"Sugeng rawuh mbak Niken, monggo silahkan masuk", suara merdu seseorang menyambutku saat memasuki sebuah bangunan lawas di kawasan Kotagede.Â
Bangunan lawas memang banyak tersebar di wilayah Kotagede, Yogyakarta. Namun letak bangunan lawas yang satu ini tidak terpusat di sekitar pasar Kotagede, justru letaknya di sebelah timur masuk kawasan Purbayan. Memasuki bangunan lawas itu seperti lorong waktu, mengingatkan akan kemegahan masa lalu yang sudah tergulung oleh sang waktu.
Berawal dari rumah tinggal yang memiliki pendapa dan sering digunakan untuk kegiatan social, tempat ini akhirnya sebagian digunakan sebagai kedai atau warung dengan nama Kopi Lumbung Mataram. Nah kalau sebagian lagi masih digunakan untuk tempat tinggal dan yang menempati adalah generasi ke 4 keturunan sang saudagar pemilik bangunan.
Kopi Lumbung Mataram Menghadirkan Suasana Klasik Tempo Dulu
Sementara itu tempat cuci tangan yang baru saja dibuat ternyata tidak merusak suasana klasik tempo dulu yang telah ada.
"Kami menghadirkan sebuat tempat dengan konsep semua seperti di rumah sendiri", jelas bu Ida saat bercerita tentang Kopi Lumbung Mataram. Gambaran suasana homey juga dibagikan dalam potongan video dalam akun instagram @kopilumbungmataram.
Nasi Daun Jati Berbalut Kerinduan Kenangan Masa Kecil
Nah kalau yang paling aku tunggu dari tempat yang berhasil menghadirkan suasana tempo dulu adalah menu makanannya. Meskipun bernama Kopi Lumbung Mataram, tempat ini tidak hanya menyediakan kopi dan makanan ringan, tapi makanan yang dapat membuat perut kenyang pun hadir disini.
Saat bu Ida mengatakan ada menu nasi daun jati, hatiku bersorak kegirangan dan mungkin beberapa teman juga melihat ekspresi itu di wajahku. Aku memang sudah lama merindukan nasi  yang dibungkus dengan daun jati, soalnya waktu kecil aku sering mencicipi nasi daun jati di rumah nenek. Tapi seiring perkembangan jaman, daun jati sudah tergantikan dengan nasi kotak yang lebih praktis. Padahal aroma nasi yang dibungkus dengan daun jati memberikan kekhasan tersendiri.
Tidak lama kemudian nasi daun jati sudah berpindah ke piring seng bergambar bunga yang ada di tanganku. Tapi tidak hanya satu bungkus nasi daun jati, berbagai lauk dan sayur khas rumahan juga berhasil aku pindahkan ke piring. Satu tusuk sate telur puyuh dan jajanan pasar seolah menggodaku untuk kembali mengingat jajanan yang dibelikan nenek saat pulang dari pasar. Â
Setelah selesai menyantap hidangan yang membuat perut kenyang, rasanya kurang kalau belum leyeh-leyeh di kursi rotan dengan segelas teh panas. Menyeruput teh panas ditemani hembusan angin senja yang berbisik diantara dedaunan, seolah melupakan sejenak tentang pandemi yang tak kunjung usai. Rasa bosan dengan aktivitas sehari-hari juga ikut menghilang bersama hembusan angin senja di Kopi Lumbung Mataram.
Waktu bergulir begitu cepat, sampai akhirnya matahari sudah tenggelam dan aku harus pulang meninggalkan semua ketenangan yang dihadirkan oleh Kopi Lumbung Mataram.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H