Sempat...
Kucaci pertemuan kita... betapa syukurku lenyap dan menggantinya dengan luka
Sempat...
Kuhina adamu... betapa kumuntahkan ingatanku tentang kau dan tak sudi menatapmu bahkan  di lembar kenanganku.
Sempat...
Kumurka mengingatmu... betapa kumuak menemukan sekilas senyumanmu, walau saat mataku terpejam dalam diam.
Dan sempat...
Kuludahi kebahagiaanku saat itu... betapa sakitnya membuatku mengerang bahkan saat luka itu telah mengering.
Namun pada akhirnya...
Aku menyerah...
Saat sepi ini membuatku letih dan aku terbujur diam di dalam kegelapan dan kesunyian.
Aku terlena...
Pada kenangan usang tentang kau dan aku saat menjadi kita...
Aku pasrah...
Pada kebahagiaan masa lalu yang sempat membuatku melambung tinggi, sebelum akhirnya terhempas hingga hancur berantakan.
Aku terbawa...
Pada arus tawamu di masa silam, yang sempat membuatku terbahak hingga kehilangan napas, sebelum akhirnya aku menangis tanpa air mata.
Sungguh, kekasih...
Kesendirian ini telah mengkhianatiku...
Membuatku menjadi pecundang yang tak mampu lagi berperang.
Asaku begitu renta...
Menjadikanku cepat letih dan menyerah pada keadaan...
Dan di antara semua yang terjadi...
Ratusan purnama terlewati...
Kenangan kita yang terkubur begitu dalam...
Bangkit kembali bagaikan zombie...
Menyerang tubuh dan jiwaku yang terbujur kaku di dalam kamar ini...
Menelan kesadaranku dan melumatnya begitu halus...
Membuat khayalan mengambil alih semuanya dan menenggelamkanku ke masa lalu kita.
Begitu dalam...
Dalam...
Dan gelap...
Aah... terlalu nyaman... mungkin sebaiknya kuputuskan untuk tinggal?
Pamulang, 13/7/2022, 3:18 PM
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H