Selama ini aku hanya membeli sayuran saja di depan monumen jumenengan HB IX tersebut tanpa memperhatikan bahwa itu adalah monumen jumenengan. Teriknya sinar sang surya lengkap dengan kombinasi macet karena perbaikan saluran air tidak menyurutkan langkah para peserta jelajah untuk menuju kompleks masjid Agung Kotagede yang tidak jauh dari pasar.
Kawasan Masjid Gedhe Mataram dan Makam Para Raja
Penjelasan tentang Masjid Gedhe Mataram oleh narasumber. Dokpri
Kompleks masjid gedhe Mataram menjadi satu dengan kompleks makam raja-raja Mataram. Sejarah panjang Mataram Islam memang berawal dari Alas Mentaok yang terletak di wilayah Kotagede. Kawasan Masjid Gedhe Mataram memilki keunikan yaitu pagarnya mirip dengan gapura candi.
Di halaman masjid ada Wringin Sepuh (Beringin besar) yang usianya sudah ratusan tahun. Kemudian setelah memasuki gapura yang arsitekturnya mirip dengan arsitektur candi, ada pohon sawo kecil dengan pasir laut seperti di keraton Yogyakarta atau Surakarta, yang tentu semuanya memiliki makna.
Masjid Gedhe Mataram dibangun pada tahun 1640 semasa pemerintahan Sultan Agung dengan bergotong royong bersama masyarakat Kotagede yang kebanyakan masih beragama hindu budha. Kemudian pembangunan pada tahap kedua dilakukan oleh Sunan Paku Buwono X, makannya tidak heran jika di halaman masjid ada tugu jam bertuliskan PB X.
Renovasi terakhir masjid Gedhe Mataram sekitar tahun 1926 kemudian setelah itu masyarakat Kotagede bergotong royong untuk menjaga masjid Kotagede. Beranjak ke sebelah selatan masjid, akan menuju pemakaman raja-raja Mataram sebelum Sultan Agung membangun pemakaman Imogiri. Ki Ageng Pemanahan, Panembahan Senopati, Sultan Sepuh (Hamnegku Buwono II), Paku Alam I sampai Paku Alam IV dan beberapa kerabat Mataram Islam bersemayam di pemakaman ini.
Berfoto dengan tugu jam yang dibangun oleh Paku Buwono X. Dokpri
Untuk melakukan ziarah ke makam raja-raja Mataram ini tentu ada tata tertibnya dan menggunakan pakaian khusus yang bisa disewa dari abdi dalem. Sementara itu aku tidak bisa memasuki Sendang Seliran karena sudah terlalu banyak orang yang masuk ke kompleks sendang seliran. Oh iya, fungsi sendang seliran untuk membersihkan diri setelah berziarah ke makam para raja.
Berfoto bersama mbak Dian di gapura menuju arah makam para raja. Dokpri
Kotagede Banyak Menyimpan Cerita
Joglo yang menjadi bangunan warisan budaya. Dokpri
Setelah mengunjungi kompleks Makam Raja-Raja Mataram, kami berkunjung ke kampung Alun-Alun yang memiliki bangunan joglo, yang masuk kategori warisan budaya. Selanjutnya peserta diajak melewati reruntuhan benteng Cepuri, yang merupakan benteng bagian dalam keraton Kotagede semasa Sultan Agung. Kemudian perjalanan dilanjutkan ke Watu Gilang. Untuk Watu Gilang sudah pernah aku tuliskan di artikel berikut
ini .
Reruntuhan Benteng Cepuri. Dokpri
Kotagede banyak sekali menyimpan cerita termasuk di gangnya, seperti saat peserta diajak melewati gang yang kemudian bertemu dengan Omah Pesik dan Langgar Dhuwur. Omah Pesik merupakan milik owner jasa ekspedisi DHL yang kemudian dijadikan tempat penginapan dengan berbagai koleksi barang antiknya.Â
Salah satu peserta sedang membaca tentang Langgar Dhuwur di depan bangunan itu sendiri. Dokpri
Kemudian Langgar Dhuwur adalah tempat ibadah keluarga yang berada di loteng dan ditempatkan di paling barat kompleks rumah tradisional jawa. Untuk saat ini hanya tinggala da 2 langgar dhuwur, yaitu milik keluarga A. Cahris Zubair dan Alm. Danhal Anwar.
Ada hal yang membuat hatiku bahagia saat melintasi sebuah bangunan yang mirip bangunan indies (hanya saja versi kecil) terdapat papan bertuliskan Bangunan Warisan Budaya. Tulisan itu bertengger di bawah Ndalem Natan yang kini juga dibuka sebagai cafe dan toko buku.
Tujuan Jelajah Terakhir adalah Omah Kalang di dekat Ansor Silver
Omah Kalang yang mirip dengan bangunan indies tapi lebih kecil ukurannya. Dokpri
Menginjakkan kaki disini sungguh membuatku ingin memilikinya, walau tidak mungkin karena harga jual Omah Kalang pasti sangat mahal. Keindahan arsitektur jawa yang dipadukan dengan arsitektur indies masih terlihat jelas. Bahkan disini aku menemukan tegel dengan berbagai motif, bunker untuk menyimpan harta benda dan gabel-gabel kayu yang mirip gigi taring.
Lihat Pendidikan Selengkapnya