Saat sang surya mulai menampakkan diri di ufuk timur, saat itu pula aktifitas mulai menggeliat walaupun hari libur. CFD (Car Free Day), jalan santai, berangkat ke pasar, atau sekedar cari sarapan pagi bersama keluarga adalah kegiatan pada umumnya di Minggu pagi.
Tetapi pada hari Minggu, 25 Agustus 2019 merupakan hari yang sibuk bagiku dan teman-teman karena kami mengikuti sebuah acara bertema Menapak Jejak Sejarah bersama Komunitas Kandang Kebo yang didukung oleh BPCB DIY (Balai Pelestarian Cagar Budaya Daerah Istimewa Yogyakarta).
Halaman BPCB DIY yang biasanya sepi di hari Minggu, terlihat ramai dengan banyaknya peserta yang mengikuti acara menapak jejak sejarah. Dengan berseragam orange, peserta mulai berkumpul tepat pukul 08.00 untuk pembukaan acara dan tidak lupa menyanyikan lagu kebangsaan Indonesia Raya.
Setelah itu ada sambutan dari komunitas Kandang Kebo selaku penyelenggara dan sambutan dari pihak BPCB DIY.
Melihat Koleksi Peninggalan Mataram Kuno di BPCB DIY
Sejak menginjakkan kaki di halaman kantor BPCB DIY, sudah banyak terlihat peninggalan masa Hindu Budha berupa arca dan batu candi.


Sebaliknya di ruangan sebelah kanan terdapat koleksi berbahan logam seperti peralatan ibadah semasa hindu budha , perhiasan logam dan sebagainya dari seluruh wilayah DIY. Nah tujuan dibuatnya arca semasa hindu budha adalah untuk memanggil para dewa saat beribadah. Oleh karena itu ada aturan saat membuat arca agar arca terlihat proporsional.
Mengunjungi Candi Kedulan

Beruntung sekali atap candi Kedulan ini masih ada, jadi batuan candi masih bisa disusun membentuk bangunan candi yang cantik. Untuk saat ini tidak dikenakan tarif saat memasuki kawasan Candi Kedulan, tetapi untuk wanita yang sedang datang bulan tidak diperkenankan turun ke candi. Tentang proses pemugaran Candi Kedulan sudah dituliskan oleh teman saya di artikel berikutini.
Jejak Sejarah di Kotagede
Kawasan Kotagede memang bersejarah, bahkan di pasar kotagede pun ada monumen jumenengan Hamengku Buwono IX, bekas tugu listrik semasa pemerintahan kolonial dan sebuah monumen di barat pasar kotagede.
Selama ini aku hanya membeli sayuran saja di depan monumen jumenengan HB IX tersebut tanpa memperhatikan bahwa itu adalah monumen jumenengan. Teriknya sinar sang surya lengkap dengan kombinasi macet karena perbaikan saluran air tidak menyurutkan langkah para peserta jelajah untuk menuju kompleks masjid Agung Kotagede yang tidak jauh dari pasar.
Kawasan Masjid Gedhe Mataram dan Makam Para Raja

Di halaman masjid ada Wringin Sepuh (Beringin besar) yang usianya sudah ratusan tahun. Kemudian setelah memasuki gapura yang arsitekturnya mirip dengan arsitektur candi, ada pohon sawo kecil dengan pasir laut seperti di keraton Yogyakarta atau Surakarta, yang tentu semuanya memiliki makna.
Masjid Gedhe Mataram dibangun pada tahun 1640 semasa pemerintahan Sultan Agung dengan bergotong royong bersama masyarakat Kotagede yang kebanyakan masih beragama hindu budha. Kemudian pembangunan pada tahap kedua dilakukan oleh Sunan Paku Buwono X, makannya tidak heran jika di halaman masjid ada tugu jam bertuliskan PB X.
Renovasi terakhir masjid Gedhe Mataram sekitar tahun 1926 kemudian setelah itu masyarakat Kotagede bergotong royong untuk menjaga masjid Kotagede. Beranjak ke sebelah selatan masjid, akan menuju pemakaman raja-raja Mataram sebelum Sultan Agung membangun pemakaman Imogiri. Ki Ageng Pemanahan, Panembahan Senopati, Sultan Sepuh (Hamnegku Buwono II), Paku Alam I sampai Paku Alam IV dan beberapa kerabat Mataram Islam bersemayam di pemakaman ini.

Berfoto bersama mbak Dian di gapura menuju arah makam para raja. Dokpri
Kotagede Banyak Menyimpan Cerita




Ada hal yang membuat hatiku bahagia saat melintasi sebuah bangunan yang mirip bangunan indies (hanya saja versi kecil) terdapat papan bertuliskan Bangunan Warisan Budaya. Tulisan itu bertengger di bawah Ndalem Natan yang kini juga dibuka sebagai cafe dan toko buku.
Tujuan Jelajah Terakhir adalah Omah Kalang di dekat Ansor Silver

Omah Kalang ini dahulu milik saudagar kaya yang lebih dikenal dengan nama Pak Tembong. Beliau berasal dari Suku kalang Kotagede dengan kekayaan yang berlimpah sampai meninggalkan Omah Kalang untuk keturunannya semegah ini.

Saat ini kepemilikan Omah Kalang banyak yang sudah berpindah tangan karena ahli warisnya menjual rumah tersebut dan suku Kalang sudah berbaur dengan masyarakat Kotagede.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI