Mohon tunggu...
NikenDe
NikenDe Mohon Tunggu... Guru - Vinsensia Niken Devi Intan Sari

Lahir di sebuah desa yang terletak ditengah hutan jati. Desa tersebut berada di wilayah kabupaten Banyuwangi. Daerah yang terlanjur terkenal kembali dengan sebutan Desa Penari. Niken kecil hidup diantara orang tua yang berprofesi sebagai guru. Guru jaman OLD. Dengan segala kekurangannya, namun tetap dan terus mensyukuri dan menyemangati anak-anaknya untuk berpendidikan tinggi. Dengan satu semboyan Ajaib dari mereka bahwa "Pasti ada jalan jika itu untuk biaya pendidikan." That is TRUE. Benarlah adanya. Kami, anak-anak guru SD di sebuah desa kecil tersebut mampu melanjutkan sekolah sampai lulus Sarjana. Mimpi Bapak Ibu terkabul. Hobi menulis menjadi sebuah kegiatan yang selalu memhadirkan CANDU. Menekuninya menghadirkan kegembiraan tersendiri. Semoga menjadikan manfaat bagi banyak orang.

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Lord Didi (The Father of Broken Heart) Idola Pemuda Milenial

4 Desember 2019   12:50 Diperbarui: 4 Desember 2019   13:02 339
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Menghancurkan maintream bermusik

Sebutan yang disematkan kepada penyanyi asal Surakarta ini memang sesuai. bagaimana tidak sesuai, hampir semua lagunya adalah tentang patah hati, sakit hati dan segala sesuatu yang berkaitan dengan itu. Bapak Loro Ati Nasional, hmm. Syair-syair lagunya mengena sehingga tidak heran jika penggemar adik dari alm. Mamiek srimulat ini sebagian besar adalah kaum muda.

"Wes, sakmesthine ati iki nelongso, .... " Begitu bunyi salah satu penggalan lagu Cidro (ingkar). Jika anda menyaksikan konsernya baik secara langsung atau dari youtube, benar-benar heboh penontonnya. Melihat para Sobat Ambyar (sebutan untuk para penggemarnya) ikut melantunkan setiap syair lagunya dengan ekspresi yang dramatis. Suara mereka terkadang melebihi penyanyinya. Seringkali Mas Didi Kempot mengarahkan mikrophone ke arah penonton.

Didi Kempot memang sebuah fenomena jaman millenial. Konsernya hampir tak berhenti di setiap kota selalu penuh sesak dengan penonton. Teriakan Sang Maestro agar penonton menyalakan HP dan menggerakkannya menjadikan konser musik jawa modern ini tak beda dengan konser musik korea. Seru dan Heboh.

Menjadi menyukainya. Menjadi penggemarnya. Itulah kemendadakan yang menghinggapiku. Awalnya, kami serumah kaget ketika mendapat kiriman video dari anak pertamaku yang sedang menuntut ilmu di sebuah sekolah pariwisata di Bantul DIY. Terlihat dia menghadiri sebuah acara bertajuk kuliah umum. Ternyata kampusnya menghadirkan putra seniman Ranto Edi Gudel.

Suasana penonton Didi Kempot | tabloidbintang.com
Suasana penonton Didi Kempot | tabloidbintang.com
Video itu menunjukkan suasana HEBOH mahasiswa baru (termasuk anakku) melantunkan setiap syair lagu "Bojo Anyar". Ya ampun, pemuda jaman millenial itu berjoget dengan riang gembira diiringi suara kendang ritmis lagu Jawa.

"Cendol dawet... cendol dawet ... cendol cendol cendol ..., dawet dawet dawet ... limang atusan ..." Bergidik aku melihatnya. Bukan karena melihat mereka semua berjoget bersama teman-temannya. Namun dalam hati aku merinding menyadari betapa lagu Jawa menjadi sedemikian familiar di bibir anak muda itu.

Budayaku kembali merebut hati kaum muda. Kutanyakan kepada anakku yang selama ini menjadi penggemar salah satu Boyband asal Korea.

"Berpindah haluan, ya?" tanyaku menahan kegembiraan.

"Gak sih, tapi bosen Bu. Ini seru."

Setelahnya, aku sendiri pengen tahu syair-syair MISTIS Mas Didi yang mampu menghipnotis para muda digital. Wow, memang luar biasa. Konser-konsernya dipenuhi anak muda. Penggemar Mas Didi ini benar-benar lintas generasi. Orangnya santai ketika di atas panggung, tanpa goyangan menggelora seperti aktris-aktris baru saat ini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun