Panitia juga menyediakan Taman Lampion "Imlek Light Festival" di kawasan Kampoeng Ketandan. Taman ini bisa digunakan untuk bersantai bagi para pengunjung Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta XIII.
Jawabannya adalah karena Kampoeng Ketandan tidak lepas dari sosok Kapiten Tionghoa bernama Tan Jin Sing yang sudah menetap di Ketandan sejak 1803. Beliau ini adalah tokoh yang sangat berpengaru. Beliau diangkat menjadi bupati Nayoko pada tanggal 18 September 1813 oleh Sri Sultan Hamengku Buwono III dengan gelar KRT Secodiningrat. Beliau beragama islam, kemudian menikah dengan salah satu kerabat keraton dan menjadi salah satu cikal bakal keturunan tionghoa dalam keraton Ngayogyakarta yaitu trah Secodiningrat.
Jadi kesimpulannya Ketandan adalah tempat awal KRT Secodiningrat bermukim sehingga secara tidak langsung Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta mengajak kita mengingat keteladanan sosok KRT Secodiningrat dalam membantu kembalinya raja ke keraton Ngayogyakarta setelah diobrak-abrik oleh Inggris.
Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta sendiri merupakan hasil diskusi antara dosen Fak.Pertanian UGM bernama Murdiyati Gardjito yang saat itu sedang menyusun buku resep masakan Tionghoa dengan Sri Sultan Hamengku Buwono X yang memang sedang menggagas Jogja sebagai City Of Tolerance. Akhirnya tercetus Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta karena Sultan melihat kuliner Tionghoa ini pantas diangkat ke permukaan. Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta pertama digelar di tahun 2006 dengan ketua pelaksana ibu Murdiyati Gardjito dan dibuka oleh Sri Sultan Hamengku Buwono X. Keharmonisan budaya tercermin dari Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta XIII. Nah tunggu apalagi, yuk dateng ke Pekan Budaya Tionghoa Yogyakarta XIII.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H