Mohon tunggu...
Niji No Saki 1107
Niji No Saki 1107 Mohon Tunggu... -

benci shopping mall

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Menengadah ke Langit Barcelona, Sebuah Catatan Perjalanan Akhir Tahun (bagian I)

9 Januari 2011   14:03 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:47 875
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tubuh kami menggigil, waktu sudah menunjukkan pukul 1 dini hari di stasiun utama  Mannheim. Perihnya hawa dingin berangin kencang yang menerpa kulit muka menandakan bahwa suhu kembali drop beberapa angka di bawah 0°C. Masih 2 jam 30 menit lagi sampai  airport shuttle datang. Kami berputar-putar di sekitar stasiun. Bayangan tidur sejenak sembari  menghangatkan badan di dalam stasiun pupus sudah ketika polisi mengusir orang-orang ke luar stasiun. Masuk akal, tidak ada kereta yg beroperasi di atas pukul 01:00. Lebih hemat energi untuk menutup stasiun dan mematikan lampu hingga kereta pagi datang. "Mungkin beginilah rasanya hidup di sebagai gelandangan di negara 4 musim, pantas saja banyak yg meninggal di musim dingin," pikir saya. Di Jepang dulu saya terbiasa tidur menggelandang di stasiun jika kemalaman atau ketinggalan kereta, namun di Eropa hal itu tak dapat dilakukan. Kali ini pilihan kami jatuh pada Ryanair, sebuah budget airline asal Irlandia yang jadi andalan mahasiswa kere yangg hobi travelling seperti saya. Untuk liburan akhir tahun 2010 kemarin, saya dan suami memilih daerah provinsi Catalonia, Spanyol yang relatif hangat untuk melarikan diri barang seminggu dari kejamnya musim dingin Eropa barat. Harga tiket PP dari bandara Frankfurt Hahn, Jerman ke Girona, Spanyol yang berdurasi sekitar 2 jam hanya butuh sekitar 30,5 euro (atau sekitar Rp 370.000,-) per orang. Untuk harga semurah ini tentu ada resikonya:  bawaan yg boleh dimasukkan ke kabin hanya 1 tas dengan berat max. 10 kg, lebih dari itu harus masuk bagasi dan dikenakan biaya tambahan 15 euro. Selain itu, pesawat berangkat dengan jadwal yg tidak nyaman dan bandaranya sulit dijangkau. Budget airline seringkali terbang dari bandara2 kecil yg tidak terkenal. Sebagai contoh, Frankfurt Hahn adalah sebuah bandara kecil yg terletak sekitar 120 km dari kota Frankfurt; sedangkan Girona adalah sebuah kota yg terletak sekitar 90an km dari tujuan utama kami, Barcelona. Akses ke kota besar terdekat hanya bisa dicapai oleh mobil pribadi dan shuttle bus, tidak ada kereta. Untuk naik shuttle bus, kami harus merogoh kocek lebih dalam. Jika dihitung-hitung, lebih besar ongkos yang kami keluarkan untuk naik shuttle bus daripada tiket pesawat PP. Pukul 03:20, penantian panjang itu usai, bus datang dan seketika penumpang berebut masuk. Walaupun ini di Eropa, keganasan penumpang budget airline tidak kalah dengan penumpang KRL di Jakarta. Shuttle bus hanya berkapasitas sekitar 40an orang sedangkan yg menunggu lebih dari itu, saya tak mau berdiri sepajang perjalanan karena sudah membayar mahal. Rupanya di dalam mini bus itu ada kursi2 darurat untuk mengantisipasi  kelebihan penumpang, jangan2 supirnya pernah jadi supir angkot di Indonesia... Kami sampai di Frankfurt Hahn sekitar pukul 5 pagi. Cuaca dingin menggigit, sejauh mata memandang hanya terlihat warna putih kelabu. Kami sempat was-was jika pesawat tak bisa berangkat. Namun untunglah badai salju yg sempat melumpuhkan Eropa selama beberapa minggu terakhir telah mereda dan lalu lintas udara mulai berjalan normal. Jam 06:10 akhirnya pesawat bertolak ke Girona. ------------------------------------------------------------------- Sekitar pukul 08:30 pesawat tiba di bandara Costa Brava, Girona. Begitu keluar dari pesawat, rasa hangat menyergap, matahari mengintip malu-malu, bau laut menyerbu. Sungguh perasaan yang luar biasa setelah hampir 2 bulan tidak merasakan hangatnya sinar matahari. Semula kami berencana untuk menghabiskan siang di kota Girona sebelum berangkat ke Barcelona, namun karena kami berdua telanjur lelah karena tidak tidur dan kedinginan semalam, kami sepakat untuk langsung naik shuttle bus langsung ke Barcelona. Pukul 10:00 bus tiba di terminal bus Estacio Nord, Barcelona. Kami segera menuju ke hostel untuk check-in. Kami senang karena lokasi hostel ternyata terletak sangat dekat dari landmark utama Barcelona, gereja Sagrada Familia. Segera setelah menyimpan barang-barang bawaan, kami keluar untuk makan siang sekaligus menuju Sagrada Familia yg berjarak sekitar 20 menit jalan kaki. Dari jauh sudah terlihat puncak menara gereja yg menjulang tak kurang dari 100 m. Ketika kami tiba di depannya, tampaklah detail ukiran yg membuat Sagrada Familia berbeda dari gereja-gereja lain, pantaslah UNESCO menobatkannya sebagai salah satu warisan dunia. [caption id="attachment_84052" align="alignnone" width="339" caption="Sagrada Familia"][/caption] [caption id="attachment_84053" align="alignnone" width="339" caption="Sagrada Familia in B/W"]

1294570427125258644
1294570427125258644
[/caption] Pembangunan gereja ini dimulai tahun 1882. Setahun kemudian, seorang arsitek jenius Spanyol yg terkenal dengan gaya modernisme yg unik, Antoni Gaudi, mengambil alih pembangunannya, merombak total desain awal ke distinctive style-nya, memadukan antara konstruksi ramping nan kokoh dari arsitektur Gothic dan bentuk-bentuk kurviliner dari gaya Art Nouveau. Sebuah proyek idealis dan etalase originalitas seorang seniman. Gereja ini direncanakan memiliki 3 wajah (facade) yg menghadap ke arah berlawanan: Nativity (timur), Passion (barat) dan Glory (selatan). Saat ini Glory facade belum selesai dibangun. Rumitnya struktur dan gaya arsitektur yg tidak konvensional membuat masa konstruksi menjadi sangat lama. Ketika Gaudi akhirnya meninggal di tahun 1926, pembangunannya baru berkisar 20%. Tahun-tahun berikutnya Spanyol dilanda perang saudara dan pembangunan gereja terhenti sama sekali. Pembangunan baru berlanjut di tahun 1950an secara tersendat-sendat dan bergantung sepenuhnya dari donasi. Hampir 130 tahun sejak peletakan batu pertama, proses konstruksi belum juga selesai. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya perancah (scaffolding) dan crane di sana-sini. Proyek ini diperkirakan baru akan selesai tahun 2026, 100 tahun setelah meninggalnya sang arsitek. Gaya unik Gaudi terlihat dari desain Nativity facade. Sulit mendeksripsikan bentuk-bentuk tak biasa dalam desain Gaudi. Beberapa orang berpendapat bahwa desain ukiran memberikan kesan bahwa gereja seperti dibangun dari tulang-belulang, sebagian lagi berpendapat bahwa detail dekorasi menyerupai lapisan gula yg sedang meleleh dari permukaan kue jahe. Saya pribadi lebih setuju pada pendapat pertama. [caption id="attachment_84056" align="alignnone" width="339" caption="Detail Nativity Facade, sepintas mirip tulang-belulang?"]
12945712451822973663
12945712451822973663
[/caption] [caption id="attachment_84058" align="alignnone" width="339" caption="Passion Facade"]
1294571412589654360
1294571412589654360
[/caption] [caption id="attachment_84075" align="alignnone" width="339" caption="Sagrada Familia di malam hari"]
1294580787532126177
1294580787532126177
[/caption] Setelah puas mengitari gereja dan mengambil beberapa foto, kami bermaksud untuk masuk ke dalam dan naik ke salah satu menara. Siapa sangka harga tiket ternyata tidak student-friendly, di pintu masuk ditawarkan juga tiket kombinasi sebesar 13 euro yg sudah termasuk tiket masuk ke museum Gaudi. Saya sungguh tidak menyangka, dibandingkan dengan tiket masuk atraksi-atraksi di Paris yang berkisar antara 6-10 euro, harga tiket di Barcelona rata-rata 2 kali lipatnya. Kami pun mengurungkan niat untuk masuk. Karena sisa lelah dan ngantuk semalam ternyata masih mendera, kami pun memutuskan untuk kembali ke hostel Hostel tempat kami menginap berbentuk apartemen; terdiri dari 4 kamar, dapur lengkap, ruang TV, meja makan, 2 kamar mandi, dan mesin cuci. Tiap-tiap kamar diisi oleh 1 hingga 4 orang. Harga kamar cukup murah, untuk 1 malam sekitar 18 euro/ orang. Seperti youth hostel pada umumnya, kami berbagi fasilitas dengan tamu-tamu hostel lain. Begitu sampai di kamar kami langsung merebahkan badan dan segera hanyut ke alam mimpi. Hari sudah menjelang gelap ketika kami bangun. Setelah mandi, kami merasa cukup segar untuk jalan-jalan lagi. Tujuan berikutnya adalah salah satu landmark modern di Barcelona, Torre Agbar. Gedung berlantai 38 yang berbentuk seperti timun ini adalah milik Agbar (Aigues de Barcelona) group, sebuah perusahaan water treatment besar di Barcelona. Letaknya sangat dekat dari hostel kami, hanya sekitar 20 menit jalan kaki. Saat itu kota sedang sibuk menyiapkan perayaan Natal, jalan-jalan macet dan pertokoan dipenuhi orang-orang yg sibuk berbelanja. [caption id="attachment_84076" align="alignnone" width="327" caption="Torre Agbar"]
12945811501229406510
12945811501229406510
[/caption] Keunikan dari Torre Agbar adalah permukaanya yang ditempeli sekitar 4500 luminous LED yang ketika malam hari mampu menghasilkan warna yang berpendar dengan pola yg unik di dinding luarnya. Dari kejauhan Torre Agbar terlihat mencolok karena berpendar merah dan biru.  Kami mengitari kompleks pertokoan di kompleks pertokoan di daerah Placa de les Glories untuk makan malam. Desain pertokoan itu sungguh mengingatkan saya pada Ciwalk di Bandung. Sayang tak lama kemudian hujan pun turun, kami pun harus segera pulang sebelum hujan semakin deras. [caption id="attachment_84077" align="alignnone" width="558" caption="Pusat Perbelanjaan Placa de les Glories"]
129458160330681987
129458160330681987
[/caption] Bersambung PS: Foto-foto hasil dokumentasi pribadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun