Untuk menuju tempat nenek, dibutuhkan waktu 1,5 jam berkendara dengan motor. Suami berinisiatif memakai motor matic karena barang bawaan kami banyak. Dua ekor kucing dewasa (mix dome) dan dua kandang lipat kucing yang ditaruh di bagian depan motor.
Belum lagi tas yang digunakan untuk membawa perlengkapan menginap di rumah nenek. Kucingku yang bernama Snowy masuk ke dalam pet carrier yang aku gendong karena berat badannya lebih ringan daripada Shiro. Sementara Shiro masuk pet carrier jinjing yang bisa dipangku.
Memasuki hutan tutupan mungkin sudah sekitar jam 7 malam, dan tidak ada warga yang melintas. Kami juga tidak lupa membunyikan klakson saat melewati Lemah Abang.Â
Tetapi setelah itu, semuanya jadi terasa sangat berat. Bahkan suami menyetir motor sampai rodo ngglayar (agak oleng). Snowy mulai gelisah di gendongan pet carrier tapi tidak mengeong sementara Shiro mengeong tanpa henti.Â
"Ada yang tidak beres", pikirku dalam hati saat itu tapi aku tidak berani bilang kepada suami. Akhirnya, kami sampai di gapura desa dan melewati jalanan yang menanjak. Anehnya di jalanan yang menanjak ini tidak terasa seberat waktu melintasi hutan tutupan.Â
Sesampainya di rumah nenek, kami tidak bercerita apapun pada nenek. Nah keesokan harinya suami baru bercerita kalau semalam mungkin ada yang nebeng sampai gapura. Merinding sekaligus lega karena kami sudah melewati itu semua.
Sejak kejadian tersebut, kami selalu berusaha melewati hutan tutupan saat hari belum senja karena kata suami senja itu bagaikan pagi di dunia "mereka" jadi "mereka" bersiap untuk beraktifitas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H