Sebuah keindahan bangunan rumah yang sudah ditelan oleh jaman, meninggalkan sisa-sisanya berupa gable kayu yang masih tersusun rapi. Warna yang pudar menandakan bahwa gable kayu  yang bagian bawahnya mirip gigi taring ini sudah lama digunakan di bagian depan bangunan rumah tersebut.
Gable kayu pudar tadi juga sudah teruji dengan terpaan angin, hujan, dan sengatan sang surya sekitar satu abad lamanya.
Tetapi saat melihat bentuk bangunan rumah bergaya chalet ini masih berdiri kokoh, membuat hati bertanya-tanya ada sejarah apa disini?Mungkinkah rumah-rumah tua yang berderet di kawasan Tanjung Tirto ini merupakan bagian dari sebuah kompleks pabrik gula?
Tetapi walaupun wilayahnya terletak di kecamatan Berbah, kadang PG ini disebut juga PG Kalasan.
Hal ini terjadi karena di utara pabrik gula terdapat stasiun Kalasan yang saat itu digunakan untuk transit berkarung-karung gula dari pabrik ke gerbong kereta api. Selain itu memang kawasan PG Tanjung Tirto sendiri berdekatan dengan wilayah kecamatan Kalasan.
Salah satunya dengan dibangunnya rumah sakit pembantu (helpziekenhuizen) pada tahun 1922 dan sekolah pertukangan (ambatchshool) pada tahun 1928. Pada upacara pembukaan sekolah pertukangan, Sri Sultan Hamengku Buwono VIII menanam pohon beringin yang disaksikan oleh Sri Paduka Paku Alam VII dan residen Yogyakarta, P.W. Jonquiere.
Cobaan terhadap PG Tanjung Tirto terjadi saat malaise melanda Hindia-Belanda di tahun 30-an. Hal ini mengakibatkan pengelolaan PG Tanjung Tirto ini dilebur dengan PG Bantul.
Pernyataan ini tercantum dalam sebuah surat kabar Het nieuws van der dag voor Nederlandsch Indie tertanggal 7 November 1933 bahwa administrateur PG Tanjung Tirto Ir. O. Jansen van Raay  diberhentikan oleh dewan direksi per 1 November. Kemudian kepala administrateur PG Bantul yaitu F. Moorman diangkat untuk menggantikan kedudukan tersebut.