Mohon tunggu...
NikenDe
NikenDe Mohon Tunggu... Guru - Vinsensia Niken Devi Intan Sari

Lahir di sebuah desa yang terletak ditengah hutan jati. Desa tersebut berada di wilayah kabupaten Banyuwangi. Daerah yang terlanjur terkenal kembali dengan sebutan Desa Penari. Niken kecil hidup diantara orang tua yang berprofesi sebagai guru. Guru jaman OLD. Dengan segala kekurangannya, namun tetap dan terus mensyukuri dan menyemangati anak-anaknya untuk berpendidikan tinggi. Dengan satu semboyan Ajaib dari mereka bahwa "Pasti ada jalan jika itu untuk biaya pendidikan." That is TRUE. Benarlah adanya. Kami, anak-anak guru SD di sebuah desa kecil tersebut mampu melanjutkan sekolah sampai lulus Sarjana. Mimpi Bapak Ibu terkabul. Hobi menulis menjadi sebuah kegiatan yang selalu memhadirkan CANDU. Menekuninya menghadirkan kegembiraan tersendiri. Semoga menjadikan manfaat bagi banyak orang.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Yei, Aku Sudah Remaja

15 Maret 2020   22:12 Diperbarui: 15 Maret 2020   22:49 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
siap menerima materi (dokpri)

ekspresi lucu mereka (dokpri)
ekspresi lucu mereka (dokpri)
selamat datang masaku (dokpri)
selamat datang masaku (dokpri)

Perempuan kecil itu mendadak pucat, tangan kiri memegang perut dan tangan sebelahnya menutup mata. Beberapa anak tampak berbisik dengan teman di sebelahnya. Bahkan tak jarang teriakan "Hiii ... " dilengkapi ekspresi yang sulit diartikan maknanya terlontar bersamaan. Wajah-wajah lucu, kaget, ngeri, takut, muncul secara bergantian.

Itulah yang terjadi ketika kami mengumpulkan perempuan-perempuan kecil itu untuk menerima edukasi tentang PUBERTAS. Mereka adalah murid-murid SDK Sang Timur Pasuruan kelas 4 dan 5.

Materi ini kami berikan kepada mereka karena saat ini di titik usia inilah sebagian dari mereka menerima anugrah itu. Perempuan-perempuan kecil itu sebagian besar merasa malu membicarakan pubertas.

Datangnya MENSTRUASI pada perempuan-perempuan kecil itu semakin cepat. Banyak penyebabnya, diantaranya masalah hormonal dan gaya hidup.

Menurut Frida Soesanti, Satgas Remaja Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), rata-rata anak perempuan Indonesia mengalami menstruasi pertama di kisaran usia 12,5-13 tahun. Tapi faktanya, jumlah anak perempuan yang mengalami menstruasi dini makin meningkat. (Popmama.com)

Berdasarkan perkembangan terkini, beberapa perempuan sudah mengalami mestruasi pada usia 10 tahun atau sekitar usia kelas 4 SD. Parahnya sebagian besar orang tua tidak memiliki waktu untuk memberikan edukasi tentang cara menyambut datangnya hari membahagiakan itu.

Mungkin juga orang tuanya masih menganggap memberikan edukasi perihal perkembangan fisik kepada anaknya adalah SARU atau TABU. ini berakibat anak-anak tidak siap dan tidak paham bagaimana mengetahui ciri-ciri  datangnya HARI ITU dan tanpa persiapan.

Beberapa orang tua memang sudah membekali anaknya dengan pengetahuan tentang perawatan diri saat hari itu datang. Mereka membekali anak perempuannya dengan pembalut bahkan obat penghilang rasa sakit jika mungkin muncul rasa sakit atau dilep kata orang jawa. Tapi yang seperti ini tidak banyak.

SDK Sang Timur Pasuruan menangkap hal ini sebagai sebuah tanggungjawab yang harus di lakukan. Bagaimanapun guru adalah orang tua bagi mereka ketika di sekolah. Kami menyiapkan sebuah program edukasi khusus bagi siswa kelas 4 dan 5 yang merupakan usia awal mereka mendapatkan menstruasi.

KAMI BERANJAK REMAJA. Judul itu terpampang di layar ruang aula sekolah kami. 40 an anak perempuan sudah duduk rapi, bersiap menerima materi.  Wajah polos mereka terlihat jelas. Beberapa anak yang sudah mengalami pubertas terlihat tersenyum. Perempuan-perempuan kecil yang luar biasa. Pemilik masa depan bangsa.

Ketika kata pubertas diucapkan oleh pemateri, mereka masih diam, namun ketika satu persatu dikupas, ruangan mulai gaduh. Sebagian terdengar tertawa malu-malu. Ciri-ciri pubertas pun disampaikan satu persatu. Bersama sebuah pesan bahwa mereka tidak boleh malu dan takut apalagi panik.

"Ini adalah anugrah anak-anak. Jadi kalian harus menerima dengan senang hati. Ini sebuah tanda bahwa kalian mulai remaja." 

Materi pun dilanjutkan dengan gejala-gelaja pubertas dan apa yang akan dialami mereka. Wow, melihat ekspresi mereka terasa kembali ke masa remaja. Ada yang menutup wajah tapi masih menyisakan celah jarinya agar tetap fokus pada materi. Ada yang berpandangan dan tertawa dengan teman di sebelanya. Ada pula yang bergidik sambil berteriak, " Hiii ....."

"Kalian tidak boleh malu menyampaikan pada Mama, atau ibu guru ya. Jika tiba-tiba mendapatkan itu, langsung bilang kepada ibu guru. Ibu guru akan membantu kalian. Tidak perlu PANIK atau TAKUT"

Tim pemateri memberikan langkah-langkah yang harus dilakukan jika mereka mendapatkannya secara mendadak di sekolah. Kami juga mengajarkan kepada mereka cara menghitung siklus buanan itu sehingga mereka bisa bersiap diri jika sudah mendekati waktunya.

Apa yang harus mereka bawa dari rumah ketika mendekati hari itu. Hal ini penting bagi PEMULA karena tidak jarang anak-anak mengalami peristiwa yang tidak diinginkan karena terbatasnya pengetahuan mereka.

Materi ini kami berikan bukan bermaksud mengambil alih peran orang tua. Materi ini menjadi program tahunan sekolah yang sudah disosialisasikan kepada orang tua.

Kami berharap dengan edukasi ini, perempuan-perempuan kecil yang dipercayakan kepada kami dapat menjalani masa membahagiakan itu dengan gembira dan sehat.

Perempuan-perempuan kecil itu keluar dari aula dengan wajah cerah. kono mereka telah memiliki bekal untuk menyambut rahmat membahagiakan itu dengan SIAP DAN SEHAT.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun