Mohon tunggu...
Niken Anggraini
Niken Anggraini Mohon Tunggu... Wiraswasta - podcast: anchor.fm/saya-niken

Novel : Suweng Mbah Tukah (gratis di Fizzo), Numa Dan Benda Bertuah (gratis di Fizzo), Pangeran Gelatik (gratis di Fizzo), Dita dan Sena: Sang Penakluk (gratis di Fizzo), Berlabuh Di Sisimu (Kwikku), Oh My Beebu (Hinovel, Sago, Bakisah, Ceriaca), Diary Cinta Naelsa:Macaca (Hinovel, Bakisah, Ceriaca)

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Sarapan Bubur Manggul

3 Februari 2020   20:38 Diperbarui: 10 Februari 2020   14:05 651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Zaman saya kecil,  kami sekeluarga tinggal di tempat nenek dari ayah saya. Di sana, setiap pagi ada pedagang bubur Manggul yang berjualan melewati gang rumah kami. Pagi hari ia melewati gang sambil berteriak, Mangguuuuuul.

Teriakannya memang panjang. Pedagangnya seorang wanita yang menaruh sejumlah panci dalam selembar papan kayu menyerupai nampan besar yang ditaruh di atas kepalanya. Ia berjualan berkeliling dari gang ke gang.

Sebutan Bubur Manggul ini konon berasal karena dipanggul di kepala saat berjualan itu.  Karena sudah tidak tinggal di sana lagi, entah di sana masih ada pedagang bubur Manggul yang seperti itu lagi atau tidak.  

Minggu (2/2) kemarin saya ke pasar Kebalen.  Saya ke sana sekitar pukul 06.00 wib. Jalan kaki ke arah Kebalen Barat no 71, tempat praktek seorang bidan. Di seberang tempat bidan tersebut ada seorang ibu pedagang bubur yang selalu berjualan di situ. Pagi kemarin itu  saya ingin menyantap salah satu bubur buatan ibu tersebut.  

dok. pribadi
dok. pribadi
Dulu pedagang yang akrab dipanggil Bu Su ini berjualan dengan cara dipanggul/disunggi. Tapi kini ia sudah menggunakan gerobak dorong untuk berdagang. Ini memudahkannya untuk membawa dagangan dari rumahnya di daerah Kalimas Barat ke pasar Kebalen. Ada beberapa bubur di atas gerobak Bu Su. Tapi pagi kemarin itu saya memilih membeli sebungkus bubur Manggul saja. 

Sembari membeli saya tanya-tanya ke pedagang bernama Suwarti ini. Saya memanggilnya, Buk, biasanya para pedagang Madura disapa begitu. Saya ikutan saja memanggilnya begitu.  

"Buk, Bubur Manggul ini aslinya dari Madura daerah mana?"  

Hahahaha. Bukannya mau nyensus. Tapi saya penasaran saja. Saya tahunya Madura itu punya 4 Kabupaten. Ada Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep. Ya, siapa tahu  ini bubur berasal dari salah satu kabupatennya saja, tapi ternyata Bu Su menjawab, semua Madura. Kemudian seorang bapak yang juga pembeli yang berdiri di samping Bu Su menambahkan jawaban.  

"Kalau Bubur Manggul memang dari Madura, tapi Buk Su ini aslinya Bangkalan. Dari Sobhi,"katanya mengimbuhkan.

Saya meresponnya dengan mengucapkan kata Oh seraya mengangguk. Bapak ini sepertinya pembeli langganan Bu Su. Sejak saya datang, saya lihat ia akrab berkomunikasi  dalam bahasa Madura dengan Bu Su. Saya nggak ngerti apa yang mereka obrolkan. Saya nggak bisa bahasa Madura.  

Iseng saya kambuh. Hehehe. Saya tanya lagi, bumbunya bubur Manggul itu apa saja? Saya bertanya seperti ini karena saat itu saya sedang menatap panci Manggul yang ada ada di depan saya, di panci itu ada daun jeruknya.

"Buburnya di bumbu kayak sayur lodeh gitu lho mbak. Pokoknya bumbu dapur yang nggak kepakai itu cuma kunci sama cabe hijau,"begitu jawabnya.  

dok. pribadi
dok. pribadi
Sekali lagi saya mengucapkan kata Oh sambil mengangguk paham. Setelah bubur Manggul yang saya pesan selesai, saya membayar Rp 5.000 untuk sebungkus bubur Manggul tersebut.

Isi bubur Manggul yang saya pesan ini adalah bubur beras putih, orang Surabaya menyebut bubur beras putih ini dengan sebutan bubur lemu. Entah kenapa diberi nama seperti itu. Mungkin bubur ini memang bisa membuat lemu (gendut). Hehehe.

Kemudian di atasnya bubur lemu ini disiram dengan bubur Manggul yang warnanya kemerahan tersebut. Kemudian diberi serundeng.  

Kalau menurut saya, manggul ini seperti bubur sumsum yang dibumbui. Jadi, sepertinya bahannya terbuat dari tepung beras dan santan yang kemudian ditambahi bumbu saat memasaknya. Bumbunya seperti yang dikatakan Bu Su tadi. Semua bumbu masuk kecuali kunci dan cabe hijau.

Karena ada rasa pedas, menurut saya, bubur ini tidak untuk diberikan pada bayi atau anak-anak balita. Bubur ini cocoknya untuk orang dewasa. Terutama penggemar rasa pedas.[]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun