"Iya itu benar," seruku dalam hati di tengah kantuk yang menderaku.
Ibuku juga suka wayang orang dan wayang kulit. Kalau televisi sedang menayangkan acara wayang orang atau wayang kulit, ibuku selalu menontonnya. Kadang aku ikutan menontonnya meski nggak sampai selesai. Â Dan seperti yang dikatakan Bu Berlian tadi, tokoh Kurawa memang begitu. Nggak bisa anteng. Nggak bisa diam menyimak perkataan para tetuanya.
"Kamu nanti kalau cari pasangan hidup itu kayak orang Pandawa. Nggak banyak tingkah. Sanggup mendengar perkataan orang dengan sabar. Menghormati orang yang lebih tua. Orang yang seperti itu yang cocok jadi pasangan hidup," lanjut Bu Berlian.
Aku mendengarkan perkataan Bu Berlian sembari menguap. Kantuk ini benar-benar ingin membuatku mengumpat saja. Harusnya aku tadi menolak saat ditawari dibuatkan mie instan rebus. Aku kan masih kenyang. Ini juga belum jamnya makan siang. Kalau sudah terserang kantuk akibat kekenyangan begini kan repot. Huuffftttt.
"Waktu saya kuliah, saya ikut kegiatan silat di kampus. Suami saya juga ikut kegiatan ini. Kami ketemu di kegiatan itu,"
Aku mengangguk mendengarnya seraya mengusap mataku yang berair akibat menguap tadi.
"Kalau pelatih memberi pengarahan, saya lihat, dia selalu duduk diam. Anteng menyimak. Nggak pernah celometan. Sejak melihatnya, saya langsung ingat pesan ibu saya. Hati saya bilang, itu calon suami saya. Dan alhamdulillah, Allah menakdirkannya jadi suami saya," ungkap Bu Berlian dengan senyuman lebar.
Aku ikut tersenyum lebar sambil menyandarkan kepalaku ke sofa. Sepertinya aku harus meminta izin pada Bu Berlian untuk memejamkan mata sejenak. Kantuk ini benar-benar sulit untuk dilawan.[]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H