Zaman saya kecil, Â kami sekeluarga tinggal di tempat nenek dari ayah saya. Di sana, setiap pagi ada pedagang bubur Manggul yang berjualan melewati gang rumah kami. Pagi hari ia melewati gang sambil berteriak, Mangguuuuuul.
Teriakannya memang panjang. Pedagangnya seorang wanita yang menaruh sejumlah panci dalam selembar papan kayu menyerupai nampan besar yang ditaruh di atas kepalanya. Ia berjualan berkeliling dari gang ke gang.
Sebutan Bubur Manggul ini konon berasal karena dipanggul di kepala saat berjualan itu. Â Karena sudah tidak tinggal di sana lagi, entah di sana masih ada pedagang bubur Manggul yang seperti itu lagi atau tidak. Â
Minggu (2/2) kemarin saya ke pasar Kebalen.  Saya ke sana sekitar pukul 06.00 wib. Jalan kaki ke arah Kebalen Barat no 71, tempat praktek seorang bidan. Di seberang tempat bidan tersebut ada seorang ibu pedagang bubur yang selalu berjualan di situ. Pagi kemarin itu  saya ingin menyantap salah satu bubur buatan ibu tersebut. Â
Sembari membeli saya tanya-tanya ke pedagang bernama Suwarti ini. Saya memanggilnya, Buk, biasanya para pedagang Madura disapa begitu. Saya ikutan saja memanggilnya begitu. Â
"Buk, Bubur Manggul ini aslinya dari Madura daerah mana?" Â
Hahahaha. Bukannya mau nyensus. Tapi saya penasaran saja. Saya tahunya Madura itu punya 4 Kabupaten. Ada Bangkalan, Sampang, Pamekasan dan Sumenep. Ya, siapa tahu  ini bubur berasal dari salah satu kabupatennya saja, tapi ternyata Bu Su menjawab, semua Madura. Kemudian seorang bapak yang juga pembeli yang berdiri di samping Bu Su menambahkan jawaban. Â
"Kalau Bubur Manggul memang dari Madura, tapi Buk Su ini aslinya Bangkalan. Dari Sobhi,"katanya mengimbuhkan.
Saya meresponnya dengan mengucapkan kata Oh seraya mengangguk. Bapak ini sepertinya pembeli langganan Bu Su. Sejak saya datang, saya lihat ia akrab berkomunikasi  dalam bahasa Madura dengan Bu Su. Saya nggak ngerti apa yang mereka obrolkan. Saya nggak bisa bahasa Madura. Â
Iseng saya kambuh. Hehehe. Saya tanya lagi, bumbunya bubur Manggul itu apa saja? Saya bertanya seperti ini karena saat itu saya sedang menatap panci Manggul yang ada ada di depan saya, di panci itu ada daun jeruknya.
"Buburnya di bumbu kayak sayur lodeh gitu lho mbak. Pokoknya bumbu dapur yang nggak kepakai itu cuma kunci sama cabe hijau,"begitu jawabnya. Â
Isi bubur Manggul yang saya pesan ini adalah bubur beras putih, orang Surabaya menyebut bubur beras putih ini dengan sebutan bubur lemu. Entah kenapa diberi nama seperti itu. Mungkin bubur ini memang bisa membuat lemu (gendut). Hehehe.
Kemudian di atasnya bubur lemu ini disiram dengan bubur Manggul yang warnanya kemerahan tersebut. Kemudian diberi serundeng. Â
Kalau menurut saya, manggul ini seperti bubur sumsum yang dibumbui. Jadi, sepertinya bahannya terbuat dari tepung beras dan santan yang kemudian ditambahi bumbu saat memasaknya. Bumbunya seperti yang dikatakan Bu Su tadi. Semua bumbu masuk kecuali kunci dan cabe hijau.
Karena ada rasa pedas, menurut saya, bubur ini tidak untuk diberikan pada bayi atau anak-anak balita. Bubur ini cocoknya untuk orang dewasa. Terutama penggemar rasa pedas.[]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H