Mohon tunggu...
Niken Ayu Velina
Niken Ayu Velina Mohon Tunggu... Mahasiswa - Pelajar

antara ekstrovert dan introvert

Selanjutnya

Tutup

Seni

Wanderlust VS Homesick

15 November 2024   18:00 Diperbarui: 15 November 2024   18:15 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ada sebuah paradoks yang sering dirasakan oleh banyak orang, terutama para pelancong dan perantau: keinginan besar untuk menjelajahi dunia dan dorongan mendalam untuk pulang ke rumah. Wanderlust, dorongan yang kuat untuk bepergian, seakan berbenturan dengan homesickness, rasa rindu pada rumah yang bisa sangat menyakitkan. Mengapa kita bisa merasakan keduanya secara bersamaan, dan bagaimana kita dapat menyeimbangkan emosi tersebut?

Wanderlust berasal dari bahasa Jerman, wandern berarti "berjalan" dan lust berarti "keinginan." Menurut studi oleh Booking.com, 70% orang dewasa muda (berusia 18-34) mengaku memiliki keinginan yang kuat untuk bepergian dan mengalami petualangan baruingin melihat dunia, mencoba makanan baru, dan bertemu orang-orang dari berbagai latar belakang.

Homesickness adalah fenomena psikologis yang nyata, yang seringkali diabaikan. Studi dari American Journal of Psychiatry menunjukkan bahwa 50-75% mahasiswa baru di universitas melaporkan perasaan homesick yang intens selama beberapa bulan pertama kuliah . Perasa yang melibatkan rasa kehilangan dan kerinduan pada sesuatu yang akrab, seperti keluarga, teman, dan lingkungan tempat kita tumbuh.

Mengapa Kita Bisa Merasakan Keduanya?

Perasaan ini tidak selalu berlawanan, meskipun tampak bertolak belakang. Wanderlust dan homesickness adalah hasil dari kebutuhan manusia yang mendalam kebutuhan untuk petualangan dan penemuan, serta kebutuhan akan kenyamanan dan keakraban. Psikolog menyebut ini sebagai dilema antara “eksplorasi” dan “stabilitas.”

Dr. Tammy English, seorang psikolog dari Washington University, menjelaskan bahwa manusia memang diprogram untuk merasakan kedua emosi tersebut. Saat kita bepergian, otak kita dirangsang oleh hal-hal baru, yang memicu rasa puas dan gembira. Namun, secara bersamaan, ada bagian dari diri kita yang mencari rasa aman, yang hanya bisa ditemukan dalam suasana rumah .

Dimana Wanderlust dan Homesickness Bertemu?

Kita sering mengalami benturan emosi ini dalam momen-momen tak terduga. Misalnya, ketika kita sedang berdiri di puncak pegunungan dengan pemandangan yang luar biasa, tetapi mendadak teringat dengan suasana makan malam bersama keluarga di rumah. Atau saat mencicipi hidangan lokal yang lezat, namun tetap merindukan masakan buatan ibu.

Media sosial juga memainkan peran besar dalam memicu kedua perasaan ini. Menurut survei yang dilakukan oleh Ofcom, lebih dari 40% orang yang tinggal di luar negeri merasa *homesick* setelah melihat foto-foto rumah atau kenangan lama di platform media sosial . Namun, media sosial jugaperkuat *wanderlust*, karena kita terus-menerus dihadapkan pada gambar-gambar destinasi menakjubkan yang belum kita kunjungi.

Cara Menyeimbangkan Keduanya

- Temukan Kebahagiaan dalam Perjalanan

Menikmati momen-momen kecil bisa membantu mengatasi *homesickness*. Cobalah untuk terhubung dengan budaya lokal, seperti mencicipi makanan khas atau belajar beberapa kata dari bahasa setempat

- Bawa Rumah ke Mana Pun

Tips ini sangat membantu. Bawa benda-benda yang membuatmu merasa dekat dengan rumah, seperti bantal favorit, foto keluarga, atau bahkan playlist lagu-lagu yang biasa didengarkan di rumah.

- Tetap Terhubung dengan Orang-Orang Tersayang

Penelitian dari Journal of Social and Personal Relationships menemukan bahwa menelepon keluarga atau melakukan panggilan video secara rutin dapat mengurangi rasa homesick hingga 20% .

Merangkul wanderlust dan homesickness sebagai bagian dari perjalanan hidup dapat memperkaya pengalaman. Wanderlust mengajarkan kita untuk terbuka terhadap dunia, sementara homesickness mengingatkan kita akan akar dan orang-orang yang penting bagi kita. Memiliki kerinduan yang kuat terhadap rumah bukanlah kelemahan, tetapi sebuah tanda bahwa kita memiliki sesuatu yang berharga untuk dirindukan.

Begitu pula, keinginan untuk menjelajah dunia adalah bukti semangat hidup yang tidak pernah padam. Kita bisa merasa *homesick* dan memiliki *wanderlust* di saat yang sama, dan itu adalah bagian dari menjadi manusia. Hidup adalah perjalanan yang penuh dengan rindu dan petualangan. Kita tidak perlu memilih salah satunya, karena keduanya melengkapi perjalanan kita menuju pemahaman yang lebih dalam tentang diri sendiri dan dunia di sekitar kita.

"Wander far, but never forget where you belong."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Seni Selengkapnya
Lihat Seni Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun