Aku meresponnya dengan manggut-manggut saja. Bingung harus berkata apa.
Perempuan paruh baya tadi aku dengar katanya istri siri dari bapak yang sedang dirawat  di sebelah  bapakku.
"Kutinggal dulu ya Dik,"
Kujawab dengan anggukan.
"Nitip bapakku dulu ya? Kalau perawat nanyain bilang obatnya masih ditebus,"
Sekali lagi aku mengangguk. Setelah laki-laki itu pergi, aku segera meraih buku bacaan yang kugeletakan di bangku tempat aku duduk saat aku makan tadi. Aku coba untuk menghabiskan waktu dengan membaca. Ibuku sudah ada di dalam menjaga bapakku. Jadi aku nunggu di luar ruangan saja. Biar ruangan di dalam sana longgar dari keluarga penunggu pasien. Nanti kalau ibuku menyuruh mengerjakan ini itu barulah aku ke sana kemari mengurusnya.
Tiga orang pria berusia sekitar 60 tahunan tampak serius berbicara. Tadi setelah aku membelikan air minum dan mengantarnya ke ibuku, ketiga bapak ini kulihat menengok bapak  yang sakit di sebelah bapakku.
"Nggak tahu diri perempuan itu. Sudah tahu suaminya sakit, dia ada aja alasannya biar nggak nungguin di rumah sakit,"Â
Pria berkacamata yang berkata seperti itu.
"Iya. Ada aja alasannya. Sejak kakak kita masuk rumah sakit, baru semalam aja dia mau nungguin," Â
Pria berperawakan ceking dengan rambut belah ke arah kanan yang barusan bicara.
"Nggak punya malu. Semua pasien yang dirawat di sini yang ngejagain pasti pasangannya. Lha, kakak kita, yang ngejagain anak, menantu dan adik-adiknya. Punya istri kayak nggak punya istri," Â