Mohon tunggu...
Niken Yunita
Niken Yunita Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Biarkan hidup mengalir sebagaimana mestinya

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Pendidikan Sebagai Gerbang Kemerdekaan Bangsa yang Sesungguhnya

7 Desember 2022   10:10 Diperbarui: 7 Desember 2022   10:25 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

PENDIDIKAN SEBAGAI GERBANG KEMERDEKAAN BANGSA YANG SESUNGGUHNYA

Oleh Niken Yunita

Pendidikan merupakan salah satu aspek penting yang dapat menyongkong kemajuan dari suatu bangsa. Hal ini dikarenakan dengan adanya pendidikan yang baik, maka suatu bangsa akan mampu untuk mencetak sebuah generasi penerus bangsa yang memiliki Sumber Daya Manusia (SDM) yang andal dan berkualitas sehingga mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lainnya. Namun, yang menjadi pertanyaan bagi kita semua saat ini adalah “Apakah pendidikan di Indonesia sudah berjalan dengan baik sehingga mampu mewujudkan tujuan daripada pendidikan itu sendiri?”

Tentunya, kita semua di sini pasti bersama-sama menjawab bahwa pada kenyataannya pendidikan di Indonesia sampai saat ini masih dianggap belum mampu untuk dapat mewujudkan tujuan daripada pendidikan itu sendiri. Banyak sekali faktor yang menyebabkan tujuan daripada pendidikan itu belum terwujud dengan baik. Diantaranya yaitu kurang meratanya penyebaran pendidikan ke seluruh daerah-daerah terpencil yang ada di Indonesia  sehingga terciptalah sebuah kesan dari sudut pandang masyarakat pelosok bahwa pendidikan yang terlaksana di daerah-daerah terpencil yang ada di Indonesia itu mengalami kesenjangan yang nyata dalam pelaksanaannya.

Selain itu, masalah yang muncul adalah di mana pelaksanaan pendidikan di Indonesia rasanya saat ini mulai didominasi oleh pemahaman dasar-dasar pendidikan yang berasal dari negara-negara Barat yang dirasa telah melunturkan paham-paham pendidikan dari negara Indonesia sendiri sehingga rasanya pendidikan yang dilaksanakan di Indonesia mengambang tanpa tahu arah maksud dan tujuannya. Apabila  hal seperti ini secara terus menerus dibiarkan begitu saja tanpa dilakukannya berbagai daya dan upaya dari seluruh masyarakat Indonesia, maka lama-kelamaan pendidikan di negara Indonesia akan kehilangan jati dirinya sendiri sehingga pencapaian dari tujuan pendidikan itu akan sangat sulit untuk terwujud dengan baik. 

Negara Indonesia merdeka sejak tahun 1945 dan sekarang kita semua sudah berada pada tahun 2022, yang artinya tidak terasa bahwa kurang lebih 30 tahun lagi negara Indonesia akan merayakan hari kemerdekaannya yang ke-100 tahun. Namun, selama kurun waktu tersebut “Apakah negara Indonesia sudah benar-benar merdeka dengan sepenuhnya?”. Tentunya, kita semua di sini pasti bersama-sama menjawab kembali bahwa negara Indonesia belum merdeka dengan sepenuhnya. Salah satu hal yang dapat kita jadikan contoh yaitu dalam bidang pendidikan. Dalam kenyataannya pendidikan di Indonesia belum merdeka. Permasalahan pertama yang muncul yaitu banyak daerah-daerah di Indonesia yang belum dapat merasakan bagaimana suasana belajar mengajar yang nyaman dengan diberikan fasilitas-fasilitas pendidikan yang baik dan memadai. Sebenarnya, apabila dilihat kembali bahwa terjadinya kesenjangan pendidikan di Indonesia itu disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya yaitu faktor geografis, faktor  ekonomi, dan faktor tenaga pendidik. Tidak dapat dipungkiri bahwa negara Indonesia adalah negara yang terbentuk dari banyaknya pulau-pulau yang ada. Tentu saja hal ini menyebabkan terhambatnya penyebaran akses pendidikan ke daerah-daerah terpencil. Jalanan terjal dan curam yang dipenuhi oleh bebatuan, tidak adanya jalur ke pusat kota selain dengan melewati aliran sungai yang deras  atau dengan melewati jalur melalui hutan rindang yang beresiko terdapat berbagai macam binatang buas yang dapat mengancam nyawa, serta bangunan sekolah yang seadanya dan bahkan dianggap tak layak pakai menjadi berbagai macam bukti betapa mirisnya nasib saudara-saudara kita yang berada di daerah pelosok dalam menjalani kegiatan belajar mengajar. Maka, tak heran apabila banyak saudara-saudara kita yang berada di daerah pelosok mengalami buta huruf. Di sana, pendidikan hanya diberikan materi pembelajaran berupa calistung (Baca, Tulis, dan Menghitung) saja yang di mana mereka dapat membaca saja sudah menjadi suatu hal yang patut untuk disyukuri. Berikutnya, dari faktor ekonomi yaitu masyarakat yang berada di daerah pelosok memiliki mind set bahwa “Anak bisa baca, tulis, dan menghitung saja sudah syukur, yang penting anak dapat bekerja dengan baik untuk membantu orang tua membiayai kebutuhan hidup keluarganya.” Dari pemikiran ini kita dapat mengetahui bersama-sama bahwa penyebab munculnya pemikiran tersebut adalah karena kurangnya pendapatan sehari-hari pada masyarakat yang berada di daerah pelosok. Pemerintah sampai saat ini hanya dapat memberikan fasilitas dalam pendidikan secara penuh sampai pada jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) saja. Sebenarnya, sejak pandemi covid 19 kemarin, tepatnya pada tahun 2020, pemerintah telah mencanangkan program gratis sekolah sampai kepada jenjang Sekolah Menengah Atas (SMA)  akan tetapi penyebaran program ini belum berlangsung secara merata dan serentak diterapkan di seluruh lembaga pendidikan yang ada di Indonesia sehingga di kota-kota besar saja belum merata apalagi di daerah-daerah pelosok. Oleh karena itu, masyarakat yang berada di daerah pelosok merasa tidak sanggup untuk membiayai biaya pendidikan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi dan berpikir bahwa mengenyam pendidikan dasar saja sudah lebih dari cukup sehingga tak heran banyak bermunculan kasus masyarakat yang putus sekolah.

Selanjutnya yaitu faktor tenaga pendidik, di mana kurangnya penempatan dan minat tenaga pendidik yang berkualitas untuk dapat mengajar di daerah-daerah pelosok dikarenakan pemberian upah atau gaji yang belum sesuai terutama untuk guru honorer sehingga banyak tenaga pendidik yang mengeluh karena merasa tidak puas dan bahagia dengan kebijakan pemerintah. Akibatnya, banyak tenaga pendidik yang menjadi malas untuk melakukan kegiatan belajar mengajar sehingga materi yang disampaikan tidak tersampaikan kepada para siswa dengan baik dan kegiatan belajar mengajar menjadi tidak efektif untuk dapat mewujudkan pendidikan yang merdeka di Indonesia.

Permasalahan kedua yang muncul yaitu pelaksanaan pendidikan di Indonesia yang mulai didominasi oleh pemahaman dasar-dasar pendidikan yang berasal dari negara-negara Barat yang dirasa telah melunturkan paham-paham pendidikan dari negara Indonesia sendiri. Dasar-dasar pendidikan yang diterapkan di negara Barat yaitu regering, tucht, orde (perintah, hukuman dan ketertiban). Apabila pelaksanaan pendidikan di Indonesia dilaksanakan dengan menggunakan pemahaman tersebut, maka akan mengakibatkan para siswa yang hidup dengan penuh tekanan dan paksaan yang melelahkan kehidupan jiwa dan raganya. Bahkan tak dapat dipungkiri juga bahwa dari pemahaman teknik belajar tersebut akan menghasilkan para siswa yang berontak dan merasa malas untuk melakukan kegiatan pembelajaran akibat ketidaknyamanan yang mereka rasakan pada saat berlangsungnya pembelajaran di lingkungan sekolah. 

Menurut saya, pendidikan di Indonesia terlalu berkiblat pada keberhasilan negara-negara Barat dalam menjalankan sistem pendidikannya yang baik sehingga negara Indonesia berusaha untuk mencoba menerapkan pemahaman dasar-dasar pendidikan negara Barat di negaranya sendiri. Padahal penerapan pemahaman tersebut belum tentu akan cocok dengan kondisi pada masyarakat Indonesia. Apabila  hal seperti ini secara terus menerus dibiarkan begitu saja tanpa dilakukannya berbagai daya dan upaya dari seluruh masyarakat Indonesia, maka lama-kelamaan pendidikan di negara Indonesia akan kehilangan jati dirinya sendiri sehingga pencapaian dari tujuan pendidikan itu akan sangat sulit untuk terwujud dengan baik.   

Untuk memecahkan kedua permasalahan tersebut, sebenarnya kita hanya perlu untuk memahami maksud dari arti kata merdeka itu sendiri. Karena menurut Bapak Ki Hajar Dewantara yang merupakan sosok pejuang kemerdekaan dalam bidang pendidikan Indonesia, tujuan dari diadakannya sebuah pendidikan itu adalah untuk memerdekakan manusia. Lalu, jika ditanya “Memang, seperti apa sih manusia yang merdeka itu?”, maka jawabannya adalah manusia yang selamat raganya dan bahagia jiwanya. Jawaban yang begitu sederhana bukan? Akan tetapi menjadi sulit saat akan direalisasikan. 

Kita selalu menganggap bahwa apabila suatu negara ingin merdeka, maka negara yang harus terlebih dahulu bahagia agar masyarakatnya juga ikut bahagia. Namun.pemahaman tersebut ternyata kurang tepat karena apabila suatu negara ingin merdeka, maka merdekakanlah terlebih dahulu diri sendiri karena hal tersebut menjadi cikal bakal terwujudnya kemerdekaan bagi satu keluarga yang kemudian dilanjut menjadi kemerdekaan bagi satu daerah dan puncaknya menjadi kemerdekaan bagi satu bangsa. Dan apabila hal ini terwujud, maka segala aspek kehidupan pada suatu bangsa akan terlaksana dengan nyaman dan masyarakatnya menjadi sejahtera. Dengan begitu, negara akan dengan mudah memberikan fasilitas yang memadai secara optimal untuk membantu memudahkan kita dalam menjalankan kehidupan sehari-hari salah satunya dalam aspek pendidikan. 

Maka ke depannya tidak akan ada lagi yang namanya kesenjangan antara pendidikan di daerah kota dengan pendidikan di daerah terpencil karena negara mampu menanggung semua kebutuhan hidup kita dengan baik. Seperti misalnya negara mampu memberikan penyediaan pendanaan pendidikan yang cukup, merenovasi bangunan-bangunan sekolah yang tidak layak pakai, menyejahterakan kehidupan para tenaga pendidik, mampu mengirimkan tenaga pendidik yang berkualitas secara merata ke seluruh penjuru pulau yang ada di Indonesia, membantu merekonstruksikan pembangunan jalur akses masyarakat yang ada di daerah pelosok agar dapat memudahkan mobilitas masyarakat apabila ingin pergi ke sekolah, serta yang terakhir dan yang paling penting yaitu negara mampu membabat tuntas budaya korupsi di lingkungan pemerintahan sehingga penyaluran dana bantuan seperti dana APBN mampu tersalurkan secara tepat ke berbagai lembaga pendidikan yang ada di Indonesia. Dengan terwujudnya hal ini, maka masyarakat di daerah terpencil tidak akan lagi merasakan kesenjangan pendidikan karena negara sendiri telah mampu mengatasi dan memfasilitasi masyarakatnya dengan baik.

Kemudian, untuk penyelesaian permasalahan yang kedua di mana negara Indonesia terlalu berkiblat ke negara Barat dalam menjalankan proses pendidikan, maka cara untuk mengatasinya adalah dengan menganalisis kembali pemahaman dasar pendidikan dari setiap negara yang akan dijadikan sebagai contoh. Kita harus mampu menganalisis kelebihan dan kekurangan dari pemahaman negara tersebut. 

Setelah melakukan analisis, kita dapat menyesuaikan pemahaman tersebut dengan kondisi masyarakat Indonesia agar pemahaman mengenai dasar pendidikan tersebut dapat saling berasimilasi sehingga negara Indonesia tidak sepenuhnya kehilangan jati dirinya. Karena pada dasarnya pelaksanaan sistem pendidikan di setiap negara itu menimbulkan dampak positif dan dampak negatif tergantung dari cara pandang kita dalam melihat dan menanggapi hal tersebut. Tidak ada salahnya juga apabila kita ingin menjadikan paham pendidikan negara lain untuk dijadikan sebagai patokan bahan pembelajaran karena belajar itu bersifat terus menerus seumur hidup sehingga kita juga harus mencari berbagai sumber pembelajaran sebagai pengetahuan akan tetapi sesuaikan kembali ilmu tersebut dengan prinsip hidup kita agar tidak tersesat di tengah jalan.

Selanjutnya untuk mengatasi penerapan sistem pendidikan yang bersifat regering, tucht, orde (perintah, hukuman dan ketertiban), kita bisa mengatasinya dengan menggunakan sistem pendidikan yang bersifat merdeka. Merdeka di sini bukan berarti sepenuhnya para siswa dapat berbuat sesuka hatinya akan tetapi maksud dari merdeka di sini yaitu di mana para siswanya mampu mengekspresikan  minat dan bakat yang dimilikinya secara bebas tanpa ada satu pun pihak yang membatasi akan tetapi proses pembelajarannya masih berada di bawah pengawasan para tenaga pendidik. Selain itu, agar anak tidak merasa bosan dan malas dalam kegiatan pembelajaran maka, para tenaga pendidik dapat menggunakan penerapan unsur pembelajaran berbasis fun theory  di mana selain mengajak anak untuk belajar tetapi anak juga dapat bermain sambil belajar sehingga anak tidak mudah bosan dan merasa semangat untuk belajar. Penerapan fun theory ini juga dapat memudahkan para tenaga pendidik dalam menciptakan suasana lingkungan belajar yang nyaman bagi para siswa. Apabila telah tercipta suasana pembelajaran yang nyaman maka, proses terwujudnya tujuan dari pendidikan itu akan lebih mudah terwujud dengan cepat.

Intinya pendidikan itu diadakan untuk membantu menyiapkan manusia agar mampu menjalani hidupnya dengan dibekali oleh kemampuan dan pengetahuan yang dimilikinya. Memperoleh pendidikan itu adalah hak setiap orang karena inti dari sebuah pendidikan itu adalah kesetaraan. Mungkin, saat ini pendidikan Indonesia masih dipenuhi oleh problematika seperti pendidikan yang belum merata dan berjalan dengan baik tetapi masih ada kurang lebih 30 tahun lagi untuk mewujudkan terciptanya generasi emas pada tahun 2045. Oleh karena itu, kita sebagai generasi penerus bangsa harus lebih optimis dan semangat dalam mengeksplor ilmu pengetahuan dari berbagai macam sumber, jangan lupa untuk terus mengembangkan diri kita karena akan memberikan dampak yang positif bagi lingkungan sekitar, dan terakhir jangan lupa untuk pintar-pintar dalam memprioritaskan waktu agar waktu kita tidak terbuang oleh kegiatan yang sia-sia. Ayo generasi muda, kita sama-sama bantu pemerintah untuk sukses mewujudkan terciptanya generasi emas di tahun 2045! 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

Alwahidi, A. A., 2021. Optimalisasi Minat Belajar dengan Metode Fun Learning pada Era New Normal. Jurnal Pengabdian Magister Pendidikan IPA, 4(2), pp. 120-123.

Susilo, S. V., 2018. REFLEKSI NILAI-NILAI PENDIDIKAN KI HADJAR DEWANTARA DALAM UPAYA UPAYA MENGEMBALIKAN JATI DIRI PENDIDIKAN INDONESIA. Jurnal Cakrawala Pendas, 4(1), pp. 33-39.

Wardhana, I. P., 2020. KONSEP PENDIDIKAN TAMAN SISWA SEBAGAI DASAR KEBIJAKAN PENDIDIKAN NASIONAL MERDEKA BELAJAR DI INDONESIA. PROSIDING SEMINAR NASIONAL, pp. 232-241.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun