Ternyata aku kepagian 15 menit ketika tiba di tempat festival dan gerbangnya saja belum dibuka. Kebetulan suami bertemu dengan temannya yang sedang bertugas di Patjar Merah sehingga kami dipersilahkan masuk.Â
"Banyaknyaaaa",ucapku tanpa berkedip saat melihat buku-buku di dalam ruangan. Ya di Patjar Merah ada lebih dari 8000 judul buku dan totalnya lebih dari 1juta eksemplar buku yang dijual dengan diskon mulai dari 30% sampai 80%. Patjar Merah didukung oleh penerbit-penerbit nasional dari yang mayor sampai indie.
Sama seperti berbelanja di supermarket, aku mulai berkeliling bersama si kecil menggunakan keranjang beroda dengan riang. Tiba-tiba si kecil berhenti dan menunjuk buku bergambar Thomas & his friend yang akhirnya dimasukkan ke dalam keranjang.Â
Selain buku anak-anak, di Patjar Merah juga bisa ditemukan buku indie, fiksi/novel, penunjang pelajaran, tata busana, keterampilan, agama, buku dengan paket hemat dan buku-buku Rp10.000 yang lumayan banget.Â
Banyak sekali buku yang ingin aku masukkan ke keranjang, seperti buku berjudul Das Kapital untuk Pemula yang berwarna pink, buku tentang kereta api di Solo sekitar abad 19, buku dengan sampul Snocuk Hurgronje, buku dengan sampul foto prajurit SS-nya, novel-novel terjemahan dari Rusia dan buku tentang 2 abad jalur pantura.Â
Setelah berkeliling aku akhirnya memutuskan untuk memilih buku tentang 2 abad jalur pantura terbitan Nurmahera, sebuah penerbit indie yang beralamat di Manding, Bantul.
Selain menampilkan pasar buku, festival ini juga menghadirkan lokakarya, obrolan patjar, donasi dan sudut komunitas. Oh iya kalau tidak membawa totebag sendiri, Patjar Merah juga menyediakan totebag yang bisa dibeli untuk membawa buku hasil belanja. Penggunaan totebag bertujuan untuk mengurangi sampah plastik.
Obrolan Patjar yang Diikuti
Masih di tanggal 10 Maret, sehabis magrib aku kembali lagi ke Patjar Merah untuk mengikuti Obrolan Patjar. Hari ini totalnya ada 2kali aku bolak balik ke Patjar Merah.
Obrolan Patjar kali ini tentang komik dan literasi grafis masa kini. Ada 3 pembicara yang hadir yaitu Iwang Setanberas, Bayu Novri dan Bagus  (pionicon). Sekilas teringat masa sekolah menengah, bagiku saat itu komik adalah barang mewah yang sulit dijangkau.Â
Komik yang paling aku ingat hanya doraemon dan detektif conan yang butuh perjuangan "rebutan" untuk meminjamnya di perpustakaan sekolah. Selanjutnya perkembangan komik tidak pernah lagi aku ikuti sampai muncul komik si Juki yang menarik perhatian.Â