapun dengan ponsel atau laptopnya. Makin lama orang juga makin melek media. Di satu sisi wartawan ke Israel menjalankan tugas dicaci. Sementara junjungannya si Erdogan mesra sama pemimpin Israel pada menutup mata.

Tak seperti media profesional yang kredibel yang menyebarkan aneka ragam informasi, media abal-abal memilih informasi hanya yang bisa digoreng dan akhirnya menguntungkan kepentingan orang-orang di baliknya. Dan kelompok di belakang media-media provokatif sepertinya memang tidak peduli akan efek dari menyebar provokasi dan informasi menyesatkan demi merawat dendam, menjaga sentimen dan menanamkan kebencian.

Kebayang nggak kalau provokasi dengan memanfaatkan sentimen muslim-Israel berlanjut, padahal sebenarnya tujuan media abal-abal itu agar orang-orang membenci media tempat para wartawan itu bernaung (Tempo/Kompas/Metro). Bisa jadi bila provokasi terus berlanjut tanpa bisa dikendalikan, ada orang yang lantas benar-benar mengarahkan sasaran kepada wartawan itu atau bahkan kepada sanak keluarganya?

Batapa banyak kita dapati kenyataan orang yang tak bersalah bahkan anak-anak dibunuh oleh orang yang menyimpan dendam dan kebencian. Apakah media abal-abal itu mikir sampai di situ?

Lantas apakah dengan menulis ini berarti saya membela Yahudi Israel dan bukannya membela agama saya sendiri yaitu Islam? Ya begitulah mungkin yang akan dipahami orang-orang yang kurang penuh volume otaknya. Saya bukan sedang di pihak Islam atau Yahudi. Tapi saya ada di pihak orang-orang yang menjadi korban fitnah oleh media-media provokasi berkedok agama. Saya menentang keras penyebaran kebencian dengan cara memanfaatkan sentimen agama.

Solo, 1 April 2016

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun